*Mohon koreksi dan kasih tau ya kalau ada typo dan salah penulisan*
Tinggalin jejak kalian ya, komen dan vote pliiisss biar aku semangat nulisnya... Yang vote sama komen baik banget deh, suer....
❤️
❤️
❤️Arabbel masih duduk di kursi meja belajarnya sehabis menulis buku hariannya lagi. Merasa mengingat sesuatu, ia segera mengambil ponselnya untuk menelpon seseorang. Jam setengah sepuluh malam, jari lentiknya bergerak di layar ponsel untuk mencari nomor Alvarro.
Panggilan pertama tak dijawab, begitupun dengan panggilan keduanya. Arabbel berpikir sejenak, 'apa Alvarro sudah tidur?'. Tapi ia menggelengkan kepalanya kemudian mencoba menelpon Alvarro sekali lagi. Beruntungnya di detik ke tujuh panggilan itu dijawab.
"Halo, aku ganggu gak? Udah tidur, ya?"
"Tadi lagi mandi. Kenapa?"
"Lusa satu tahunnya Bang Alan kan?"
"Iya. Kenapa?"
"Ada rencana ke kuburan gak?"
"Iya, besok. Pulang sekolah."
Arabbel menyatukan kedua alisnya, "kok besok?"
"Gak papa."
"Ikut boleh gak?"
"Enggak."
"Hm, ya udah deh," ucap Arabbel. Ia juga merasa tak enak.
Tetapi di sebrang sana ia sedikit mendengar suara kekehan dari Alvarro, "boleh. Jam sebelas, ya? Besok kan gak belajar."
Mendengar itu, sontak mata Arabbel membulat, perlahan senyumnya terukir, "beneran?"
"Hmm...."
"Oke deh. Makasih ya."
"Iya."
Ya, waktu memang tak terasa cepat sekali berganti. Kini sudah bulan Desember, di mana sudah hampir pas satu tahun kepergian Alander Kaffarel Hander. Siswa siswi SMA juga sudah selesai melaksanakan ujian akhir semesternya. Sekolah mereka memang belum diliburkan. Mereka tetap masuk sekolah, tetapi tidak belajar. Hanya untuk menuntaskan beberapa nilai yang mungkin belum tuntas selama dua minggu ini.
Arabbel berjalan keluar kamar menuju kamar kedua orangtuanya. Ia membuka pintu kamar Villara dan Harry secara perlahan, menyembulkan kepalanya untuk mengintip ke dalam. "Ma?" panggilannya kemudian masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan ARABBEL
Dla nastolatków"it hurts when I make a promise" Arabbel pikir ia sudah bebas, tapi ternyata tidak. Itu semakin parah. Sesak dan kesakitan sudah menjadi makanan sehari-harinya. Bahkan darah terbuang sia-sia dari tubuhnya. 17 tahun adalah impiannya, dan baginya itu...