*Mohon koreksi dan kasih tau ya kalau ada typo dan salah penulisan*
Tinggalin jejak kalian ya, komen dan vote pliiisss biar aku semangat nulisnya... Yang vote sama komen baik banget deh, suer....
❤️
❤️
❤️"Eh ngomong-ngomong, ini adek-adek kita mana?" tanya Kev kepada teman-temannya saat berjalan menuju kantin.
"Adek-adek siapa?" tanya Ravenkha.
"Itu loh. Abbel, Nalla, Vanila, sama Faliya."
"Kok adek?" tanya Kenzo sambil memainkan ponselnya.
"Kan mereka adek-adek kita. Gemes banget jir."
"Mereka udah di kantin," ucap Kenzo.
🥀🥀🥀🥀🥀
"Dua lagi mana nih?" tanya Kev saat duduk di kursi kantin, berbarengan dengan teman-temannya yang lain.
"Nalla sama Abbel tadi ke toilet dulu, Kak. Tapi udah dipesenin duluan makanannya." Vanila menjawab.
Mendengar jawaban yang keluar dari mulut Vanila barusan membuat Alvarro langsung berpikir negatif. Abbel kenapa? Mimisan lagi?
"Perasaan si Abbel sering banget ilang-ilangan," ucap Attara.
Bertepatan saat makanan pesanan mereka datang, Arabbel dan Nalla pun juga masuk ke kantin ini.
"Kok lama?" tanya Vanila
"Biasa... Jangan dibahas," jawab Nalla sembari duduk di bangkunya di ikuti Arabbel di sebelahnya.
"Oooo... Gue tau," ucap Faliya dengan senyum menggodanya. "Untung gak tembus, Nal," bisik Faliya kepada Nalla yang duduk tepat di sampingnya.
"Fal, ih!" kesal Nalla tapi langsung terkekeh, begitupun dengan Arabbel
Pembicara tak jelas dari perempuan-perempuan itu menimbulkan kebingungan bagi laki-laki yang duduk di hadapan mereka.
🥀🥀🥀🥀🥀
"BANG JEVAN RUSUH BANGET IH!!!" teriak Arabbel mengejar Jevanno.
"Jangan lari-larian! ya ampun pusing Mama kalian bikin," ucap Villara melihat kedua anaknya berlari menuruni tangga.
"Ma, Abbel, Ma...." Jevanno bersembunyi di belakang tubuh Villara.
"Bang, ih. Balikin!" Arabbel berusaha merebut ponsel miliknya dari tangan Jevanno.
Tarik menarik antara kedua anaknya itu membuat Villara susah mengimbangi tubuhnya. Ia berusaha melepaskan pelukan Jevanno dari belakang yang membuatnya bergerak memutar ke kiri dan kanan akibat tarikan Jevanno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan ARABBEL
Teen Fiction"it hurts when I make a promise" Arabbel pikir ia sudah bebas, tapi ternyata tidak. Itu semakin parah. Sesak dan kesakitan sudah menjadi makanan sehari-harinya. Bahkan darah terbuang sia-sia dari tubuhnya. 17 tahun adalah impiannya, dan baginya itu...