-37-

25 2 0
                                    

Udara dingin malam ini seolah menjadi teman yang sangat manis untuk gadis yang kini tubuhnya dibungkus oleh mukena berwarna putih. Gadis itu cantik, namun sayang nasibnya tak seberuntung rupanya.

Setelah melakukan ibadah shalat Isya, Gebi memilih untuk duduk di ranjang mini kamarnya dengan masih mengenakan mukena. Ia berdiam diri, sambil sesekali meratapi seisi rumah yang ia pun bahkan tak menyangka bahwa ternyata ia bisa ada di dalam rumah sesederhana ini, bahkan harus setiap hari.

Gadis itu menghela napasnya panjang, ia mengulas senyum pahitnya saat lagi-lagi bayangan itu harus melintas di pikirannya. Hal-hal yang sebenarnya ingin sekali ia lupakan, sebab jika diingat hanya membuat lukanya tak kunjung pulih.

Ia adalah gadis yang harus menanggung beban yang sebenarnya tak mampu ia bopong sendirian, tapi apa boleh buat? Tuhan sudah menetapkannya sebagai salah satu manusia terpilih, tinggal bagaimana ia menghadapinya saja.

Dering ponsel milik Gebi memaksanya untuk meninggalkan isi kepalanya yang saat itu sedang bergelut dengan masa indahnya zaman dulu. Gadis itu segera beranjak dari duduknya, mengambil ponsel yang ada di dalam tas sekolahnya yang memang belum ia keluarkan sedari ia pulang sekolah tadi.

Sudah tertera di layar ponselnya bertuliskan,

Pandu is calling....

Melihat nama Pandu tertera di layar ponselnya, sontak membuat Gebi mengingat kejadian di rooftop beberapa jam lalu. "Cowok sialan bikin gue banyak urusan aja." umpatnya sambil berlagak ingin menonjok ponselnya sendiri.

Meski sedikit malas, namun ia harus tetap mengangkat panggilan itu; siapa tahu penting, pikirnya.

"Ya, kenapa? Ada apa?" ucapnya to the point.

"Yang karakter cool disini tuh gue, bukan lo. Jadi lo jangan ngambil peran gue dong." sahut Pandu dari seberang sana.

"Ada apa? Buruan?" tak peduli omongan Pandu, ia tetap pada peran juteknya.

"Gue cuma mau kabarin kalau Mama udah boleh pulang sama dokter, jadi sekarang Mama udah di rumah. Lo gak perlu ngerengek ke RS lagi, ngerepotin." ucap Pandu menjelaskan, sambil mencibir sedikit sih.

"Beneran?" Gebi tersenyum semringah, "yey! Alhamdulillah kalo Mama udah boleh pulang. Jemput gue dong, mau kesana!"

"Kemana?"

"Rumah lo, mau ketemu Mama."

"Gue gak lagi di rumah."

"Hah? Terus dimana?"

"Di markas, sama anak-anak."

"Wah gak waras nih manusia. Nyokap lo baru aja sembuh, baru aja pulang ke rumah, eh lo malah gak ada di rumah nemenin nyokap lo." sumpah demi apapun kali itu Gebi betul-betul jengkel dengan Pandu, ingin sekali ia memukul kepala cowok itu.

"Tadi habis dari nganterin nyokap, gue cabut karena ada urusan." ujar Pandu dengan nada datarnya, tak memedulikan cewek yang sedang bicara dengannya justru tengah emosi.

"Jadi siapa yang jagain Mama sekarang?"

"Orang gila." sahut Pandu.

"Pandu!" cowok itu benar-benar...

"Keano."

"Papa tiri lo?"

"Najis!"

Gebi menghela napasnya, "sorry."

"Lo udah makan?" Pandu justru mengalihkan obrolannya.

"Udah, tadi gue dikasih nasi goreng buatan Bude Amah."

KARSA DARI RASAWhere stories live. Discover now