AAAAAA kapan nih sejak aku terakhir update. Akhirnya aku update lagi😭😭😭 aku lega banget testnya sudah selesai semuaaaaa and yup aku lolooossss😭 senang banget banget banget deh. Aku mau ngucapin terimakasih banyak banget buat kalian yang udah selalu semangatin aku baik untuk testku maupun cerita ini❤ sayang banget deeeeh.... Makasi banyak juga buat kalian yang sudah nungguin Goresan ARABBEL lanjut. Sekarang kalian udah bisa baca lagi nih😃
Aku tau mungki beberapa dari kalian ada yang udah lupa jalan ceritanya karena aku udah lama gak up. Yok monggo dibaca dulu part sebelumnya biar konek lagi. Karena jujur aku juga sempat lupa gais😭😭 aku harus baca ulang 3 part terakhir kemarin supaya gak salah salah buat nulis part ini😭
Silahkan dibacaaaaa
*Mohon koreksi dan kasih tau ya kalau ada typo dan salah penulisan*
Tinggalin jejak kalian ya, komen dan vote pliiisss biar aku semangat nulisnya... Yang vote sama komen baik banget deh, suer....
Warning : WAJIB BANGET VOTE DAN KOMEN KARENA AKU MAU DOBLE UP. KALAU KOMENNYA GAK BANYAK AKU UNDUR NIH YA😭
💜
💜
💜Arabbel perlahan mulai membuka matanya yang masih terasa berat. Pandangannya yang masih buram langsung tertuju ke atap di mana dia sedang berbaring terlentang saat ini.
Bau obat-obatan khas rumah sakit mulai memasuki indera penciumannya. Butuh waktu beberapa detik untuk ia memulihkan kembali kesadarannya. Ia menggerakkan bola matanya ke kanan. Di sebelahnya berdiri seorang dokter wanita yang tersenyum lembut padanya.
"Sudah bangun?" tanya dokter itu lembut.
Arabbel hanya diam tak memberi respon apapun. Ia mengedipkan matanya dengan lambat. Napasnya masih teratur dan sangat pelan.
"Arabbel?" panggil dokter itu pelan agar Arabbel meresponnya.
Dokter itu mengerti bahwa kesadaran Arabbel belum sepenuhnya terkumpul. Ia tidak mendesak Arabbel untuk segera meresponnya. Tapi ia tetap mengajak Arabbel berbicara pelan-pelan agar Arabbel bisa segera sadar sepenuhnya.
"Kamu lagi di rumah sakit, Cantik. Mama sama Papa lagi nunggu di luar ruangan," ucap Dokter itu.
Arabbel masih tetap diam. Di dalam kepalanya, ia masih berusaha mengingat apa yang terakhir ia lakukan dan bagaimana ia bisa pingsan.
"Ada yang mau dikasih tau? Atau masih ada yang sakit?"
Arabbel menggeleng kaku. Ia membasahi bibirnya yang terasa lumayan kering. "Mau duduk," ucapnya pelan yang hampir seperti bisikan.
Dokter itu tersenyum lembut lalu mengulur kedua tangannya untuk membantu Arabbel duduk. Tangan kirinya menahan punggung Arabbel saat seorang suster mengubah posisi kepala brankar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan ARABBEL
Novela Juvenil"it hurts when I make a promise" Arabbel pikir ia sudah bebas, tapi ternyata tidak. Itu semakin parah. Sesak dan kesakitan sudah menjadi makanan sehari-harinya. Bahkan darah terbuang sia-sia dari tubuhnya. 17 tahun adalah impiannya, dan baginya itu...