22🌻Cemburu

846 65 0
                                    

"Kesel sama Dion ya?"Jordy bertanya sambil fokus mengemudi.

"Hmm," jawabku singkat yang tetap menatap ke arah luar.

"Yeri ngejar-ngejar dia banget kayaknya, perasaan dari dulu yang kamu tangisin cuma hal itu."

Napasku sedikit tercekat, iya memang benar. Masalahku dengan Dion pasti selalu berhubungan dengan Yeri. Aku pernah curhat dengan Kak Irene dan Jordy juga dengar kala itu.
"Nggak tau diri emang tuh ngedeketin Dion terus," dengusku.

"Sabar ya."

"Pak, bapak nggak jadi pindah kan?" Tanyaku penuh harap.

"Tergantung, kalau kamu nggak nyaman kita tinggal berdua saya pindah secepatnya, tapi lihat kamu semalaman habis nangis trus mengigau saya jadi serba salah."

Ku genggam tangan kiri Jordy. Jujur aku tidak bisa tinggal sendiri. Aku butuh Jordy.

"Maaf, tolong jangan pindah ya Pak. Aku nggak bisa tinggal sendiri. Mau pulang ke Mama malah dimarahin."

"Jadi, kamu tetap terima perjodohan kita?"

"Iya aku usahakan untuk belajar menerimanya," jawabku sambil tersenyum tipis.










🌻🌻🌻

Sampai di kampus aku dan Giselle bergegas menuju lapangan untuk bersiap menjadi supporter angkatan kami yang akan bertanding basket dengan senior.

Jevano dan Marvel sudah lebih dulu datang menjaga tempat duduk untukku dan Giselle.
"Lo nggak nemuin Dion dulu Sha? Maen tuh dia," ucap Marvel, dagunya mengarah ke tempat Dion berdiri di tengah lapangan.

"Nggak, gue masih kesel."

Giselle memiringkan kepalanya menatapku bingung. "Kesel kenapa?"

"Biasa Sell, kemarin Dion ketahuan bareng Yeri lagi." Jevano menyahut.

"Oo." Giselle sudah faham tanpa harus ku perjelas panjang lebar. Masalahku dengan Dion pasti soal Yeri.

"Rambut lo kuncir dulu risih gue lihatnya kena angin," ucap Jevano yang tiba-tiba saja mengikat rambutku dengan karet gelang.

"Jev, jangan bilang lo suka sama gue?" tanyaku sambil memicingkan mata.

"Dia tuh lagi nyalurin rasa bersalahnya Sha," ujar Giselle.

"Iya gue tau, nyesel dia udah sia-siain tunangannya dulu," kekeh ku kemudian.

"Perkara ngiket rambut doang jadi manjang pembahasannya," dengus Jevano. "Pacar lo kesini tuh."

Benar saja, ternyata Dion sedang berjalan ke arah kami.

Dion meraih tanganku yang masih duduk di tempat.

Marvel, Jevano dan Giselle memberi kode pamit untuk kembali ke kelas lebih dulu.

"Ikut yuk," ajak Dion.

Akupun mengangguk lalu menuruti ajakan Dion untuk pergi meninggalkan lapangan.

"Maaf, jangan marah lagi," ucap Dion sesampainya kami di halaman belakang kampus

"Nggak apa-apa Yon nanti juga aku terbiasa lihat kamu sama perempuan lain."

"Maksudnya?" Dion mengernyitkan dahi, menatapku dengan serius.

"Kamu tahu kan aku calon istri Pak Jordy. Kita harus terbiasa menerima ini."

Dion kemudian memelukku, membenamkan wajahnya di ceruk leherku.
"Aku bisa terima asal kamu bahagia. Nggak usah sedih, aku baik-baik aja Sha, tapi aku bener-bener nggak selingkuh Sha."

Tawanan Cinta Kakak Ipar | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang