-38-

27 1 0
                                    

"Sudah selesai urusan cintamu, wahai tuan muda?" celetuk Habib yang rupanya sedari tadi menyaksikan Pandu tengah senyum-senyum sendiri bersama ponselnya.

Pandu menatap Habib dengan was-was, "apaan?"

"Lo lagi chatan sama siapa sih? Seru banget kayaknya." Habib berulah lagi.

Pandu melirik kawan-kawannya yang kini sedang menatap ke arahnya dengan cuitan cuitan jahil.

"Uhuy Pak Ketu kasmaran, akhirnya!"

"Spill dong, Ndu!"

"Akhirnya es pun cair..."

"Yang Elsa atau yang Gebi?"

"Selebrasi di markas ya kalau udah jadian!!"

Pandu menggeleng-gelengkan kepalanya, tanpa ia sadar ia bibirnya tersenyum simpul.

"Ayok katanya mau pesta," kapten geng itu berdiri dari duduknya, "jangan lupa pintu dikunci." teriaknya seraya memakai jaket kebangsaannya untuk kemudian ia keluar dari markas, mengendarai motor ninja kesayangannya yang beberapa hari lalu baru saja dimodif.

Malam itu, Pandu, Gibran, Habib, Ciko, Jeri, dan beberapa anggota Geng Killer lainnya akan menghadiri acara pesta yang diadakan oleh Geng Satters. Killer diundang ke acara yang Satters bilang sih acara itu sekaligus menjadi pesta perdamaian antara Satters dan Killer.

Mereka semua konvoi menuju markas Satters. Sebelum memutuskan untuk pergi ke acara itu, Pandu sudah lebih dulu memberi bekal kepada seluruh anggota Killer untuk bersikap sebagaimana layaknya saat menghadiri pesta itu. Pandu tak ingin ada hal-hal yang tak diinginkan nanti. Sebenarnya bukan berprasangka buruk, namun mencegah lebih baik, kan?

Setelah mereka sampai di perkarangan markas Satters, mereka langsung disambut hangat oleh beberapa anggota Satters yang bertugas menyambut tamu.

Sang Kapten, Radit, keluar dari balik pintu yang terbuka lebar.

"Welcome, Killer." Radit membungkukkan badannya, kemudian tersenyum sambil memeluk Pandu dan menepuk punggung Pandu beberap kali. "Kapten Killer, Pandu Longsadapit yang terhormat. Selamat datang di acara kami."

Radit melepaskan pelukannya, kemudian menuntun Pandu dan anggota Killer lainnya untuk masuk ke dalam area dalam markas.

Di dalam, sudah banyak sekali orang yang sedang berjoget ria, sambil meminum minuman keras. Seluruh anggota Killer yang hadir pun mulai memencar, berbaur dengan anggota Satters—tetapi dengan catatan; bersikap sebagaimana layaknya. Sedangkan Pandu dan Gibran duduk di sofa bersama Radit.

"Meriah juga ya, gue kira kecil-kecilan." sahut Gibran sambil memandangi seisi ruangan.

"Yah, lagi ada aja dananya." ucap Radit terkekeh.

"Keren sih," ujar Gibran lagi, sebenarnya menyeimbangkan ucapan Radit saja, ia merasa tidak enak jika tidak memuji. "Gimana sekolah di GIS, absen aman?" tanyanya.

"Aman, soalnya di kelas gue ada yang cakep, jadi gue betah."

Pandu langsung reflek menoleh ke arah Radit, entah mengapa pikirannya saat itu tertuju pada Elsa.

"Tapi kayaknya anaknya introvert, jadi kayaknya gak cocok sama gue yang extrovert-nya keterlaluan." Radit terkekeh, tetapi tidak dengan Pandu dan Gibran.

"Siapa?" tanya Pandu mencoba untuk mengintimidasi.

Radit tersenyum, kemudian ia menuangkan wine ke dalam 3 cangkir. Ia memberikan kedua cangkir itu untuk Pandu dan Gibran, dan satu cangkir lagi untuk dirinya. "Sayangnya acara malam ini bukan untuk ngebahas cewek, bro."

Pandu segera menepis pikiran jeleknya, ia mengambil cangkir itu, disusul oleh Gibran.

"Cheers for peace?" tutur Radit seraya menyodorkan cangkirnya.

Ketiga lelaki itu bersulang sebagai tanda perdamaian mereka.

"Gak ada lagi ya ribut-ribut?" kata Radit setelah meminum wine-nya.

"Aman," sahut Pandu kemudian meneguk habis wine miliknya. "Satters waras, Killer bakal lebih waras." batinnya, matanya melirik ke arah Gibran yang sepertinya memikirkan hal yang sama.

Malam itu, semuanya berpesta ria. Meski suasana sempat sedikit gaduh dikarenakan anggota Satters terlalu berlebihan meminum alkohol, namun Pandu bersyukur karena seluruh anggota geng yang ia ketuai itu sangatlah mendengarkan petuahnya sebelum pergi ke tempat ini. Kini Pandu merasa bangga memiliki teman-teman yang berjiwa empati seperti mereka.

Tibalah di penghujung acara, selebrasi yang diadakan sangatlah meriah. Kini giliran sambutan penutup Radit yang akan mengakhiri acara ini.

Radit mengajak Pandu ke atas dj stage, untuk kemudian ia mengambil mic yang diserahkan oleh Loiz, anggota gengnya.

"Hallo, selamat malam semuanya! Sebelumnya gue mau bilang thank you banget untuk semua yang hadir pada malam hari ini karena udah ikut meramaikan acara ini. Lo semua luar biasa!" tepuk tangan yang meriah mendominasi seisi ruangan. "Dan untuk Geng Killer," Radit merangkul pundak Pandu dengan erat, "thank you juga karena udah berkenan hadir, tanpa pernah mengungkit permusuhan yang pernah terjadi di antara Satters dan Killer. Gue salut sih sama Killer, rendah hatinya beneran bikin gue sendiri pun malu karena udah pernah berbuat jahat ke Killer."

Entah mengapa, setelah bilang begitu, seluruh anggota Killer bagaikan terhipnotis dengan kata-kata Radit. Pasalnya, ucapan yang baru saja keluar dari mulut Radit seolah murni dari hati kecilnya.

Pandu menatap Radit, tersenyum simpul untuk kemudian menepuk-nepuk pundak Radit.

"Malam ini, gue mau kita semua resmi jadi saudara. Satters, Killer, gak ada lagi yang namanya saling nyerang, ribut, bacot-bacotan, gak ada! Kita semua sama, kita semua setara. Gue gak mau ada yang benci di antara kita semua, kalaupun ada mohon ketersediaannya untuk dibicarakan secara baik-baik."

Malam itu, seluruh ucapan yang Radit katakan benar-benar terasa bahwa itu semua tulus.

Radit memberi mic kepada Pandu, "bro, time is yours, mungkin ada sepatah dua patah yang mau lo sampein,"

Pandu tersenyum, mengambil mic itu untuk kemudian ia berbicara dengan lantang.

"Gue, Pandu Longsadapit, sangat berterimakasih kepada Satters, khususnya Radit—karena udah dengan senang hati mengundang gue, dan anggota Killer lainnya untuk bisa ikut memeriahkan acara Satters malam ini. Gue sebagai Kapten Killer sangat amat menghargai segala niat baik Satters, dengan adanya acara ini gue juga ingin menyampaikan tanda perdamaian dari Killer untuk Satters." Pandu mengangkat tangannya untuk kemudian mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya, "peace, love, and brotherhood!"teriaknya untuk kemudian ruangan itu dipenuhi dengan suara tepuk tangan hingga jeritan seluruh manusia di dalamnya.

Dan sudah, malam itu berlalu begitu saja. Malam yang katanya adalah malam yang penuh dengan ketulusan, kedamaian, hingga persaudaraan. Pandu berharap bahwa itu adalah awal yang baik, Pandu berharap bahwa segala pikiran baiknya saat itu akan abadi selamanya, tanpa terkecuali. Semoga.

•••

KARSA DARI RASAWhere stories live. Discover now