Bab 42

40.4K 2.2K 69
                                    

Aku sedih hu hu hu
Votenya turun
😭😭😭
Ya udahlah, aku tetap bersyukur
Rejekinya sebatas itu
___________________________
.
.
.

Jadi?

Nggak?

Jadi?

Nggak?

Jadi?

Nggak?

Farren mengembuskan napasnya dalam-dalam. Mau berhitung berapa kali pun Farren tetap tidak ingin membatalkan niatnya untuk menikahi Keyra. Kalau dipikir-pikir, dia lebih baik kehilangan kekayaannya daripada kehilangan Keyra. Tapi, jika dilihat dari sudut pandang calon ibu mertuanya, kalau Farren jatuh miskin, maka secara otomatis dia pun akan kehilangan Keyra.

Dua hari sudah berlalu semenjak dia bertemu dengan calon mertuanya. Pikirannya melayang pada permintaan calon ibu mertuanya yang tergolong unik. Farren merasa yakin kalau calon ibu mertuanya hanya sedang mengujinya saja. Kalau memang begitu, Farren pantang untuk mundur.

"Hah! Pusing!" erang Farren kesekian kalinya.

"Minum obat dulu, Pak."

Lelaki itu lantas menoleh dengan kerutan di keningnya. "Memangnya kamu dokter?"

"Bukan, Pak. Saya kan sekretaris Pak Farren."

"Nah, itu kamu tau."

"Saya memang tau, Pak."

"Jangan bicara lagi, saya nggak mau dengar suara kamu."

"Jangan gitu, Pak."

"Lah? Kenapa?"

"Kan saya punya mulut, Pak. Kalau bukan untuk bicara, terus saya pakai untuk apa?"

Farren mendelik. "Untuk makan!"

"Nah, itu juga!"

"Diam, Kanya!" Farren menggosok telinganya berulang kali. "Pergi sana!"

"Baik, Pak. Tapi, beneran Pak Farren tidak mau minum obat?"

"Mau."

"Mau minum obat, Pak?"

"Mau potong gaji kamu!"

Kanya seketika bungkam. Dengan langkah perlahan dia mundur dan menghilang dari dalam ruangan. Farren berdecak kesal dibuatnya. Sekretaris macam apa yang keluar dari ruangan atasannya main melengos begitu saja tanpa pamit? Hah! Hanya Kanya yang bisa!

"Kenapa sih, Ren? Dari tadi kamu hah hih huh aja."

Oke, Farren melupakan keberadaan kekasihnya. Memang sejak dua puluh menit yang lalu Keyra datang ke ruangannya. Perempuan itu datang setelah jam kantor habis.

"Nggak apa-apa."

"Kanya mau pamit pulang lho. Tapi, kamu bentak gitu."

"Nggak ada yang bentak dia, Key. Memang begitu cara aku ngobrol sama dia."

Keyra mendelik. "Jadi, kalian tadi itu lagi ngobrol?"

Farren mengangguk polos. Lelaki itu mempersempit jaraknya dengan Keyra. Setelah menempel, ia lantas memeluk Keyra dari arah samping.

"Tadi ada karyawan yang liat kamu masuk ke sini nggak, Key?"

Keyra menggeleng. "Nggak tau. Tapi, tadi udah keliatan sepi kok."

"Aku nggak masalah kalau yang lain tau hubungan kita," balas Farren kalem. "Nanti kalau kita menikah aku mau undang semua karyawan."

Mendengar hal itu Keyra refleks mencubit bibir Farren. "Jangan sembarangan kamu! Karyawan mana yang mau kamu undang?"

My, Oh My! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang