26🌻Takdir yang lucu

814 64 3
                                    

Terasa bosan cuti kuliah hanya berdiam diri di rumah. Sedangkan Jordy selalu sibuk dengan pekerjaannya.

Hubungan kami baik-baik saja. Dibilang saling cinta, tapi belum sepenuhnya, dibilang tidak cinta, tapi kami satu sama lain saling memberi perhatian. Setidaknya aku sudah menuruti kemauan mendiang Kak Irene, juga kemauan Mama Papa.

Video calling from Giselle...

"Woy banguuun!" teriak Marvel dari sebrang sana.

Wajahku masih belum sepenuhnya segar karena baru saja bangun tidur.
"Hadeuh lo pada ganggu tidur gue aja," sahutku.

"Heh kapan masuk, asik bener penganten baru tidur mulu kerjaannya," celetuk Jevano.

"Gue lagi menikmati hidup Jev, hehe."

"Ashaaa lo tau nggak, ada Dosen baru lho ganteng lagi," ucap Giselle sumbringah.

"Eh masa? ada fotonya?"

"Heh jangan gila ya, lo udah punya suami," protes Marvel.

"Ya udah bubar sana gue mau mandi, Sell ntar candid ya foto dosennya hahaha."
Ponsel ku matikan.

Selesai berpenampilan rapih aku beranjak menuju ruang tengah. Namun, langkahku terhenti tepat di depan pintu kamar Jordy.

"Iya nanti aku kesana sepulang ngajar, tunggu ya."

Terdengar suara Jordy yang sedang menelepon seseorang.

Aku bergegas duduk di sofa ruang tengah, seolah tak mendengar apa-apa.

"Eh udah bangun?" Sapa Jordy saat keluar dari kamarnya.

"Hmm," jawabku singkat.

"Saya udah sarapan tadi, kamu sarapan sendiri ya Sha." Jordy menunjuk beberapa piring yang tersedia di meja makan dengan dagunya.

"Hmm." Mataku masih tetap fokus ke arah televisi.

"Kamu sakit gigi? Kok cuma ham hem ham hem aja."

Aku memutar bola mata malas, tanpa bertanyapun aku tahu siapa yang akan dia temui.
"Lagi males ngomong," jawabku ketus.

"Saya hari ini pulang telat ya Sha, mau ada perlu."

"Iya selamat bersenang-senang."

"Senang-senang apa si, saya mau lembur bikin soal buat ujian," jawab Jordy sambil mengacak poni ku.

"Lembur nemenin cewek lain," gumamku saat melihat Jordy sudah berjalan meninggalkan ku begitu saja.

Dia membuat hubunganku dengan Dion berakhir, tapi dia sendiri masih berhubungan dengan cinta pertamanya.











🌻🌻🌻

Gila ini memang gila. Kenapa aku bisa berani melangkahkan kaki ke tempat ini. Mungkin karena rasa rindu yang terlalu dalam dan aku masih belum bisa melupakannya.

Dion terkejut saat melihat kedatanganku yang tiba-tiba.

"Asha, ada apa kesini?"

Aku segera memeluknya. Dion membawaku masuk, tapi aku heran kenapa ruangan apartmennya tampak setengah kosong dan ada beberapa koper di dekat pintu kamar.

"Kamu ada apa kesini Sha? gimana kalau Pak Jordy tahu?"

Aku tidak fokus. Hanya fokus keadaan sekeliling.
"Yon, ini kenapa ruangan kamu gini, itu koper siapa?" Aku sedikit khawatir semoga dugaanku salah.

"Kamu tahu dari siapa hari ini aku mau pindah?" tanyanya.

"Hah pindah? pindah kemana? Aku kesini atas dasar kemauan sendiri. Kamu mau pindah kemana?" Tanyaku panik. Aku belum siap Dion menghilang sepenuhnya dari hidupku.

"Sha, kamu nggak boleh gini. Kamu udah punya suami," lirih Dion sambil tersenyum tipis, wajahnya menunjukan ekspresi luka yang mendalam.

Ah persetan dengan suami, dia mungkin sedang bersenang-senang disana.

"Yon, jangan bilang kamu mau pergi ninggalin aku." Ku tatap wajah Dion yang mulai sendu lalu ku peluk dada bidang yang selama dua tahun ini menjadi sandaran saat aku sedih maupun bahagia.

"Sha lepas, jangan gini."

Baru kali ini Dion menolak pelukanku. Rasanya aku seperti perempuan asing menerima penolakannya.

"Nggak pokoknya kamu nggak boleh pergi Yon, kalau kamu pergi aku sama siapa?"
Biarlah aku menjadi wanita egois saat ini, aku sudah menikah, tapi rasa untuk Dion tak mudah hilang begitu saja.

"Aku harus berangkat sebentar lagi Sha, aku harus kuliah di Jerman. Papa kerja pindah kerja kesana."

"Jerman?" Kedua mataku membola.

Dion mengangguk.
"Dan aku juga akan segera menikah," lirihnya.

Aku berdecak pelan.
"Kamu mau nikah Yon?" tanyaku dengan tatapan tak percaya.

"Tunangan dulu lebih tepatnya."

"Sama siapa? Siapa perempuan yang udah merebut kamu dari aku? Siapa Yon?"
Aku mengguncang jaket Dion, aku sungguh tidak rela melepas Dion untuk perempuan lain.

"Sebenarnya aku belum siap Sha, tapi dia memaksa. Dia bersedia jadi pengganti kamu meski mungkin sulit membuat aku jatuh cinta secepat itu. Selama ini dia juga yang menenangkan aku disaat aku terpuruk kehilangan kamu."

"Apa perempuan yang kamu maksud adalah Yeri?"

Dion diam cukup lama, ia menatapku intens lalu mengangguk pelan.

Yon, dunia terlalu kejam untuk kisah cinta kita. Memang sudah seharusnya benar-benar kita akhiri saat ini juga.

"Kok jadi gini ya Yon kisah kita." Aku menunduk dan tangiskupun mulai memenuhi ruangan.

Dion memegang kedua pundakku, Dion juga pasti terpukul hanya saja egonya sebagai pria tak mau ia tunjukan di hadapanku.
"Pulang ya Sha, sudah ada yang menunggu kamu disana. Aku bahagia kalau kamu bahagia," ucapnya

Aku tertawa hambar mendengar ucapan Dion lalu menghapus air mata yang sempat menetes.
"Bahagia kamu bilang? Kamu bahkan nggak ngertiin gimana perasaan aku Yon. Dugaan aku benar, lambat laun kamu luluh juga sama perempuan itu. Selamat buat hubungan kamu. Kamu ternyata nggak sedih ya kita putus."

"Sha, tunggu!"

Aku tak menghiraukan lagi Dion akan berkata apa, dengan langkah cepat aku meninggalkannya begitu saja.

Hari ini benar-benar hari terakhir bagi kami.

Setelah di dalam mobil ku tarik paksa kalung pemberian Dion, entahlah ku lempar kemana kalung itu aku sudah tak perduli.

Aku hanya bisa merutuki pernikahanku dengan Jordy juga sikap Jordy yang memisahkanku dengan Dion.













🌻🌻🌻

"Jo, kamu nggak apa-apa malem ini nginep disini?" tanya Wendy yang posisinya sudah berbaring di samping Jordy.

Salah satu lengan Jordy menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Wendy.
"Iya aku nginep biar kamu nggak sedih lagi."

"Istri kamu gimana?"

"Nanti aku tinggal bilang nginep di rumah Teza."

Wendy mengangguk lalu kembali menyembunyikan wajahnya di dada bidang Jordy.

"Jangan terluka karena aku Wen, kamu pantas bahagia," ucap Jordy.

"Aku terima kenyataan Jo, aku bahagia kalau kamu bahagia."

Jordy mengusap lembut punggung Wendy. "Meski begitu, aku nggak akan mengacuhkan kamu Wen. Kita bisa jadi sahabat."

"Terima kasih Jo, kamu masih mau berteman sama aku," lirih Wendy yang kemudian terlelap.

Jordy duduk di tepi tempat tidur Wendy kamudian menatap layar ponsel yang bergetar.

Acha my wife
Jo kamu dimana?

Jordy hanya tersenyum tipis membaca pesan yang masuk lalu meletakan kembali ponselnya di atas nakas.
Maaf Sha, aku tenangin Wendy dulu malam ini.
.
.
.
.
.
Bersambung

Tawanan Cinta Kakak Ipar | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang