38🌻Berakhir

983 58 8
                                    

Jordy mengusap pucuk kepala seorang pasien wanita yang kini sedang terbaring lemas di dalam ruang rawat inap. Hatinya tak karuan, belum selesai satu masalah harus ada masalah lainnya yang ia hadapi.

"Jo," lirih pasien itu seraya membuka matanya perlahan.

"Iya aku disini, kamu istirahat aja Wen."

"Perut ku mual," lirihnya lagi.

Jordy tersenyum seraya mengelus pelan perut Wendy.
"Ha baby jangan nakal ya di dalam perut Mama."

"Jo, apa kita nggak bisa bersama?" Wendy dengan tatapan sendunya.

Jordy tertunduk lemas, kedua tangannya mengepal.
"Maaf Wen, aku nggak bisa ninggalin Asha"

















🌻🌻🌻

Aku, Jevano, Marvel dan Giselle hanya bisa menatap sendu Ibunda Giselle yang sedang terbaring lemah di atas tempat tidur rawat inapnya. Berkali-kali kami menenangkan Giselle agar tetap kuat.

Aku baru tahu orang tua Giselle sakit ketika selesai mata kuliah jam pertama. Marvel yang memberi kabar tersebut. Akhirnya aku dan Jevano memutuskan untuk segera datang menjenguk, sedangkan Marvel sudah ada di rumah sakit lebih dulu menemani Giselle.

"Gue ke toilet dulu ya," bisikku dan mendapat respon anggukan dari mereka.

Aroma khas rumah sakit membuat kepalaku sedikit pusing, perutku mual mungkin efek karena pagi ini aku belum sarapan.

Selesai dari toilet aku bergegas kembali menuju kamar rawat inap orang tua Giselle.

Ku pandangi satu persatu pintu kamar rawat inap pasien lain. Ada yang sedang di bersihkan ada juga yang sedang dikunjungi kerabatnya. Terlihat jelas pemandangan di dalam sana karena setiap pintu kamar ada bagian kacanya, sehingga kita bisa melihat suasana di setiap kamar pasien.

Langkahku terhenti di depan salah satu kamar. Aku melihat pria yang setiap harinya tinggal bersamaku, bermanja-manja serta memanjakanku kini sedang merawat salah satu pasien di dalam sana.

Ku mainkan jemari ku pada layar ponsel mencoba untuk menghubunginya. Tanganku gemetar dan kedua mataku mulai memanas, aku melihat dia sangat telaten merawat seorang wanita yang sedang terbaring lemas di sampingnya.

Pria yang statusnya adalah suamiku itu kemudian menatap layar ponselnya lalu ia masukan kembali ke dalam sakunya. Terdengar jelas nada sibuk di ponselku. Satu butir cairan bening lolos dari mataku.

Jordy menolak panggilan telepon dariku.
Dia pandai menjaga hati Wendy, tapi mengabaikan perasaanku.

"Permisi Suster, pasien di dalam sana sakit apa ya saya temannya, tapi belum berani masuk," tanyaku tiba-tiba kepada seorang perawat yang sedang lewat.

"Oo itu mabuk parah lagi hamil muda," jawab perawat tersebut lalu pamit pergi.

Tubuh dan hatiku rasanya hancur bak tersambar petir di siang hari.

Kuremas ponsel yang berada di genggamanku. Tangisku tak bisa dibendung lagi. Ini sudah cukup, aku tak mau mencari tahu lagi tentang mereka.

Wendi hamil dan Jordy sekarang sedang merawatnya.

Asha
Jevan sorry gue pulang duluan ya ada urusan mendadak, salam buat Giselle, Marvel dan mamanya Giselle

Jevano
Ya udah hati-hati Sha kalau ada apa-apa call gue

Langkah kaki ku percepat, tak lupa sepanjang lorong rumah sakit aku terus mengusap air mata. Banyak orang yang melihat mungkin mereka mengira aku sedang berduka kehilangan pasien di rumah sakit ini.

Tawanan Cinta Kakak Ipar | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang