Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam, perutku mulai terasa lapar karena sedari siang aku tertidur dengan lelap.
Satu persatu ku langkahkan kaki menuruni anak tangga. Suasana rumah sangat hening.
Kamar Jordy masih terlihat terang, sepertinya ia belum tidur.
Aku mencoba untuk mengintipnya dari celah pintu yang tidak tertutup rapat. Benar saja, dia memang belum tidur. Penampilannya masih sama seperti tadi siang. Ada perasaan bersalah di dalam hatiku, semenjak aku sakit Jordy jadi lebih repot karena harus mengurusku juga disela-sela kesibukannya sebagai Dosen.
Ku biarkan Jordy yang sedang fokus di dalam sana. Kini saatnya aku menyantap makan malam yang sudah tersedia. Akupun bergegas menuju meja makan.
Senyumku mengembang ketika melihat notifikasi pesan pada layar ponselku.
Dion
Sha udah baikan? besok mau aku jemput ?Asha
Udah, besok jemput aku yaDion
Oke sayangKu letakkan kembali ponsel diatas meja makan. Hanya pesan singkat dari Dion, tapi bisa memperbaiki moodku.
"Baru bangun?" sapa Jordy yang tanpa kusadari kedatangannya, ia mulai duduk di hadapanku.
Aku sedikit terkejut mengingat kejadian siang tadi. Itu memang bukan ciuman pertama bagiku, tapi itu adalah ciuman pertamaku dengan Jordy, sedangkan dia terlihat sangat santai seperti tidak terjadi apa-apa diantara kami.
Jordy menyapu rambutnya yang basah dengan jemarinya membuat jantungku sedikit berdebar lebih cepat. Tampan dan dewasa.
Cepat-cepat ku alihkan pandanganku, hatiku terus mengucapkan mantra, Dion lebih tampan, Dion lebih tampan.
"Sha baru bangun?" tanyanya lagi.
"Eh i-iya, kebangun laper," jawabku.
"Kok cepet banget udah mandi aja?""Emang kamu tahu saya dari tadi belum mandi?" salah satu alis Jordy terangkat.
Akupun mengangguk.
"Tadi aku lihat bapak masih pake kemeja putih.""Sejak kapan kamu suka ngintipin saya diem-diem?" tanya Jordy sambil menyantap makanannya.
"Nggak sengaja soalnya pintu kamar bapak nggak ketutup tadi."
Jordy hanya mengangguk setelah itu suasana sempat hening, kami fokus pada makanan masing-masing.
"Pak?"
Jordymerotasikan matanya.
"Bisa nggak sih jangan panggil Bapak, Kakak aja kayak dulu atau panggil nama juga boleh.""Nggak mau ah nggak sopan. Enakan Bapak."
"Saya kayak bapak-bapak Sugar dady gitu ya?" kekeh Jordy dengan tatapan menggodanya.
"Ish apaan sih, jangan macem-macem ya!" sahutku sambil mengacungkan garpu ke arahnya.
"Kita cuma beda empat tahun Sha kamu 23tahun saya 27tahun, jangan memberi jarak dengan sebutan Bapak," protesnya.
Tak ku hiraukan perintah itu, aku tetap ingin memanggilnya dengan sebutan bapak.
"Pak"
"Hmm?"
"Kenapa di kamar Bapak sama Kak Irene ranjangnya ada dua?"
Jordy sedikit terkejut dengan pertanyaan yang baru saja ku lontarkan, hampir saja ia tersedak.
"Kamu tau dari mana Sha?""Ehm barusan aku liat sepintas."
"Oo, itu biar perutnya Irene nggak kesenggol saya. Kasihan dia semenjak hamil tua butuh tempat yang lebih luas untuk bergerak."
Aku hanya mengangguk percaya mendengar jawabannya. Tiba-tiba saja aku mengingat kenangan senyum Kak Irene sambil mengelus perutnya yang sedang hamil besar. Tak terasa air mataku lolos membasahi kedua pipiku.
Jordy beranjak dari tempat duduknya menghampiri ku yang sudah mulai berhenti makan. Tanpa pikir panjang, aku segera memeluk Jordy yang sedang berlutut di hadapanku.
"Aku kangen Kak Irene," lirihku.
"Berdoa ya Sha, Irene sudah tenang disana," ucap Jordy sambil menepuk-nepuk pelan punggungku. Setelah itu ku lepaskan pelukan kami.
"Bapak nggak kangen?"
"Hidup seatap selama satu tahun, susah senang sama-sama gimana saya nggak kangen Sha."
Berat pasti bagi Jordy di usia mudanya ia sudah menjadi seorang duda, tapi aku yakin andai tak di jodohkan dengan ku pasti Jordy bisa dengan mudah mendapatkan istri lagi.
Aku beranjak dari tempat duduk seraya menghapus air mata yang sempat menetes.
"Ya udah kalau gitu aku mau tidur pak."
"Mau saya temenin?" kekehnya untuk menghapus kesedihan yang sempat menyapa kami.
"Maaf aku nggak berminat sama bapak-bapak sugar dady wleee," ledekku sambil berlari menuju kamar.
"NARASHAAAA!"
Hahaha, puas sekali bisa membuatnya kesal seperti itu. Sepertinya aku mulai nyaman. Entah kenapa dekapannya terasa hangat, ditambah aroma khas tubuhnya yang menenangkan.
Grep
Jordy berhasil menangkap tubuhku. Aku ingin berontak, tapi pelukan Jordy semakin erat. Jordy menenggelamkan wajahnya di bahuku.
"Sha maaf ya," lirihnya."Maaf kenapa Pak?"
"Saya lancang tadi siang."
Bibirku reflek mengatup rapat karena gugup, canggung rasanya membahas soal itu. Bagaimana tidak canggung, gigitan lembutnya kembali terlintas dalam benakku.
"I-iya pak nggak apa-apa."Perlahan kulepaskan pelukannya lalu berbalik badan.
Tubuhku yang hanya setinggi bahu Jordy mengharuskanku untuk mendongak jika ingin menatapnya.
"Terima kasih ya Pak udah ngerawat aku dengan baik," ucapku seraya tersenyum manis kepadanya.Jordy mengusap pipiku dengan ibu jarinya, gerakan sederhana. Namun, berhasil membuat jantungku berdetak lebih cepat apalagi posisi tubuh kami sangat dekat.
"Udah kewajiban saya Sha," jawabnya.Jordy aku mohon menjauhlah, tatapanmu berdampak tidak baik untukku.
"A-aku masuk ke kamar ya Pak," ucapku dengan perasaan gugup.
Jordy menganggukan kepalanya lalu memberi jarak antara kami.
"Iya sana, jangan tidur malam-malam," ucapnya yang kemudian mengusap lembut pucuk kepalaku.Aku beranjak pergi. Namun, langkahku terhenti saat berpijak pada anak tangga terakhir, aku menoleh kembali ke arah Jordy yang masih berdiri di bawah sana. "Pak, cukup sekali ya jangan cium aku lagi sebelum dapat izin."
Jordy mengangguk lagi sambil tersenyum.
Itu untuk yang kedua kalinya Sha aku cium bibir kamu bukan yang pertama kali..
.
.
.
.
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
Tawanan Cinta Kakak Ipar | (TAMAT)
FanficKisah tentang seorang mahasiswi bernama Narasha Kinar yang harus menikah dengan Kakak ipar sekaligus Dosennya yaitu Jordy Samuel. Pernikahan ini demi mewujudkan permintaan terakhir dari sang kakak (Irene) yang telah pergi untuk selama-lamanya. Asha...