-39-

31 1 0
                                    

Hari ini, GIS dihebohkan dengar kabar gembira. Baru saja wakil kepala sekolah mengumumkan kabar yang membuat seluruh siswa siswa berteriak kesenangan, suaranya terdengar di seluruh speaker yang ada di GIS, beliau berkata bahwa jam pelajaran akan ditunda hingga 4 jam kedepan karena seluruh dewan guru beserta staff akan rapat dadakan. Itu artinya, seluruh murid diberikan 'jamkos' secara cuma-cuma. Oh indahnya surga para anak sekolahan.

Setelah suara Pak Dodi si Wakepsek itu hilang, seluruh murid mulai menikmati waktu jamkos mereka. Mereka tidak akan menyia-nyiakan waktu emas ini. Ada yang langsung lari ngibrit ke kantin, ada yang langsung mencari posisi yang enak untuk tidur, ada yang mendadak menjadi pemain basket, ada yang langsung nyamperin ayangnya untuk merajut kasih menjalin cinta, hingga yang belum mengerjakan tugas pun dapat sedikit bernapas lega karena itu artinya mereka tidak jadi mendapat hukuman.

"Yuhuuu dengan cara apa kita menikmati 4 jam surga dunia kita ini, bestie?" itu adalah suara Citra, yang baru saja menyalin PR Matematika milik Gebi di bukunya. "Nih, makasih Gebi cantik bak bidadari..." ia mengembalikan buku tulis yang ia contek itu kepada pemiliknya.

Gebi mengambil itu dengan tatapan mengintimidasi, "jangan sering-sering, sekarang kalau lo mau nyontek bayar deh." ujarnya sambil memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Ye gila gitu banget sama—"

"Bagus, Geb! Emang harusnya digituin ini anak biar gak seenaknya aja nyontek nyontek nyontek!" cerocos Hanin dengan begitu geram. Bukannya pelit, tetapi Citra memang langganan mencontek, ia sudah khatam sekali dengan teman seperjuangannya itu jika ada tugas pasti selalu mencontek, katanya sih karena dia sudah lelah dengan tugas tambahannya sebagai sekretaris. Ah alasan basi, pikir Hanin.

"Apaan sih lo, diem deh." Citra memelototkan kedua matanya.

"Lo tuh kebiasaan!" sahut Hanin.

"Heh apaan dah? Kok jadi ribut. Udah ah ayuk, kita mau kemana?" Gebi menengahi, pasalnya jika dibiarkan pertengkaran kecil itu bisa jadi menjadi sebesar harapan orang tua.

"Hallo nona nona cantik," itu adalah Habib yang tiba-tiba datang menghampiri mereka. "Boleh gabung gak?"

"Diem, gak usah rese." ujar Hanin dengan ketus.

"Galak banget sih sayang." Habib mencolek dagu Hanin sambil memincingkan matanya.

"Ih, Habib!!" Hanin memelototkan matanya.

Sedetik kemudian, Gibran datang dari arah belakang, mencangking keraj baju Habib lalu menariknya. "Siapa yang ngajarin ganjen gitu? Ayok cabut, anak anak udah nunggu." Gibran membawa Habib untuk pergi dari kelas.

"Eh Gib, mau kemana?" tanya Gebi.

"Cabut, Geb. Kantin." teriak Gibran sambil terus mencangking kerah baju Habib.

"Mau ke kantin gak?" tanya Gebi pada kedua temannya.

"Eh, cowok lo mana Geb? Perasaan tadi pagi ada deh." tanya Citra.

"Cowok gue—siapa cowok gue?" seriusan, pertanyaan Citra barusan membuat Gebi berpikir keras.

"Ya siapa lagi kalau bukan—" Citra melirik ke arah Hanin, "...Pandu." ucap mereka berdua bersamaan.

Gebi menepuk dahinya, "astaga... Demi Tuhan, Pandu bukan cowok gue."

"Belum—tapi akan, ya gak?" goda Citra sambil mencolek lengan Gebi.

Gebi berdiri dari duduknya, kemudian berjalan keluar kelar. "Ayuk ah kantin, gue laper!" sebenarnya pipi Gebi seketika memerah akibat ucapan teman-temannya itu, tetapi ia harus menyembunyikan itu. Gawat kalau Hanin dan Citra sampai tahu kalau dirinya sedang salah tingkah.

KARSA DARI RASAWhere stories live. Discover now