4🌻Kampus

1.2K 91 0
                                    

Dion mengantarku sampai depan pintu kelas. Kebetulan suasana kampus belum terlalu ramai, ia memberanikan diri memelukku dengan erat.
"Aku turut berduka cita ya Sha, maaf nggak bisa nemenin kamu di pemakamannya Kak Irene," lirihnya dengan tatapan yang penuh rasa bersalah.

Perlahan ku lepas pelukannya.
"Iya nggak apa-apa Yon, aku udah sedikit lebih tenang kok."

"Aku masuk kelas dulu ya Sha," pamitnya.

"Iya sana, makasi udah jemput aku."

Dion kemudian beranjak pergi setelah mengusap pucuk kepalaku.

Dari depan sana Jordy sedang berjalan menuju ruangannya. Aku melihat Dion menyapanya dengan sepintas setelah itu Jordy hanya tersenyum tipis, ia juga melewatiku begitu saja. Tatapannya sulit diartikan. Bagus, dengan sikapnya yang terlihat biasa saja membuatku sedikit lega karena aku tak mau warga kampus tahu kami akan menikah.

"Ashaaaaa!"
Giselle yang baru saja datang segera memelukku dengan erat. Giselle adalah sahabatku, sifatnya periang, kritis dan  penyayang.
"Sha jangan sedih lagi ya, ada kita-kita disini. Kak Irene pasti udah bahagia disana," ucapnya dengan tatapan sendu.

"Makasi ya Sell, gue udah aga baikan kok." jawabku.

"Lo tadi dijemput Dion Sha?" tanya Marvel antusias. Marvel ini receh yang tak tau tempat alias mudah tertawa, tapi suara dan permainan gitarnya mampu menghipnotis telinga siapa saja yang mendengarnya.

"Iya."
aku mengangguk dengan penuh kebahagiaan.

"Wuihhh makin mesra aja nih, lulus langsung lamaran dong hahaha." Jevano kemudian tertawa sampai matanya berbentuk bulan sabit.
Jevano juga sahabatku, laki-laki famous ini memiliki sifat lebih dewasa diantara aku, Giselle dan Marvel.

Aku hanya bisa tersenyum datar. Itu yang ku inginkan, tapi rasanya sulit untuk diwujudkan. Mengingat status ku kini sebagai calon istri dari Jordy Dosen sekaligus kakak iparku.








🌻🌻🌻

"Sha!"

Aku menoleh saat panggilan seseorang menginterupsi pendengaranku. Orang itu berlari kecil ke arahku.

"Sel, Marv, Jev duluan aja gih gue ada perlu sebentar," titahku, kemudian ketiga sahabatku mengangguk lalu pergi lebih dulu menuju kantin.

Kini hanya ada aku dan Jordy, sesekali aku memperhatikan mahasiswa yang berlalu lalang. Aku tak mau sampai ada yang curiga.

"Ada apa?" tanyaku.

"Mau makan siang bareng?"

Aku memutar bola mata malas.
"Mau pamer kalau kita—"

"Minimal kita harus kenal lebih dekat Sha," ucap Jordy. Terlihat jelas tatapan penuh harap dikedua matanya, tapi hatiku belum bisa menerima itu.

"Ya nggak usah deket-deketan juga, apalagi sampe makan bareng. Nanti warga kampus curiga," protesku.

Ekspresi wajah Jordy terlihat pasrah menerima penolakanku, kemudian ia menghela napas pelan.

"Oke maaf Sha," ucapnya.

Sebelum aku meninggalkan Jordy, aku menoleh lagi ke arahnya. "Pulang juga nggak usah bareng, aku masih punya pacar!" Setelah mengucapkan itu akupun langsung pergi meninggalkan Jordy yang masih terdiam di tempatnya.

Tawanan Cinta Kakak Ipar | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang