18🌻Wendy

702 68 0
                                    

Dalam waktu satu bulan sudah beberapa kali aku dan Jordy bolak balik ke rumah sakit untuk mengobati kaki ku akibat insiden waktu itu. Sekarang sudah membaik.

Hari libur ini rasanya memang sedikit jenuh, dari pagi sampai sore aku hanya menghabiskan waktu menonton drama dan streaming lagu-lagu kesukaanku, selebihnya hanya bermalas-malasan di ruang tengah.

Ponselku tiba-tiba saja bergetar, ada panggilan video dari Dion.

"Sayang lagi apa?" sapanya di sebrang sana.

"Lagi nonton tv aja nih di ruang tengah, kamu masih di rumah nenek?"

"Masih, mau oleh-oleh nggak?"

"Nggak ah, kamu kembali dengan selamat juga udah jadi oleh-oleh buat aku."

"Kangen pengen cium pipi gembul kamu."

"Makanya cepet pulang."

"Iya besok aku pulang, udah di deketin gadis-gadis desa nih," kekehnya.

Cukup lama kami berbincang dan tertawa.

Setelah panggilan video diakhiri, Jordy keluar dari kamarnya lalu duduk di sampingku.
"Kamu nggak jalan-jalan sama Dion? weekend nih," tanyanya.

"Nggak pak, mau istirahat aja dirumah lagian Dion juga lagi keluar kota."
Jordy hanya ber oh ria mendengar jawabanku.
"Bapak nggak jalan-jalan? Atau mau ngajak aku jalan-jalan?"

"Nggak, mau dirumah aja," jawabnya dengan santai.

Tak lama kemudian terdengar suara panggilan masuk di ponsel Jordy. Jordy berjalan menuju kamarnya untuk menjawab panggilan itu.

Aku mendengar ucapan terakhirnya,
"Iya Wen."
Bisa ku tebak siapa yang menghubunginya.

Jordy kembali menuju ruang tengah dengan penampilan yang sudah rapih.

"Siapa yang telepon?" tanya ku penasaran.

"Temen," jawabnya sambil merapihkan jaketnya.

"Trus sekarang mau kemana? katanya mau dirumah aja?"

"Mau ketemuan sama temen," jawabnya lagi.

"Siapa?"

"Hmmm rahasia," kekehnya.

"Nyebelin!"

"Kamu sama Dion yang lebih nyebelin. Walaupun kita baru calon bukan berarti kamu sama dia bebas mesra-mesraan."
Jordy pergi begitu saja meninggalkan aku sendiri di ruang tengah.

Kenapa harus bawa-bawa Dion?
Aku masih belum paham apa maunya Jordy. Kalau masih ingin bersama gadis itu dan tidak suka melihatku bersama Dion, kenapa harus menerima perjodohan konyol ini?

Baiklah aku akan mencoba mengalah dan berpikir realistis. Aku adalah calon istri Jordy, aku belajar untuk menerima keadaan.










🌻🌻🌻

"Gila Jo, ngapain lo jawab telepon gue pake nama Wendy di depan si Asha?!" teriak Teza.

Kini mereka berempat sedang berada di sebuah club malam. Suara musik menggema dengan kencang. Yuda sudah sedikit mabuk jadi tidak terlalu banyak bicara.

"Gue cuma mau ngeliat reaksi dia kayak gimana, biar tau aja apa yang gue rasain selama ini kalau dia lagi mesra-mesraan sama Dion," ujar Jordy.

"Mesra-mesraan dimana emang?"

"Video call."

"Hahahah cuma video call Jo, bukan bikin anak," ledek Yuda diakhiri dengan tawa ringannya.

Jeffry yang sejak tadi mendapat perhatian dari para pengunjung wanita hanya tersenyum tipis mendengar percakapan Teza, Yuda dan Jordy.

"Lo nya juga labil sih, udahlah jangan kayak anak kecil lo berdua," ucap Jeffry.

"Mending bicarain berdua deh secara baik-baik. Lo minta dia putus sama Dion. Fokus perbaiki hubungan kalian biar bisa cepet nikah. Kalau gini terus kapan kelarnya. Lo pihak laki-laki harus tegas jangan tarik ulur," ucap Jeffry lagi yang memang selalu bijak diantara mereka.

"Yang ada dia malah ngejauh dari gue kalau gue suruh dia putus sama Dion."

"Emang lo kenapa jadi suka si Asha? Gara-gara tinggal serumah jadi naksir gitu?" Teza penasaran.

"Jauh sebelum itu gue udah suka sama dia Yong."

Teza mengernyitkan dahinya bingung. "Sejak kapan? Lo kan ketemu dia belum lama. Pas lo nikah sama Kakaknya."

"Dahlah lo nggak akan ngerti."
Jordy ingin kembali menenggak minumannya. Namun, ditahan oleh Jeffry.

"Jangan minum lagi Jo, udah malem. Sana pulang," titah Jordy.

"Oke, nih." Jordy menyerahkan beberapa lembar uang.
Setelah itu Jordy pamit pulang.

















🌻🌻🌻

Waktu sudah menunjukkan pukul satu malam. Entah beberapa kali aku terbangun karena mengkhawatirkan Jordy yang belum juga pulang.

Tak lama kemudian terdengar suara mobil yang masuk ke dalam garasi.

Pintu utama terbuka, sosok yang ku tunggu-tunggu akhirnya pulang juga.

"Kenapa nggak bilang sih mau pulang malem?"

"Abis ketemu Wendy," jawab Jordy sambil tersenyum tipis.

Aku mendekat, mulutnya tercium bau aroma alkohol.
"Oo beneran ketemu Wendy ternyata, nyesel udah nungguin!" dengus ku seraya ingin meninggalkannya.

Kemudian Jordy menahan lenganku.
"Kamu percaya saya ketemuan sama Wendy hm?" tanyanya dengan kedua mata yang sudah terlihat sendu juga merah.

"Nggak ada alesan buat nggak percaya," jawabku.

"Kalau saya lebih milih Wendy nggak mungkin saya bertahan sampai sejauh ini Sha," lirihnya.

"Lepas aja Pak, jangan mempertahankan sesuatu dengan terpaksa. Lagian aneh banget masa tiba-tiba mau dijodohin sama aku."

Jordy tersenyum miring.
"Nggak akan saya lepas sampai kapanpun!"
Ia tarik pinggangku, kini tubuh kami sudah tak berjarak lagi. Aku berusaha melepaskan diri. Namun, sangat sulit.
"Malam ini kita tidur bareng," bisiknya tepat di telingaku sehingga membuat darahku rasanya mengalir dengan deras. Aku takut Jordy berbuat yang tidak-tidak malam ini.

"Nggak mau!" tolakku dengan tegas.

Jordy mengecup pipiku sepintas, ingin rasanya ku tampar, tapi aku takut. Sudah pasti tenagaku akan kalah.
"Malam ini aja temenin aku ya," desah Jordy yang kemudian mengecup pipiku lagi.

"Nggak mau deket-deket, kamu mabuk Jo." Aku berusaha melepaskan tarikan tangannya di pinggangku, seketika tatapannya semakin tajam.

"Jangan nolak kalau nggak mau dikasarin!" geramnya.
"Temenin aku malam ini, jangan nolak."

Keringat dingin menetes di pelipisku, aku takut Jordy akan bertindak nekat.
"Pak, aku nggak mau diapa-apain, kita belum nikah," lirihku dengan terbata.

Jordy menampakkan smirk nya.
"Nggak diapa-apain kok tenang aja." Jordy melepaskan rangkulan lengannya berpindah dari pinggang kini ia menggenggam pergelangan tanganku. Kemudian kami berdua masuk ke dalam kamarnya.

Aku ingin menjerit, tapi rasanya percuma, di rumah ini hanya ada kami berdua.

Tanpa berkata apa-apa bahkan tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu, Jordy merebahkan tubuhnya diatas ranjang lalu tertidur.

Aku yang masih berdiri di tepi tempat tidur hanya memandangnya heran.
Bukankah dia yang mengajak untuk tidur bersama, tapi kenapa tidur duluan?

.
.
.
.
.
Bersambumg

Tawanan Cinta Kakak Ipar | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang