29 : Kita dan Bintang

987 105 25
                                    

*Mohon koreksi dan kasih tau ya kalau ada typo dan salah penulisan*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Mohon koreksi dan kasih tau ya kalau ada typo dan salah penulisan*

Plis tinggalin jejak kalian dulu ya... Kasih vote dan komennya dong, biar aku makin semangat nulisnya :) ga kasian apa sama aku??😭

15 vote aku up lagi besok....

Note : baca ampe akhir ya ada spoiler


️❤️
❤️

Arabbel membalik lembaran kalender duduk yang terletak di meja belajarnya. Mencoret salah satu tanggal dengan spidol berwarna merah. Setiap ia merasakan sakit lagi, ia akan mencoret tanggal dimana sakit itu datang dengan spidol berwarna merah.

Ia beralih pada buku harian pemberian Dokter Avifah yang belum banyak terisi. Membuka dan membaca sekilas setiap lembarnya.

01 Agustus 2021 (10.05)

Sekali lagi sakit itu datang. Aku baru pertama kalinya merasakan yang seperti ini. Bahkan untuk sekali tarikan napas seperti ditusuk ribuan jarum.

Darah? Aku belum mendapatkannya keluar dari tubuhku hari ini. Aku bersyukur. Tentu saja. Satu hari tanpa darah dari tubuhku sangat berharga bagi ku.

Aku bersyukur pada Tuhan karena aku masih bisa merasakan oksigen. Jika aku bodoh aku akan berpikir 'bagaimana jika aku mati saat aku tak bisa menghirup udara tadi'. Oh ayo lah, itu hanya pikiran terbodoh yang tidak mungkin aku gunakan.

Tapi kurasa aku bisa menggunakan pikiran seperti itu jika aku tau apa penyakit ku yang sebenarnya. Dan yah, aku gak mau itu terjadi.

Aku akan tau apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Tapi bukan sekarang. Aku masih mau tenang tanpa memikirkan pengobatan-pengobatan mahal itu, dan bagaimana agar aku bisa bertahan atas penyakit yang ku derita.

Yah, lebih baik begini. Tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi aku bisa tetap tenang.

Good night

🥀🥀🥀🥀🥀

Bruukk...

"Ma— maaf, Kak." Arabbel mendongak untuk melihat wajah orang yang ia tabrak itu.

"Varro?" ucapnya dengan telapak tangan yang menutup hidung dan mulutnya. "Maaf, tadi bener-bener nggak sengaja."

Alvarro diam, tak menjawab. Ia hanya memperhatikan wajah Arabbel yang bagian bawahnya terhalang oleh tangan Arabbel.

"Aku duluan ya,Var," ucap Arabbel berjalan cepat melewati Alvarro. Sepertinya dia sedang terburu-buru.

Goresan ARABBELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang