24🌻Wedding Day

826 63 1
                                    

Aku berdiri anggun di hadapan cermin besar di salah satu kamar Hotel. Lalu kembali duduk merenungi apa keputusanku hari ini sudah benar.

Ku pandangi diriku yang memakai Gaun cantik dengan sentuhan makeup sederhana. Namun, bisa membuat wajahku terlihat berbeda, tapi sayangnya ada satu yang hilang, yaitu senyumku.

Sulit sekali rasanya ingin tersenyum.
Apa keputusan ini sudah benar?
Kata-kata itu yang terus terngiang di kepalaku.

Sesekali aku menatap ke arah jendela yang berada di sebelah kananku. Aku iri melihat burung-burung yang bebas berterbangan diatas sana.

Hari pernikahan adalah hari bahagia bagi sebagian banyak pasangan,  tapi tidak bagiku. Aku masih bingung dengan jalan hidup yang aku hadapi, tak bisa kah aku berontak?

Semoga aku tak akan menyesal nantinya.

Beberapa kali aku menarik dan mengembuskan napas panjang sambil sesekali memutar pandangan untuk menahan tangis.

"Lo cantik banget Sha " ucap Giselle yang sedari tadi setia menemaniku di kamar ini.

Tak lupa Marvel pun ada.
"Duh adek gue udah mau nikah aja, jangan banyak bengong ya fokus belajar buat ngadepin wisuda sama fokus ke suami juga " ucapnya

Jevano hanya terdiam sambil tersenyum ke arah kami.
Lalu mereka bertiga segera memelukku.

Netraku menatap ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka.

Aku terkejut saat melihat seseorang yang sangat ku kenal sedang berdiri disana sambil tersenyum ke arahku.

"Dion?"

Bukankah aku tak mengundangnya? Dari siapa dia tahu kalau aku dan Jordy menikah hari ini?

"Kamu cantik Sha," ucapnya sambil berjalan memasuki kamar.

Giselle, Jevano dan Marvel mundur beberapa langkah untuk memberi ruang pada kami.

"Dion?" Kedua mataku memanas menyebut namanya.

Dion berdiri tepat dihadapanku.

"Gaun ini cocok dipakai kamu."

Aku tahu apa arti tatapan Dion, dia sedang merasakan kehancuran sama seperti yang aku rasakan.

"Dion." Tetesan bening lolos di kedua mataku.

"Ssstt jangan nangis nanti make up nya luntur." Tanganya mengusap lembut kedua pipiku

"Kamu tahu dari mana kalau hari ini aku--"

Jordy bertahan diambang pintu. Ia masih menatap ke arah kami dan aku tak perduli dengan itu.
Aku terus menggenggam kedua tangan Dion. Hatiku rasanya sesak melihat Dion berada disini sekarang.

"Sha, aku bahagia lihat kamu bahagia. Aku yakin Pak Jordy pasangan yang terbaik untuk kamu."

"Yon." Aku menggelengkan kepala tak setuju dengan perkataannya tadi.
Mataku yang sudah basah tak henti-henti nya menatap wajah Dion yang terlihat senyum terpaksa.

"Kamu sebentar lagi menyandang status sebagai istri, sudah harusnya kita akhiri semuanya ya," ucap Dion sambil tersenyum miris.

Aku menggenggam erat kedua lengan Dion. Air mataku terus mengalir.
Rasanya genggaman ini tak ingin ku lepas sampai kapanpun.

"Nggak Yon, jangan sekarang," lirihku sambil menunduk dan terisak.

"Aku nggak mungkin pacaran sama istri orang lain."
Dion mengangkat wajahku perlahan agar aku menatapnya lagi.

"Terima kasih selama ini kamu udah jadi pacar yang baik dan perempuan spesial yang nggak akan aku lupain. Hari ini aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita, Sha."

"Dion jangan, aku belum siap."
Tangisku semakin membuat dada terasa sesak setelah mendengar ucapan Dion. Jika seperti ini, hati kami akan hancur bersamaan.

"Sini peluk aku untuk yang terakhir kalinya sebelum kamu resmi jadi istrinya Pak Jordy."

Aku memeluknya erat. Jas yang dikenakan Dion sudah basah terkena air mataku.

Langit serasa runtuh, tubuhku terasa disambar petir di siang hari mendengar Dion memutuskan hubungan kami yang sudah berjalan hampir dua tahun.

Wajahku masih tenggelam dalam dekapannya. Aku memang ingin Dion yang menyatakan putus lebih dulu, tapi kenyataanya hatiku belum siap menerima.

Dion melepaskan pelukannya.
"Aku pamit ya Sha," ucapnya.

Lenganku masih menggenggam lengannya lalu ia lepaskan perlahan.
"Yon jangan pergi," isakku sambil menggelengkan kepala.

Dion tetap meninggalkan ruanganku.

Air mata menetes dikedua pipinya saat menuju pintu. Namun, dia hapus dengan segera.

Aku mulai menahan tangis dan kini hanya tinggal sisa isakan kecil.

Giselle membantuku untuk men touch up wajahku lagi. Wajahku memerah dan mataku sembab.
Aku melihat Giselle pun sedikit mengeluarkan air mata. Dia sahabat terbaik bisa mengerti apa yang aku rasakan. Begitu juga Marvel yang masih mematung disana, Marvel sempat meminta waktu kepada Jordy untuk menunda acara karena suasana hatiku masih buruk.

"Sabar Sha," ucap Jevano yang sedari tadi mencoba menenangkanku.

Jordy sejak tadi memperhatikan percakapan ku dengan Dion. Ia sempat menahan mama untuk masuk karena masih ada Dion di dalam.










_______________

Behind story

Saat jam istirahat tiba, Jordy memanggil Dion ke ruangannya. Dion masih mengenakan seragam basket.

"Duduk Yon," titah Jordy.

Dion duduk berhadapan dengan meja Jordy.

"Besok lusa saya dan Asha akan menikah."

"Bapak yakin?"

"Yakin apa?"

"Asha akan bahagia."

"Butuh waktu dan saya akan berusaha untuk itu."

"Tapi Asha tidak mau pisah dari saya," ucap Dion santai.

"Dia hanya sedang bingung cara memutuskan hubungan kalian."

Dion beranjak dari duduknya ingin meninggalkan ruangan. Sebelum membuka pintu Jordy kembali berkata.

"Saya yakin kamu pria baik-baik yang tidak akan mau berpacaran dengan istri orang lain. Tolong bantu agar Asha tidak bingung lagi dengan keputusannya dan cuma kamu yang bisa melakukan itu."

Dion keluar dari ruangan Jordy diiringi suara bantingan pintu.

.
.
.
.
.
Bersambung

Tawanan Cinta Kakak Ipar | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang