30🌻Harus Mengerti

817 61 0
                                    



⚠️Mulai dari Chapter ini akan banyak adegan dewasa. Usia minor harap skip ya⚠️


Hari ini Kendra mengajar jam pertama di kelas kami. Seluruh atensi di kelas seperti terhipnotis, apalagi jika si pemilik hidung mancung itu sedang tersenyum rasanya pelajaran yang sulit pun tak membebani sama sekali.
Rambutnya yang sedikit gondrong dan kacamata yang bertengger indah di wajahnya menjadi bonus lebih bagi para mahasiswi.

"Ssttt heh, inget udah punya suami," bisik Giselle yang tiba-tiba membuyarkan lamunanku.

"Rumput tetangga lebih hijau Sell." Aku terkekeh.

"Iya Narasha apa ada pertanyaan?" tanya Kendra dari mejanya.

"Eh ng-nggak pak," jawabku dengan kikuk sedangkan Giselle sudah menahan tawanya.

Seluruh atensi sempat menoleh ke arahku lalu kembali sibuk masing-masing.

Kendra melanjutkan kegiatan menulisnya, tapi sebelum itu ia sempat melemparkan senyuman ke arah ku.

Jam pelajaran terakhir selesai. Sebagian atensi sudah meninggalkan kelas.
Aku, Giselle, Marvel dan Jevano masih duduk sejenak di satu meja sambil menunggu koridor kampus tidak terlalu ramai.

"Sha, lo lebih milih di ajarin Pak Jordy atau Pak Kendra?" tanya Marvel.

"Kendra, soalnya Jordy terlalu serius," jawabku.
"Kalau nggak Pak Kendra ya Pak Jeffry, gue suka senyum lesung pipinya hahaha."

"Parah, emang lo di rumah nggak di ajarin sama Pak Jordy?" tanya Jevano.

"Nggak, gue belajar sendiri. Jordy nggak bisa lemah lembut, nggak sabaran gitu kalau ngajarin gue. Gue juga masih menyesuaikan diri biar nggak gampang kepancing emosi kalau deket dia."

"Ciee bilang aja kalau diajarin suami bikin nggak bisa fokus yaaaa." Marvel mengangkat kedua alisnya berkali-kali untuk menggodaku.

"Ngaco aja pikiran lo!" ku tepuk pundak Marvel dengan keras sampai dia meringis.

"Lagian lo juga aneh Sha, dulu sama Dion lo itu ibarat anak kucing yang lucu lemah lembut. Semenjak sama Pak Jordy malah berubah jadi anak macan tantrum," ujar Jevano.

"Gue belom pernah lihat anak macan kalau lagi tantrum." Marvel menyela.

"Ya itu si Asha."

Jevano dan Marvel tertawa kompak lalu ku cubit kedua sahabatku itu. Menyebalkan sekali, mana ada anak macan tantrum. Aku ini seekor kucing yang lucu, bisa menurut jika dirawat dengan baik.





















🌻🌻🌻

Malam ini Jordy terlihat sedang sibuk membereskan pakaiannya ke dalam koper.

Sambil membawa satu cangkir teh hangat, aku masuk ke dalam kamarnya lalu ku letakan cangkir teh itu di atas nakas.
"Mau aku bantuin Jo?"

"Nggak usah," jawabnya.

Dahiku mengernyit mendengar jawaban Jordy. Kenapa terlihat kesal?
"Kamu jadi ikut seminarnya?"

"Jadi, kamu seneng?" ujarnya lagi tanpa menoleh ke arahku.

"Kok gitu si jawabnya, aku kan nanya baik-baik."

"Lagian kamu lebih suka diajarin Kendra atau Jefrry kan daripada sama aku?"

Astaga jangan-jangan Jordy mendengar ucapanku tadi siang di kelas. Dia menguping?

"Tadinya aku mau ngajak kamu ikut seminar. Aku cari-cari ternyata masih di kelas. Lagi ngerumpiin Dosen-dosen," ucapnya sambil terus menyiapkan barang-barang yang akan dibawa.

"Maaf Jo, cuma bercanda."

Bibirku mengulum dengan kuat, jemariku meremas ujung piyama karena merasa tidak enak sudah membuat Jordy tersinggung.

"Aku nggak ada harga dirinya di mata kamu, sampai temen-temen kamu ketawa denger jawaban kamu tadi."

"Aku cuma bercanda, lagian emang kenyataan kamu kalau ngajarin aku ketus banget."

Jordy berbalik badan lalu duduk di tepi tempat tidur. Ia tepuk-tepuk kedua pahanya. Aku mengerti kemudian aku duduk diatas pangkuannya.

Jordy menghela napas sejenak, raut wajahnya masih terlihat sedikit kesal.
"Sha, kalau kamu kurang nyaman sama cara ngajar aku bilang ya," ucap Jordy.
"Aku juga masih belajar nyeimbangin kamu biar kita nggak ribut terus setiap ngelakuin hal apapun. Jangan curhat ke orang lain."

Ku kalungkan kedua tanganku di tengkuknya sambil mengangguk.
"Makanya lain kali harus sabar kalau ngajarin aku. Dari dulu waktu masih ada Kak Irene kamu kelihatan nahan kesal setiap kali bahas pelajaran yang aku nggak ngerti."

Jordy kemudian terkekeh. "Kirain nggak sadar kalau aku kesal. Abisnya kamu kadang lemot kadang kebanyakan ngeluh, padahal aku udah jelasin secara detail."

"Mood orang kan bisa berubah bisa tiba-tiba capek juga, jadi harus sabar dong kamunya.

"Mau kiss?"

"Kok jadi kiss?" Aku menatapnya tak terima.

"Biar kesal aku ilang, biar besok aku juga fokus kerja nggak kangenin kamu terus."

Jordy diam menunggu dan akhirnya aku memulainya lebih dulu. Tidak ada salahnya jika hanya sekedar bersentuhan bibir.

Jordy membalas dan memeluk tubuhku dengan erat.

Tak lama ia lepaskan pagutan bibir kami.
"I love you Sha," bisiknya.

Aku tersenyum. Aku belum bisa membalas ungkapan itu, tapi aku akan terus belajar untuk bisa mencintainya.

"Again?" Tanyaku.

Jordy mengangguk dan kami melanjutkan kembali pagutan mesra yang sempat terhenti.

Tak puas hanya bertukar saliva, kecupan Jordy berpindah ke arah tengkuk dan bahuku.

Tubuhku reflek menggeliat diiringi suara lenguhan saat Jordy memasukan kedua tangannya ke dalam piyamaku dan meremas setiap jengkal yang ia sentuh.

Jordy mulai sedikit brutal dan hampir melepas kait penutup dadaku.

"Jo, stop. Aku belum siap." Aku menunduk menyatukan kening kami.

Napas kami saling bersahutan menggebu menahan hasrat yang sedetik lagi bisa membuat malam ini akan lebih panjang dari biasanya.

Jordy pasti kecewa, tapi jujur aku masih takut apa yang kami lakukan akan mempersulit keadaan. Aku ingin semuanya terjadi saat kami sudah benar-benar siap.

Jordy tersenyum. Aku tidak tega menatap kedua maniknya.

"Oke, aku tunggu sampai kamu siap, Sha," ujarnya diakhiri kecupan di dahiku.

"Thank's Jo."

Aku janji akan memberikan diriku seutuhnya jika kami sudah saling mengerti perasaan masing-masing dan jangan sampai ada penyesalan nantinya.
.
.
.
.
.
Bersambung

Tawanan Cinta Kakak Ipar | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang