13🌻Dion

716 68 0
                                    

"Berantem lagi sama Pak Jordy?" sambut Dion di ambang pintu Apartment nya. Aku hanya mengangguk dalam pelukannya.

Iya, malam ini aku memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah melainkan ke Apartment Dion terlebih dahulu.

Kami duduk di ruang tamu. Dion menyodorkan segelas air putih sambil menenangkanku yang masih sedikit terisak.

"Berantem kenapa hmm?" tanya nya sambil mengusap rambutku yang sedikit berantakan.

"Dia ninggalin aku Yon lebih milih pergi sama temennya, trus aku disuruh pulang bawa mobil sendiri," lirihku.

"Kamu nggk ada niat untuk pindah aja dari sana Sha?"

Pundakku lemas, bingung harus menjawab apa. Pindah adalah keinginanku, tapi keadaan tak mengizinkan itu.
"Nggak boleh sama mama Yon."

Dion tersenyum tipis.
"Trus tadi temen yang dia anter cewek?"

Aku mengangguk sebagai jawabannya. Semoga saja anggukan ini tidak disalah artikan oleh Dion.

Kemudian Dion menarik tubuhku ke dalam pelukannya.
"Nanti kita pulang bareng, kebetulan aku nggak bawa kendaraan kesini tadi siang. Malam ini aku mau pulang ke rumah mama."

Aku mengangguk lagi. Ku pandang wajah Dion yang sangat teduh, sifatnya juga lembut. Selama kami menjalankan hubungan, tak pernah keluar kata-kata kasar dari mulutnya. Jika marah ia lebih memilih untuk diam dan keesokan harinya sudah kembali baikan. Itulah yang membuatku selalu nyaman berbagi cerita apapun dengannya.

Dion melepaskan pelukannya lalu menatapku dengan sendu.
"Sha, apa kita akan berjodoh selamanya?"

Pertanyaan itu bak pisau yang menusuk jantungku. Membayangkannya saja aku merasa nyeri.

"Kok tiba-tiba nanya gitu Yon?" tanyaku heran.

Dion tersenyum tipis.
"Nggak apa-apa, akhir-akhir ini aku mendadak sering mikirin hal itu," ujarnya.

Lagi-lagi sesak yang kurasa.
Pandanganku tertuju pada jendela yang terbuka. Banyak bintang-bintang dilangit sana.

"Jodoh, maut dan rezeki itu rahasia Tuhan Yon. Kita nggak tau seperti apa nanti. Yang terpenting selama kita bersama, kita selalu berusaha memberikan hal-hal baik untuk orang yang kita sayang. Karena biasanya, kita akan menyesal jika orang itu sudah tidak ada lagi di sisi kita."

Dion menatap ku. Perlahan ia mulai mengikis jarak antara wajah kami.
Dion mengecup bibirku yang kemudian berubah jadi sebuah lumatan dan akupun membalasnya.

Pinggangku ditarik dengan lembut agar lebih mendekat, kedua tanganku diarahkan untuk mengalungi tengkuknya.

Lumatan romantis tanpa nafsu yang menggebu, itulah yang selalu ku rasakan bersamanya.

Rasa kesalku hilang dalam sekejap, kini yang ku rasakan hanyalah debaran jantung yang begitu cepat.

Tak lama kemudian kamipun saling melepaskan.

"I love you Narasha," lirihnya yang kemudian mengecup bibirku lagi dengan sepintas.

"I love you too Dion ku." Ku kecup keningnya singkat.
"Dion, andai nanti terjadi sesuatu, ada hal yang harus kamu tau, itu terjadi bukan atas kehendakku."

Dion mengangguk sepertinya ia mengerti apa maksudku.
"Kita berjuang sama-sama Sha."

Biarkan kami merasakan ini. Biarkan kami menikmati ini.
Biarkan kami melampiaskan rasa yang mungkin saja nanti tak akan bisa disatukan lagi.
























🌻🌻🌻

Waktu menunjukkan pukul setengah dua belas malam ketika aku baru saja sampai di rumah. Sengaja memang aku menghabiskan waktu di apartmen Dion agar Jordy tahu kalau aku memiliki kekasih jadi tak akan sakit jika ia memilih bersama wanita itu.

Ku buka pintu utama sambil menenteng tiga kantong belanjaan yang cukup besar. Jordy sedang berkacak pinggang di dekat meja ruang tengah.

"Dari mana? Saya kan minta kamu untuk pulang bukan kelayapan!" dengus Jordy dengan wajah kesalnya. Apa begitu caranya menyambut calon istri setelah memilih mengantar wanita lain?

Ku letakkan semua kantong belanjaan diatas meja makan dan berusaha untuk tidak menghiraukannya.

"Narasha, saya lagi bicara sama kamu!" Jordy mulai meninggikan suaranya.

"Aku capek Pak mau tidur, males berdebat," jawab ku dengan lemas sembari menaiki anak tangga.

Belum sempat melangkah lagi, Jordy meraih lenganku.
"Kamu dari mana Sha? saya khawatir." Suara Jordy melemah.

"Dari Apartment Dion," jawabku dengan ekspresi datar.

Jordy mengernyitkan dahinya, setelah itu ia mendengus kasar.
"Malam-malam gini mampir ke Apartment laki-laki?"

"Bapak aja bisa ke rumah perempuan lain kenapa aku nggak boleh ke Apartment pacarku sendiri?"

"Wendy perempuan, rawan mengendarai mobil sendiri dengan jarak yang cukup jauh Sha."

Rahangku mengeras rasanya ingin ku tampar mulut laki-laki yang kini ada dihadapanku, tapi akhirnya aku hanya menyilangkan tangan di dada.

"Trus bapak nganggap aku apa hah? Aku juga perempuan dan bapak nyuruh aku pulang bawa mobil sendiri!"

Jordy terdiam kemudian memijat pangkal hidungnya, dia terlihat sangat frustasi.

"Maaf Sha saya cuma—"

"Udahlah aku capek." Segera ku langkahkan kaki untuk pergi dari hadapannya. Lelah jika harus berdebat di tengah malam seperti ini.

"Wendy cinta pertama saya, tapi kami hanya berteman dari dulu," ucapnya tiba-tiba saat aku memijak anak tangga kedua.

"Oo pantes, kangen ya udah lama nggak ketemu?" cibirku seraya melanjutkan langkah menaiki anak tangga menuju kamar.

"Sha, kamu salah faham."

Aku hanya membalas ucapannya dengan acungan ibu jari.

Kembalilah padanya Jo jika itu yang kau inginkan sebelum hatiku terikat padamu.










🌻🌻🌻

Ada yang bilang seorang perempuan itu adalah stalker terbaik. Iya benar, malam ini dengan rajinnya aku menelusuri follower Instagram Jordy mencari akun Wendy dan akhirnya ketemu.

Tak ada foto Jordy disana, tapi ada foto dua tangan yang saling berpautan dengan cincin yang sama. Apa itu tangan Jordy dan Wendy? Entahlah bukan urusanku.

Aku pikir ada baiknya juga. Kehadiran Wendy bisa saja membuat Jordy berpaling lagi padanya dan melupakan perjodohan kami, tapi tunggu kenapa rasanya aku tidak sepenuhnya terima jika itu terjadi?

.
.
.
.
.
Bersambung

Tawanan Cinta Kakak Ipar | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang