Jam pulang sekolah akhirnya tiba, hari pertama sekolah sudah usai di detik ini. Gebi menghela napasnya pelan, ia menggendong tas ranselnya untuk kemudian keluar kelas bersama Citra dan Hanin.
Ketiga gadis itu berjalan menuju koridor, dengan catatan; Gabi tetap menjadi pusat perhatian.
"Gue tuh risih banget tau gak sih diliatin kaya gini, serasa gue itu buronan tau gak." gerutu Gebi dengan raut wajah kesal. Ia mempercepat langkahnya.
"Eh Geb, selo dong jalannya." Citra terkekeh melihat kelakuan Gebi yang nampaknya memang benar-benar tak suka jika ia jadi pusat perhatian.
"Geb, kapan nih kita bisa main ke rumah lo?" tanya Hanin sambil memamerkan deretan gigi putihnya.
Gebi nampak memikirkan sesuatu lalu tersenyun kemudian. "Kapan aja, boleh pokoknya!" ujar Gebi terkekeh setelahnya.
"Serius nih?" seketika wajah Hanin seketika berubah menjadi sumringah, "hari ini, boleh kan?" tanyanya antusias.
Gebi pun mengangguk dengan mantap.
"Eh jangan hari ini dong, gue ada janji sama Mama gue soalnya." ujar Citra dengan bibir mengerucut.
Langkah Gebi berhenti, "janji sama nyokap?" tanyanya sambil menatap Citra.
Citra mengangguk. "Nyokap gue ngebet ngajak gue nonton End Game. Makanya dari sini, gue langsung jemput nyokap dirumah temennya." ujar Citra.
Sontak wajah Gebi berubah menjadi layu, ia menundukkan kepalanya.
"Mama gue itu kalo ada film baru selalu aja ngajak gue, gak pernah tuh mau ngajak bokap gue. Kalo kaya gini sih gimana anak gadisnya mau dapet pacar coba, ya kan?" Citra menggerutu sebal.
Hanin memukul lengan Citra pelan, "nyokap gue mah gak suka nonton, tapi dia itu juaranya kalo soal masak memasak. Gue dituntut harus bisa masak deh jadinya. Padahal kan gak bisa masak gak apa-apa, yang penting bisa makan!" seru Hanin lalu dihadiahi oleh tawanya Citra, tetapi Gebi tidak.
Gadis itu hanya tersenyum pahit lalu mengalihkan pandangannya kearah lain. "Gue balik dulu ya." ujar Gebi kemudian ia berlari kearah gerbang.
"Eh eh, Geb!"
Hanin menoleh kearah Citra, "Gebi ngapa dah?"
"Mungkin dia buru-buru." Citra mencoba berpikiran positif.
Gebi berjalan dengan cepat kearah halte, gadis itu akan menunggu taxi, bus, atau angkot terserahlah, yang sampai lebih dulu akan ia taiki untuk mengantarnya pulang kerumah.
Mobil sport putih berhenti tepat didepan halte, kaca mobil itu terbuka. Gebi hanya memutar bola matanya malas lalu mengalihkan pandangan dari mobil itu.
"Geb, ayuk naik." ujar si pengendara sedikit memekik.
Gebi tidak merespon, ia masih terus mengalihkan pandangannya kearah beribu kendaraan yang berlalu lalang dihadapannya.
"Gebi, ayuk."
Tak kunjung mendapat respon, si pengendara lantas turun dari mobilnya lalu menghampiri Gebi. "Geb, ayo pulang sama aku." ujar Elsa begitu lembut.
Kini Gebi menatap sengit kearah Elsa, "gue bisa pulang sendiri." ketusnya.
Elsa menyentuh pundak Gebi, "Geb tapi ini udah mau sore, kamu pulang sama aku aja."
Gebi menyingkirkan tangan mungil yang mendarat dipundaknya itu. "Gue bisa pulang sendiri! Lo denger gak sih?" ujar Gebi lebih ketus dari yang tadi, lalu tangannya melambai pada angkot yang baru saja melintas.

YOU ARE READING
KARSA DARI RASA
RandomPandu Longsadapit, Flat Boy yang sebelumnya tidak tahu apa arti kehidupan, sebelum akhirnya bertemu dengan Gebi Kintan Clarasya- si cewek nyebelin yang membuatnya merasa jengah jika bertemu gadis itu. Mereka saling membenci, saling beradu argumen, b...