TIGA

1.9K 147 7
                                    

Hai,ges. Balik lagi, yah?😂

Cusss baca

---HAPPY READING---

🔆 Masih Pantas 🔆

Melelahkan. Mengingat hari ini adalah hari terakhir MOS untuk kelas 10. Kegiatan kerja bakti menjadi kegiatan terakhir untuk peserta MOS yang selama 3 hari ini dibimbing para OSIS. Selain untuk mengenal lingkungan sekolah mereka juga menjaga kebersihan lingkungan yang nanti menjadi tempat mereka belajar.

Ditambah pelaksanaan apel penutupan MOS yang dilakukan di saat siang hari. Serta kegiatan ekstrakurikuler yang Garlan ikuti membuatnya langsung jatuh ke tempat tidurnya.

Senyuman Gina terlintas begitu saja ketika ia menutup matanya. Siapa sangka dirinya juga ikut tersenyum mengingat wajah ayu sang mantan. "Cantik," ucap Garlan.

Namun, untuk apa dirinya memikirkan Gina?

Entahlah, mengingat kejadian di pojok perpustakaan tempo hari membuat sesuatu dalam dirinya terasa begitu aneh. Usapan lembut cewek itu di dahi dan pipinya mengingatkan kejadian di mana dirinya sakit saat mereka masih bertunangan dulu.

Meskipun kejadian kemarin karena pemikiran konyol Gina yang mengira Garlan demam karena ucapannya yang terlalu percaya diri.

Perasaan sesalnya selalu menyelimuti setelah dirinya memutuskan Gina dulu. Tetapi mau bagaimana lagi?

Nasi sudah menjadi bubur, penyesalannya pun tidak bisa Garlan kubur.

Percayalah, meskipun ada rasa lega dalam dirinya setelah keputusan itu. Rasa sesal juga turut mendominasi dalam diri Garlan.

Tok tok tok!

"Tuan udah pulang, Den. Bik Sus disuruh manggil aden buat makan malam," ucap Bik Sus saat pintu sudah terbuka.

"Suruh tunggu tujuh menit lagi, Bik. Nanti Garlan turun," balas Garlan yang diangguki Bik Sus.

Bik Sus lantas menyampaikan pesan anak majikannya itu. Membuat seorang lelaki paruh baya mengangguk. Tersenyum seraya menggeleng mengingat waktu 7 menit, waktu yang selalu Garlan gunakan untuk mandi. "Bener-bener nggak berubah," ucap lelaki itu diakhiri tawa kecilnya.

Tama Brastian. Duda tampan, kayanya setara sultan yang merupakan ayah dari seorang Garlan Brastian.

Tangannya terulur mengusap kursi yang ada di dekatnya. Mengingat kursi itu Tama kembali mengingat mendiang istrinya yang selalu duduk menemaninya di meja makan.

"Sudah bertahun-tahun kamu tinggalkan saya, cinta."

"Waseeeekkk! Udah main cinta-cintaan aja nih sama kursi. Sibuk mikirin kerjaan jangan sampe halu dong, Pi." Dengan kurang ajarnya Garlan berucap. Dirinya yang datang tiba-tiba sempat membuat Tama terkejut.

"Kurang ajarnya dikurangin! Udah gede juga masih aja begitu," tutur Tama menasehati.

"Maklum, nggak ada yang ngajar."

Tama tersenyum kecut mendengar penuturan anaknya. Mengingat dirinya yang selalu sibuk kerja semenjak istrinya meninggal membuat anaknya kurang akan perhatian dan kasih sayang. "Maafin papi ya, nak," ucap Tama menepuk pundak Garlan.

Garlan mengurungkan niatnya untuk mengambil nasi. Menoleh ke arah Papinya dengan senyuman. "Garlan ngerti, Pi. Hasil kerja Papi 'kan Garlan yang nikmatin. Maksud Garlan bukan begitu, tapi tadi itu di kelas nggak ada yang ngajar karena gurunya pada rapat semua. Maaf kalau papi tersinggung," jelas Garlan.

Kejar Mantan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang