EMPAT PULUH SATU

675 35 1
                                    

Hai, ges. Balik lagi, yah?😂

Cusss baca

---HAPPY READING---

🔆 Jalur Hati 🔆

"Gue lurusin, ya, Gin. Emang sahabat gue yang ini kalo cemburu nggak bisa dikontrol. Dan mungkin lo masih inget soal itu. Dia salah. Sangat salah menurut gue. Gue sebagai sahabat yang baik hati dan tidak sombong juga udah ingetin," ucap Arlan. Tak lupa menyombongkan dirinya.

"Tapi sebagai manusia lo juga tahu. Bukan setiap manusia pernah melakukan kesalahan, melainkan manusia melakukan kesalahan karena keadaan. Dan terkadang juga sebab kesalahan nggak bisa dikontrol kalo mainnya udah sampek ke jalur hati," imbuh cowok itu.

Percakapan itu masih berlanjut. Ketika Arlan membeberkan bahwa penyebab kecelakaan yang dialami Yudhis adalah Garlan.

"Tapi nggak segitunya juga, Kak," tukas Gina.

"Dan nggak segitunya lo main pergi sampek ke sini kalo nggak soal jalur hati."

Diam. Kalimat Arlan membuat Gina kalah telak. "Dan pada akhirnya lo sendiri yang tersiksa. Begitupun Garlan, dirinya juga kesiksa, kepikiran soal kesalahannya ke Yudhis."

"Lan. Nggak usah ngungkit soal itu."

"Lo sendiri yang mancing gue buat jelasin semuanya." Arlan langsung berdiri. "Gue kebelet, toilet mana, Gin?"

Gina lantas menunjukkan letak toilet di rumahnya. Dan sekarang hanya pasangan mantan itu yang masih duduk di tempat yang sama.

Gina menggigit bibirnya membuat tangan Garlan melepaskan gigitan itu. Matanya memandang wajah yang berbulan-bulan tidak dapat ia lihat.

"Gue ke sini bukan mau bahas soal apapun tentang Yudhis," ucap Garlan. "Gue ke sini cuman mau mengajukan permintaan." Imbuhnya.

Garlan menjeda dan menghela napas untuk ke sekian kali. "Tapi sebelumnya gue mau tanya sama lo."

Gina diam, tak menyahuti ucapan yang barusan dia dengar.

"Apa hubungan yang gue bangun beberapa bulan lalu untuk memperbaiki putusnya hubungan satu tahun lalu masih lo anggap? Apa masih ada perasaan cinta, sayang lo ke gue? Atau cuman sisa rasa kecewa karena ucapan Adysti dan fakta yang lo denger tadi?"

Gina bingung. Pertanyaan Garlan terlalu banyak membuatnya sulit menjawab. Lagipula dia sudah mendengar penjelasan apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa cowok itu harus bertanya? Yang pada akhirnya membuat Gina bingung kalau seperti ini. "Kak--"

"Butuh waktu?" Garlan langsung menyela. Seakan tahu apa yang akan dikatakan cewek di dhadapannya. "Kalau butuh waktu ngomong aja, Gin. Dan ngomong juga waktu yang lo butuhin lama atau nggak?"

Gina menatap Garlan yang menatapnya dengan sorot tajam. Itulah yang Gina tangkap dan Gina rasakan dari tatapan itu.

"Papi kasih kesempatan buat gue kuliah ke Berlin. Dan semisal lo membutuhkan waktu lama. Jujur, bukan hanya menerima kesempatan itu." Garlan memandang ke arah lain. Seolah untuk mengatakan sesuatu tetapi tidak sanggup jika harus mengucap dengan menatap sang mantan.

"Gue juga bakal lupain semuanya karena gue gak mau lagi nungguin yang nggak pasti. Mungkin akhir usaha gue bisa dikatakan dengan hasil yang minus." Cowok itu kemudian tersenyum dan menatap Gina lagi setelah ucapannya selesai.

🔻🔺️🔻

Gina mengangkat telepon setelah selesai sarapan pagi ini. Sang mama sudah berangkat bekerja beberapa menit yang lalu. Tertera nama Papi Garlan yang tak lain dan tak bukan adalah Tama, pria yang sudah menganggap dirinya sebagai anaknya sendiri.

Kejar Mantan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang