-6-

798 47 5
                                    

Pukul 7 malam, Gebi baru saja sampai umah. Gadis itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, ia berjalan menuju tangga untuk kekamar tidurnya yang ada di lantai 2. Sebelum ia menaiki tangga, ia harus melintasi ruang makan terlebih dahulu dan ia sangat benci hal itu.

Saat Gebi melintas di ruang makan, gadis itu berusaha membuang pandangannya dan berlagak tidak melihat ke arah kanannya; ada pemandangan yang sangat membuat matanya menjadi malas untuk terbuka. Bukan, Gebi bukan anak indigo yang bisa melihat dunia gaib dan makhluk halus. Tetapi pemandangan itu adalah pemandangan yang sangat ia benci, keluarga kecil yang sedang menikmati makan malam dimeja makan sambil bergurau dan berceloteh ria.

Gebi terus berjalan lurus menuju tangga tanpa sedikit pun melirik kearah orang-orang yang nampak sedang berbahagia itu.

"Gebi," tegur seorang wanita sebayanya dengan lembut.

Gebi melirik sebentar, namun ia tidak berniat merespon apa lagi menghampiri.

"Gebi," suara berat itu berhasil membuat langkah Gebi yang hampir saja sampai di anak tangga pertama spontan berhenti.

Gebi berdiri ditempat, tidak menoleh kearah asal suara itu namun ia akan terus berdiri disitu sampai ia dengar apa maksud dan tujuan orang itu memanggilnya.

"Sini, Gebi." ujar lelaki paruh baya itu, yakni adalah Firman.

Gebi menghela napasnya berat kemudian terpaksa berjalan menghampiri Firman. "Kenapa, Pa?" tanya Gebi tanpa melirik Firman sedikit pun.

"Kamu kalau disapa orang ya dijawab, itu tata krama." ujar Firman.

Gebi memutar bola matanya malas, "kirain Papa mau nyuruh Gebi makan."

"Lihat Papa," ujar Firman membentak, kemudian Gebi menatap mata Firman. "Papa sedang bicara sama kamu dan kamu malah gak sopan." ujar Firman meninggi.

Gebi tidak merespon, ia hanya tetap menatap Firman dengan penuh bara api.

"Kamu kenapa jam segini baru pulang?"

"Nunggu ojek online. Kan Gebi gak dikasih fasilitas kendaraan apapun sama Papa, Papa lupa?" ucap Gebi meninggi, "tadi juga sempet ada demo dijalan." lanjutnya

"Pacaran lagi seperti kemarin, iya?" Firman malah bertanya melenceng.

Gebi menaikan satu alisnya, "kemarin? Gebi udah bilang kemarin Gebi—"

"Alasan kamu benar-benar klasik Gebi, Papa ini nggak bodoh."

"Papa udah, kasihan Gebi baru pulang, pasti dia butuh istirahat."

Gebi melirik Elsa yang baru saja bersuara, matanya menatap sinis gadis yang duduk di hadapan Firman itu. "Gak usah sok ngebela gue." ujar Gebi ketus.

"Gebi, Elsa berusaha berprilaku baik sama kamu tapi kamu malah begitu. Gak ada timbal baliknya sama sekali!" ujar Erica, wanita paruh baya yang duduk disebelah Firman. Ya benar, ia adalah istri dari Firman.

Gebi menatap sengit ke arah Erica. "Karena sumpah demi apapun, gue sama sekali gak butuh simpatik dari lo berdua." ujar Gebi yang sontak membuat Firman berdiri kemudian menampar pipi Gebi dengan cukup keras.

Gebi terkejut bukan main, ia memegang dan mengelus pipinya yang memerah, detik selanjutnya matanya berkaca-kaca. "Papa... Papa nampar Gebi?" tutur Gebi menatap Firman penuh arti.

Firman membalas tatapan Gebi dengan lantang, "iya, tingkah kamu sudah diluar batas!" ujar Firman meninggi.

"Diluar batas Papa bilang? Pa, harusnya Papa ngaca! Yang bertingkah diluar batas itu Papa atau Gebi? Papa bener-bener kehilangan jati diri Papa semenjak seluruh hidup Papa dikendaliin sama dia!" ujar Gebi menunjuk tepat didepan wajah Erica yang sedang menatap kearahnya.

KARSA DARI RASAWhere stories live. Discover now