-1-

1.3K 85 8
                                    

Sebenarnya Pandu memang tidak berbohong pada Bu Sukma, ia benar-benar tidak tahan ingin buang air besar. Setelah ia selesai melakukan itu, ia segera menjalankan amanah dari Bu Sukma untuk datang ke BP. Oke, karena memang dasarnya Pandu adalah lelaki jantan yang selalu memegang ucapannya, jadi baiklah; ia akan pergi ke ruang BP hanya untuk sekedar menerima cermahan dari banyak guru di dalam ruangan itu.

Namun tak apalah, toh yang lelah mengomel bukanlah dirinya, melainkan guru-guru itu. Ia hanya bertugas mendengarkan, duduk manis dan menunggu hingga tiba saatnya selesai. Lagi pula jika tidak ada murid seperti Pandu, apa tugas guru BP? Pikirkan saja. Enak sekali mereka memakan gaji buta, itu tidak bisa dibiarkan.

Setelah mendengarkan ceramah selama hampir satu jam, Pandu segera berjalan menuju rooftop untuk mengambil jaketnya yang ia jemur disana. Percayalah seragam Pandu sudah setengah kering akibat terlalu lama terkena kipas angin blower di ruang BP tadi. Sedangkan jaketnya ia sampirkan di atas meja yang sudah resmi menjadi bagian dari rooftop saat ia dan teman-temannya sengaja gotong jauh-jauh kerooftop dari kelas mereka.

Pandu mengeluarkan ponselnya, lalu jemarinya mengetikkan sesuatu di salah satu room chat.

killer katanya

Pandu Longsadapit:
rooftop, ga pake lama.

Ia kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celana lagi. Ia duduk di tepian rooftop. Bagi Pandu dan teman-temannya, rooftop adalah tempat penghilang steres saat di sekolah. Bukan steres karena pelajaran, melainkan karena ribuan oceh, celoteh, dan sumpah serapah dari para guru.

Lima menit kemudian, keempat cowok datang menghampiri Pandu.

"Abang Pandu masuk sekul toh, kirain enggak." sahut Jeri.

Pandu menoleh, lantas mengulas senyum tipis saat teman-teman setianya langsung merespon pesan yang ia kirim di sebuah grup chat yang ada di Line. Memang begitu mereka semua, tidak pernah yang namanya slow respond.

"Ngape lu tong, kehujanan?" sahut Habib yang baru saja duduk di meja.

"Menurut lo?" ketus Pandu.

"B aja kali sensi amat. PMS lu?"

Pandu hanya melirik sinis.

"Jadi, apa cerita hari ini?" tanya Ciko yang sudah menghidupkan sebatang rokok untuk kemudian ia nikmati sambil berduduk santai.

"Nggak jauh-jauh," Gibran menyahut.

"Iya, gue diskors lagi." ucap Pandu.

Keempat temannya hanya merespon dengan wajah datar mereka masing-masing. Mendengar pernyataan Pandu barusan sudah tidak lazim bagi mereka, Pandu memang langganan skorsing, jadi sudah tak heran jika dalam satu tahun Pandu mendapatkan skors hampir perbulannya.

"Gak bosen-bosen." ujar Gibran yang notabenenya adalah yang paling rajin masuk sekolah, plus paling peduli dengan pelajaran diantara keempat temannya.

"Bu Suk reseh." gerutu Pandu.

"Berapa hari?"

"Tiga."

KARSA DARI RASAWhere stories live. Discover now