+ weekly +

5.4K 642 54
                                    

Hari minggu, menjelang sore Doyoung baru keluar dari kamarnya. Dari bangun tidur, keluar hanya untuk makan, kembali ke kamar lalu menuliskan pesan di pintu kamarnya.

Kakak mau nugas, tolong jangan di ganggu.



Dan begitu keluar, rumahnya sepi. Di ruang tamu ia hanya mendapati ayahnya sedang duduk di depan laptop. Sepertinya mengerjakan urusan kantornya, pekerjaan ayahnya itu memang tidak kenal hari.. karena ayahnya sendiri suka bolos di hari kerja.

"Bunda mana yah?" Tanyanya, menyalakan tv lalu menyetel volumenya keras-keras. Haruto.. sudah biasa dengan kelakuan anaknya.

"Ngajar." Jawabnya cuek, masih fokus ke layar laptop.

"Kan ini hari minggu yahh.."

"Ganti jadwal."

"Oh."

Doyoung kembali sibuk menggonta-ganti channel, badannya ia sandarkan di sofa.

Berbicara tentang pekerjaan Junkyu, sejak anaknya bersekolah dan ia memiliki waktu luang banyak, ia memutuskan mengambil sambilan sebagai guru les piano. Itu semata-mata bukan untuk mencari uang, ia hanya bosan sendirian kalau tidak ada anak-anak dan suaminya di rumah.

Doyoung bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke dapur. Seingatnya bunda tadi membuat pie susu. Doyoung membuka kulkas, tak mendapati makanan apapun.

"AYAH PIE PUNYA KAKAK MANAA!!" Teriak si sulung dari dapur.

"HAH!! BUNDA GA BELI PEPAYA." Doyoung memutar bola mata malas, perasaan ayahnya belum tua-tua banget, tapi kenapa telinganya bermasalah gitu.

Doyoung kembali ke ruang tamu, dengan membawa segelas air.

"Ayah, pie kakak mana, tadi bunda bikin pie." Kali ini Doyoung berujar lebih lembut, tepat di samping ayahnya.

"Oh, pie.. udah abis.." Haruto menjawab anak sulungnya dengan mata masih terfokus pada laptop.

"loh kok!"

"Ya lagian kamu ga keluar-keluar."

"Tapi kan itu buat kakak."

"Tapi siapa cepat dia dapat."

"Aturan dari mana."

"Yaudah nanti beli."

"Ga mau ih ayah, beda.. ini buatan bunda."

"Astagaa kakk.." Haruto mengerang frustasi. Isi laporannya sekarang tercampur dengan topik pie susu.

"Denda sih ini, makan makanan kakak."

"Di peras mulu ayah sama anak sendiri."

Tak lama pintu terbuka cukup keras. Anak bungsunya masuk dengan bibir mengerucut.

"Ayah, kakak ihh.. di telfon bunda.. ga ada yang ngangkat." Ucapnya kesal. Iya si bungsu sangat kesal, soalnya dia sedang mengerjakan tugas di rumah Jeongwoo. Sedikit lagi selesai, tapi bundanya menelpon.. mengeluhkan orang-orang di rumah tidak ada yang menjawab panggilannya.

"Hp ayah mati." Ucap Haruto menunjuk layar ponselnya.

"Hp kakak di kamar, di silent juga.. ga kedengeran."

Junghwan mengembungkan pipinya, dengan tangan terlipat di depan dada. "Bunda minta jemput, di tempat les."

"Yaudah, bilang ayah otw." Haruto menyimpan berkasnya, sebelum mematikan laptop.

"Kakak ikut.."

"Apasih kak, jemput bunda doang." Ucap Haruto.

"Sekalian mampir..."

Junghwan tadinya bersiap balik ke rumah Jeongwoo, tapi tiba-tiba langkahnya terhenti, "mau mampir kemana?" Tanyanya penasaran.

"Biasalah, ditraktir ayah." Jawab Doyoung ngawur, tanpa persetujuan Haruto lebih dulu.

"Iya udah ayo, berasa punya anak kecil ya.. maunya banyak." Haruto menyerah, percuma berdebat. Dua lawan satu.





...



Junkyu mengerucutkan bibirnya begitu masuk ke dalam mobil, cukup terkaget melihat anaknya juga repot-repot ikut menjemputnya.

"Lama tau ga.." kesalnya.

"Kakak, lama tuh bun.." ucap Junghwan.

"Loh adek juga.." balas Doyoung.

"Kalian ngapain ikut?" Tanya Junkyu heran.

"Mau makan nabe bun, di luar. Udah lama ga makan di luar." Jawab Doyoung. Sementara Haruto mulai menjalankan mobilnya, dan memilih fokus ke jalanan.

"Dalam rangka apa?" Tanya Junkyu lagi.

"Dalam rangka menghabiskan uang ayah." Jawab Doyoung.

Junkyu semakin menautkan alisnya, melirik ke arah suaminya, dan Haruto sadar akan itu.

"Bukan karena ada taruhan-taruhan aneh kan?" Tanya Junkyu curiga. Kadang kedua anak dan suaminya suka memainkan permainan aneh, misal saja kalau hari ini real madrid yang menang Haruto harus makan sup di tambah bubuk cabai 2 sendok. Biasanya taruhan yang seperti itu, dan herannya Haruto terlalu kekanakan untuk mengikuti permainan anak-anaknya.

"Adek gak tau apa-apa bun, cuma ikut-ikutan kakak." Ucap Junghwan, karena dia memang tidak tahu apa-apa.

"Engga ada taruhan apa-apa kok, emang cuma mau ngabisin uang aja." Jawab Haruto masih sambil fokus ke jalan.

Suara suaminya terdengar tenang, membuat Junkyu mengangguk, tidak mau mencurigai apapun lagi.

Makan nabe di luar memang sepenuhnya ide Doyoung, tapi Haruto pikir sesekali memang tidak ada salahnya makan di luar.




...




"Kamu kenapa sih?" Junkyu menatap suaminya heran, Haruto baru keluar dari kamar dengan rambut basah sehabis mandi. Sementara dia sedang duduk di sofa, menonton drama malam yang biasa ia tonton. Anak-anaknya sudah masuk ke kamar, mempersiapkan keperluan sekolah besok dan tidur lebih awal.

Hari ini tidak seperti biasanya, Haruto terlalu pasrah, mengalah dengan semua candaan yang dilontarkan anak-anaknya sepanjang makan tadi. Ia lebih pendiam makanya Junkyu pikir itu sangat aneh.

"Aku? gapapa.." Haruto ikut duduk di ruang tamu, kembali menyalakan laptopnya.

"Bohong.." Junkyu menarik-narik telinga suaminya pelan. Meskipun wajahnya lebih segar sehabis mandi, tapi tak dapat di pungkiri mata suaminya terlalu sayup seperti orang mengantuk.

"Gapapa, cuma mikirin kerjaan doang. Udah." Balas Haruto.

"Istirahat Haru, jangan kerja terus-terusan." Ucap Junkyu mengusap rahang suaminya lembut.

"Tadi aku udah istirahat, pas jemput kamu." Haruto menoleh ke arah sang istri, sambil mengusap jemari Junkyu dipipinya. Haruto tidak bohong, menghabiskan waktu dengan keluarga meskipun hanya makan bersama itu sudah seperti istirahat untuknya.

"Aku buatin kopi ya,"

"Boleh."

Junkyu langsung pergi ke dapur, membuatkan kopi serta menyiapkan sepiring makanan ringan untuk Haruto. Lalu meletakannya di ruang tamu.

"Aku ngantuk, mau tidur duluan ya.." ucap Junkyu setelahnya, dan Haruto hanya mengangguk masih terlalu fokus pada laptopnya.

"Kalo udah capek istirahat ya, jangan di paksa." Ucap Junkyu penuh dengan penekanan. Ia berdiri, lalu mengusak helaian rambut suaminya.

"Iya, sayang." Haruto mengangkat wajahnya, lalu tersenyum pada istrinya. Setidaknya memberi tahu, kalau ia masih tampan meskipun lelah.

Satu kecupan ringan ia dapatkan di dahi, sebelum istrinya masuk ke dalan kamar. Sementara ia kembali terlarut dalam pekerjaan kantornya.




To be continued

Family Time!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang