5🌻Perjodohan

1K 90 4
                                    

Hari libur ini aku niatkan untuk berkunjung terlebih dahulu ke rumah orang tuaku. Setelah itu baru akan pergi kencan dengan Dion.

"Sarapan dulu Sha," sambut Jordy dari arah meja makan.

Aku masih menuruni anak tangga dengan penampilan yang sudah rapih.
Mengingat kejadian semalam, membuatku malas untuk menanggapinya. Aku memilih untuk berlalu begitu saja.

"Sha, sarapan dulu kamu mau kemana? saya antar."

Aku menghelas napas kasar lalu menoleh ke arah Jordy yang kini sedang berdiri di dekat meja makan.
"Aku mau ngedate sama Dion, kakak mau jadi obat nyamuk ?" tanyaku sinis.

Jordy berjalan mendekatiku lalu melipat kedua tangannya di dada.
"Nggak masalah," jawabnya dengan santai.

"Konyol, nggak usah sok perhatian mentang-mentang semalem aku chat minta bawain makanan. Aku terpaksa karena laper. Lagipula kita udah bukan siapa-siapa lagi."

Belum sempat kaki ini melangkah, Jordy sudah menahan pergelangan tanganku.

"Orang lain?" tanyanya kesal, salah satu alisnya terangkat.

"Iya orang lain, kenapa? Kita terikat tali persaudaraan karena Kak Irene. Sekarang Kak Irene nggak ada kita bukan siapa-siapa lagi."

"Kita CALON SUAMI ISTRI ASHA!"

Sontak akupun terkejut dengan pernyataan Jordy itu. Bahuku lemas. Namun, kedua tanganku sudah mengepal. Baru beberapa hari dia sudah berani membentakku.

"Jangan bercanda Pak Jordy yang terhormat!" tantangku.

"Saya nggak bercanda, itu yang orang tua dan kakak kamu minta."

"Ya udah kita tolak aja, susah banget si."

"Silakan, kalau kamu mau bikin Irene nangis disana."

Tanpa berkata apa-apa lagi aku bergegas pergi meninggalkannya begitu saja.

Tak habis pikir kenapa ia berani mengatakan itu tanpa mendiskusikannya dengan ku terlebih dahulu. Apa katanya tadi, calon suami istri? Cih, wanita mana yang mau dibentak. Jangankan menikah, jadi pacarnyapun aku enggan. Dion jauh lebih baik darinya.

Sepanjang perjalanan hatiku kalut. Ucapan Jordy yang menyebutkan kami adalah calon suami istri terngiang-ngiang di telingaku dan aku tak bisa menahan tangis karena mengingat wajah Dion juga kak Irene saat ini.














🌻🌻🌻

Belum ada ungkapan saling rindu, aku malah memulainya dengan perdebatan.

"Pah ,Mah ini nggak adil buat aku. Masa aku nikah sama Jordy," rengek ku.

"Dia laki-laki baik Sha, mendiang kakak kamu sudah membuktikan itu," tutur Papa.

"Terus kenapa harus turun ke aku. Apa kata orang Mah Pah. Dia Dosen aku sekaligus mantan kakak ipar dan aku punya pilihan sendiri," rengekku lagi dihadapan Mama dan Papa.

"Jangan dengerin kata orang. Tidak ada penolakan kamu harus terima!"

Tangisku akhirnya mulai pecah. Tak perduli dengan usiaku kini, aku terus meronta ronta di sofa ruang keluarga. Aku tak terima menjalani perjodohan ini, aku tak sanggup menikah dengan Jordy, aku tak sanggup berpisah dengan Dion, tapi aku juga tak sanggup menolak permintaan kak Irene.

Kenapa masa depan tak bisa terlihat indah, selalu saja diatur seperti ini. Dulu juga hampir saja aku dijodohkan dengan anak teman Papa, tapi beruntung Kak Irene hamil jadi dia yang harus lebih dulu menikah.

Tanpa berbicara apa-apa lagi, aku kembali melangkahkan kaki keluar dari rumah orang tuaku sendiri untuk bergegas menuju Apartment Dion, karena biasanya beberapa hari sekali Dion akan tinggal di Apartment bukan di rumah orang tuanya.










🌻🌻🌻

"Dion."
Aku menangis seraya memeluk Dion diambang pintu Apartmentnya.

"Kamu kenapa Sha, ada masalah apa hmm?" Dion membawaku masuk tanpa melepaskan pelukannya, pintu apartmen ia tutup menggunakan kakinya karena kedua lengannya sibuk merengkuh tubuhku.

"Abis berdebat sama Papa Mama," rengekku.

"Ini minum dulu." Dion menyodorkan segelas air putih kepadaku setelah kami sama-sama duduk di kursi ruang tamu. Salah satu lengannya mengusap-usap punggungku dengan lembut.

Dion laki-laki yang sangat sabar dalam menghadapi segala tingkah laku ku selama ini. Maka dari itu hubungan kami sudah bertahan hampir dua tahun. Bagaimana bisa aku tega menghancurkan harapan laki-laki baik ini yang ingin menikahiku nantinya.

Hubungan kami tidak sempurna, masalah pasti ada, tapi kami selalu bisa mengatasinya.

Ku peluk Dion dengan erat, rasa takut kehilangannya mulai menggerogoti pikiranku.
"Jangan lepas Yon, biarin aku gini dulu," pintaku dengan nada lirih.

"Aku akan selalu ada disamping kamu Sha, jangan khawatir."
Dion melepaskan pelukannya lalu mengecup bibirku cukup lama. Tak ada lumatan hanya sebuah kecupan sebagai penenang bagiku.

.
.
.
.
.
Bersambung

Tawanan Cinta Kakak Ipar | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang