Kelima pentolan sekolah yang terkenal dengan pamor mereka yang sangat disegani itu berkumpul di rooftop saat jam istirahat. Pandu, si Kapten Geng Killer yang juga si paling dingin dan datar itu sengaja mengumpulkan keempat temannya untuk menyusun sebuah rencana.
"Radit udah mulai masuk hari ini." ucap Pandu dengan tatapan lurus ke depan.
"Kelas?"
"IPA 1 dia."
"Sekelas Ratu Cantik, dong?!" Habib histeris.
Pandu mengangguk.
"Kita harus jagain Ratu Cantik dari Radit bangsat itu!" ujar Ciko yang juga tak kalah histeris.
Habib mendesah, "gue gak yakin bakalan baik-baik aja tuh orang." ucap Habib seraya tersenyum smirk.
"Makanya, kita harus hati-hati. Mulai hari ini kita harus selidiki dia, tapi pake cara santai." Pandu bersuara sambil memandang satu persatu temannya.
"Udah jelas sih, ngapain dia masuk GIS kalau nggak ada tujuan lain." ucap Jeri sambil sedikit membenarkan rambutnya yang tertiup angin.
"That's the point. Ngerti kan maksud gue kemarin?" Habib terkekeh hambar.
Gibran melirik keempat temannya dengan lirikan datarnya. "Sebenernya salah Killer apa lagi sih sama Satters? Kayaknya mereka gak kelar kelar mau balas dendamnya."
"Gak jelas. Memangnya anak Killer ada yang nyenggol Satters selama udah damai? Nggak ada kan?" Ciko bersuara.
"Lo pada tau lah watak-watak mereka gimana. Terlebih Radit. Killer udah khatam gak sih sama kebangsatan Satters?" Pandu terkekeh hambar, "kalau aja dulu gue gak ribut sama Radit dan akhirnya dia buat Geng baru, kita gak bakal ada musuh kayak gini. Semenjak Radit keluar dari Killer dan akhirnya Satters jadi musuh kita, Killer yang awalnya gak pernah dipandang gimana-gimana, sekarang malah dianggap Geng rusuh kan sama sekitar? Sorry." Pandu mengakhiri kalimatnya dengan wajah muramnya.
"Hei, man. Gak gitu dong konsepnya." Habib berdiri dari duduknya, merangkul pundak Pandu dengan begitu akrab. "Chill man, ini bukan salah siapa-siapa. Radit kan memang dari masih di Killer aja suka banget ribut sesama anggota, memang udah gitu wataknya dari dalam kandungan." ujar Habib mencoba sedikit menghibur Pandu yang tiba-tiba saja seperti orang dilanda rasa bersalah.
"Memang bener kata Radit dulu, gue gak pantes jadi Kapten." turur Pandu begitu lirih.
Seketika Gibran, Ciko, dan Jeri mendekat kepada Pandu.
"Lo ngomong apa sih?" Ciko memukul pelan dada Pandu menggunakan tangannya yang ia kepal. "Omongan Radit kan lo tau sendiri, sampah semua."
Jeri sedikit terkekeh melihat raut wajah Pandu kini begitu menggemaskan. "Lagian apaan sih lo Ndu, gak biasanya lo begini."
"Tau nih. brodi kita satu ini tuh kalau lagi dilema masalah cewek suka merambat kemana-mana." ujar Gibran sambil sedikit menyengir.
"Gib, anjing- gue terjang ke bawah ya lo?!" Pandu memelototkan kedua matanya.
Gibran merangkul pundak Pandu dari arah kanan, "gak usah jadi malah nyalahin diri lo gitu dong, gak suka gue. Pokoknya apapun yang terjadi sama Killer tuh tanggung jawab kita sama-sama, bukan cuma Kapten." ujar Gibran kemudian disusul dengan rangkulan Jeri dan Ciko.
Pandu tersenyum lebar. "Kok jadi sweet tiba-tiba, sih?"
"Gak apa-apa deh, sesekali."
"Tau, jangan sangar mulu kite."
Pandu tersenyum lagi, ia bahagia memiliki sahabat yang sepengertian ini. Tuhan tuh memang maha adil ternyata.
***
YOU ARE READING
KARSA DARI RASA
RandomPandu Longsadapit, Flat Boy yang sebelumnya tidak tahu apa arti kehidupan, sebelum akhirnya bertemu dengan Gebi Kintan Clarasya- si cewek nyebelin yang membuatnya merasa jengah jika bertemu gadis itu. Mereka saling membenci, saling beradu argumen, b...