Setelah selesai acara manggung dadakan, Pandu kembali kepada teman-temannya.
"Asik banget si kawan kita udah mulai jatuh cinta lagi rupanya, ya?" celetuk Gibran sambil merangkul Pandu saat Pandu sudah duduk di sampingnya.
Pandu melirik Gibran, "cuma lagu, baper amat lu pada." ucapnya.
"Yah, udah ketangkep basah masih aja gak mau ngaku." sahut Jeri dengan penuh penekanan.
"Jer, lebih baik lo diem." ucap Pandu lagi yang kini matanya mencari dimana siomaynya berada, "lah, siomay gue kemana? Perasaan tadi disini." ia menunjuk meja.
Habib membuang pandangannya saat mata Pandu mulai melirik ke arahnya. Kemudian dilihatnya piring di hadapan Habib yang kini hanya berisikan bumbu kacang.
"Si anjing, siomay gue ya?" tanya Pandu dengan raut wajahnya yang terlihat begitu geram.
"Hehehe," bukannya menjawab, Habib malah terkekeh. Cowok itu menunjukkan watados-nya, alias wajah tanpa dosa.
"Sialan ya," Pandu menggerutu.
"Kebiasaan anak haram emang gitu Ndu," kata Ciko yang baru saja menjitak kepala Habib.
"Aduh gila, sakit." Habib meringis memegangi kepalanya.
"Eh tapi serius Ndu, tadi tuh lo nyanyi buat siapa dah?" rupanya Ciko masih penasaran.
"Apaan? Cuma lagu, kan udah gue bilang."
"Buat?"
Bukannya menjawab, Pandu justru terkekeh. Nampaknya cowok itu mulai salah tingkah sendiri ditanya pertanyaan menjebak oleh Ciko.
"Buat siapa nih?" Ciko memincingkan kedua matanya, "Gebi, atau..." ia menggantungkan ucapannya, "atau, Elsa?" lanjutnya sambil melirik ke arah temannya satu persatu yang juga menunggu jawaban dari Pandu.
Mendengar nama wanita kedua yang disebutkan Ciko, Pandu seketika terdiam, ia seperti memikirkan sesuatu.
"Woi!" Ciko menyenggol lengan Pandu, "jawab, yee malah bengong."
Pandu berdiri dari duduknya, "gue cabut sebentar ya, kalau nanti ke rooftop kabarin gue." tanpa menunggu persetujuan teman-temannya, ia pergi dari bangku kantin keramatnya.
Tidak langsung pergi meninggalkan kantin, cowok itu justru mampir ke stand Bu Anjani, stand kantin langganannya dan teman-temannya. Ia membeli sandwich dan strawberry juice.
Setelah itu ia berlari keluar area kantin. Cowok itu melangkah menuju kelas 11 IPA 1, ia berniat menghampiri seseorang di sana.
Sesampainya di ambang pintu, ia sudah mendapati seorang gadis yang sedang duduk di bangkunya, gadis itu sedang mendengarkan musik menggunakan earphone. Anehnya, gadis itu memilih tetap berada di kelasnya di antara gempuran siswa siswi yang berlomba-lomba untuk menghabiskan waktu jamkos 4 jam mereka di luar kelas.
Pandu melangkah memasuki kelas IPA 11, ketika gadis itu melihat ada cowok yang memasuki kelasnya, ia segera membuang pandangannya, menambah volume musiknya agar tak ada suara yang ia dengar kecuali suara musik dari ponselnya.
Cowok itu duduk di samping wanita itu, menatap wajah cantik yang selalu ia suka. Gadis itu adalah Elsa, seseorang yang baru ia sadari ketika Ciko menyebut nama gadis itu, ternyata sedari tadi ia tak melihat bahwa ada Elsa di kantin.
"Sa," ucap Pandu sambil menyentuh pundak Elsa.
Meski sebenarnya malas, namun Elsa harus tetap menghargai kehadiran orang yang ingin menemui dirinya. Gadis itu melepas earphone-nya, dan wajahnya mulai ia arahkan ke arah lawan bicaranya.
"Ada apa?" sahut Elsa.
Pandu memberi makanan dan minuman yang tadi ia beli di kantin. "Ini buat lo, gue tadi nggak ada lihat lo di kantin." ujarnya.
"'Makasih, tapi gak usah repot-repot, aku udah makan bekal barusan." ucap Elsa sambil tangannya mendorong pemberian Pandu, alias ia menolak makanan dan minuman itu.
Pandu menghela napasnya, "Sa, lo kenapa sih? Akhir-akhir ini gue ngerasa lo ngehindar gitu. Kenapa? Gue ada salah ya?" Pandu meluncurkan pertanyaan bertubi-tubi.
Elsa menggeleng, "gak." jawab Elsa begitu singkat.
"Terus kenapa lo menghindar?"
"Menghindar apanya? Memangnya kita siapa?"
Ucapan Elsa barusan berhasil membuat Pandu 100% menatap ke wajahnya.
"Sa?" Pandu berucap dengan suaranya yang terdengar begitu berat, "lo lagi kenapa?"
Elsa mengerjapkan matanya, seolah tak sadar dengan apa yang barusan ia katakan. "Maksud aku, memangnya menghindar gimana? Perasaan aku biasa aja." tuturnya yang benar-benar terlihat gelagapan.
"Kalau semisal gue ada salah, bilang aja Sa." ucap Pandu yang sontak membuat Elsa langsung mengingat betapa konyolnya ia pada malam itu.
Hari itu, entah mengapa Elsa begitu girang sebab dirinya yang diantarkan pulang oleh Pandu. Akhir-akhir ini, isi kepala wanita itu memang selalu dihantui oleh Pandu.
Malam itu, setelah ia makan malam bersama kedua orang tuanya, ia langsung masuk ke kamarnya masih dengan perasaan gembira. Sebab malam itu, lelaki yang saat ia nantikan kehadirannya akan meneleponnya hingga larut malam. Ia sangat menantikan hal itu!
Gadis itu sudah mengisi daya ponselnya hingga penuh, bahkan ia rela tidak memainkan ponselnya sebelum panggilan yang ia nantikan itu masuk. Ia duduk di bibir kasurnya, menatapi ponsel yang kini ada di pangkuannya.
Layar ponsel itu masih dalam keadaan mati, belum ada tanda-tanda panggilan akan masuk.
Sudah pukul 9 malam, belum juga ada panggilan yang masuk. Gadis itu nampaknya mulai jenuh menunggu lelaki itu menelepon.
"Apa mungkin Pandu lupa?" tanyanya pada dirinya sendiri, "tapi kan Pandu yang janji, gak mungkin gak sih dia yang janji terus dia juga yang lupa."
Gadis itu mondar-mandir kesana kemari, sambil tatapannya terus ke arah ponselnya yang saat itu ia taruh di atas nakas.
"Apa aku aja yang telepon duluan?"
"Ah enggak, enggak!"
Elsa masih terus memondar-mandirkan langkahnya, seperti orang gelisah tingkat tinggi.
Sudah pukul 11 malam, masih belum ada panggilan masuk, lalu...
Ah, dering ponsel itu akhirnya terdengar!
Tetapi, itu nomor tak dikenal. Siapa?
Elsa langsung meraih ponselnya, meski ia heran mengapa Pandu meneleponnya menggunakan nomor asing.
"Hallo?"
"Oh, maaf salah sambung."
Ternyata itu hanyalah panggilan masuk dari seseorang yang salah sambung. Itu bukan Pandu.
Elsa mulai lelah menunggu telepon dari Pandu. Ia kembali duduk di kasurnya untuk kemudian menaruh ponselnya lagi ke atas nakas. Ia menghela napas, mencoba berpikir positif tetapi tak bisa.
"Kalau urusan telepon aja lupa, itu artinya—aku... gak penting." gumamnya untuk kemudian ia merebahkan dirinya di kasurnya, meski saat itu pikirannya kemana-mana tetapi ia memaksakan diri untuk memejamkan matanya.
Gadis itu mencoba tertidur, ia ingin cepat-cepat mengakhiri malam itu. Malam yang penuh dengan kebohongan, malam yang penuh dengan harapan palsu. Sialan.
"Pandu, aku lagi pengen sendiri." tanpa ba-bi-bu, Elsa berdiri dari duduknya kemudian meninggalkan Pandu begitu saja.
Kini pikiran Pandu mulai dihantui berbagai asumsi yang menormalisasikan perlakuan Elsa pada dirinya akhir-akhir ini. Padahal seharusnya tak masalah jika Elsa seperti apapun, namun entah mengapa Pandu merasa tak tenang jika Elsa belum kembali hangat seperti sedia kala.
•••
Jadi ini sebenernya Pandu mau yang mana sih woiiii???

YOU ARE READING
KARSA DARI RASA
OverigPandu Longsadapit, Flat Boy yang sebelumnya tidak tahu apa arti kehidupan, sebelum akhirnya bertemu dengan Gebi Kintan Clarasya- si cewek nyebelin yang membuatnya merasa jengah jika bertemu gadis itu. Mereka saling membenci, saling beradu argumen, b...