Gadis berbola mata cokelat itu masih berseragam putih abu hingga larut malam begini, ia masih sibuk mencari jaket milik lelaki menyebalkan itu. Gebi sudah membongkar isi lemarinya, namun jaket itu masih belum ketemu juga. Sampai ia lupa jika ia masih mengenakan baju seragamnya, sampai ia lupa mandi, sampai ia lupa makan, sampai ia lupa bahwa hari sudah gelap. Untung saja Gebi sedang menjalankan masa menstruasi, jadi ia tidak lupa kalau ternyata dia belum sholat.
Gadis itu masih terus berkutat di dalam kamarnya. Sungguh ia tidak lupa, seingatnya ia sudah menyimpan jaket itu kedalam tas ranselnya.
Masa ada yang mencuri jaket itu dari dalam tas ransel miliknya? Kemungkinan yang nggak mungkin banget sih itu, asli.
"Gue inget banget tuh jaket udah gue taruh dalem tas! Ah, kemana sih larinya?" ujar Gebi sambil berjongkok memeriksa kolong kasurnya.
"Ya kali dicolong tuyul, mana mau tuyul juga."
"Lagian jaket gak seberapa, mana ada sih yang mau nyolong. Iya kan? Dikiloin juga gak laku, yakin gue."
Kini Gebi seperti manusia setengah waras, pakaian kumel, rambutnya sudah kusut tak teratur, wajahnya pun suram tak jelas. Hanya karena perkara jaket jeans milik Pandu, dasar menyusahkan sekali!
"Ah, kemana sih..."
Ponselnya yang berada di atas nakas berdering, ia segera berdiri dari jongkoknya untuk kemudian berjalan mendekati nakas.
Gebi mengambil ponselnya lalu melihat layar, dahinya berkerut saat ia dapati nomor tak dikenal tertera dilayarnya.
"Siapa sih? Gak tau orang lagi sibuk apa nyari jaket." gerutunya, lalu perlahan ibu jari nya menggeser tanda berwarna hijau.
Gebi menempelkan benda pipih miliknya itu ke telinga kananya, sambil memutar bola matanya jengah ia berucap; "Hallo, siapa?" ujarnya to the point.
"Gue mau ambil jaket."
Deg.
Ini serius, jantung Gebi langsung berdegup seketika mendengar suara dari speaker ponselnya.
Tidak salah? Itu suara Pandu? Ah, yang benar...
"Ambil ja—jaket?"
"Sekarang."
"Tapi—"
"Tapi apa?"
"Lo dapet nomer gue dari mana?" ah sial, Gebi malah bertanya seperti orang salah tingkah.
"Gak penting itu, yang penting jaket gue. Gue mau ambil jaket gue, sekarang."
Gebi menepuk dahinya frustasi. "Harus banget malem ini, ya?"
"Ya. Gue ada urusan."
"Tapi, gue lagi gak di rumah." ujar Gebi sambil berdoa agar Pandu percaya ucapannya.
"Gak peduli, mau lo dimanapun. Gue cuma butuh jaket gue, udah itu aja."
"Ya gue lagi di luar, dan jaket lo di rumah, gue gak bawa."
"Gue ambil ke rumah lo."
Gebi membelalakan matanya, "di rumah gue gak ada orang." ujarnya, tubuhnya mulai menegang.
"Ya gue gak mau tau, gue cuma mau jaket gue."
"Ih, lo itu keras kepala banget sih dibilangin. Gue lagi gak di rumah, jaket lo di rumah gue dan rumah gue kosong, gak ada siapa-siapa."
"Santai, gue punya bakat ngebobol pintu rumah."
"Lo mau abis digebukin massa karena dikira maling?"
YOU ARE READING
KARSA DARI RASA
AcakPandu Longsadapit, Flat Boy yang sebelumnya tidak tahu apa arti kehidupan, sebelum akhirnya bertemu dengan Gebi Kintan Clarasya- si cewek nyebelin yang membuatnya merasa jengah jika bertemu gadis itu. Mereka saling membenci, saling beradu argumen, b...