🎹

2.2K 237 39
                                    



Junkyu merasa dalam tidurnya dia mendengar instrumen klasik milik Johann Pachelbel Canon in D diputar. Beberapa nadanya terdengar salah, membuat Junkyu sontak terbangun dari tidurnya. Tapi suara dentingan piano itu masih terus berputar, membuat Junkyu mengerutkan keningnya dalam-dalam. Dia menoleh ke sekelilingnya, kedua anaknya masih tertidur nyenyak, tapi keberadaan suaminya tidak ada.

Akhirnya Junkyu beranjak bangun, mencari sumber suara. Di ruang tamu Haruto duduk memunggunginya, menghadap satu grand piano yang tidak asing di mata Junkyu.

"Salah kunci," protes Junkyu, membuat Haruto menghentikan jemarinya, lalu menengok ke arahnya sambil tersenyum.

Junkyu berjalan mendekatinya, dia duduk mengambil tempat tepat di sebelah Haruto. Jemarinya mengambil alih, memainkan piano dengan kunci yang benar. Segudang tanya di kepalanya diabaikan barang sejenak. Tangan dan pikirannya dia biarkan mengalir bersama melodi yang mengalun.

Haruto mendengarkan sambil tersenyum hangat. Ketika tuts terakhir ditekan, Junkyu langsung menoleh ke samping.

"Kamu ngapain deh?" tanya Junkyu.

Jadi gini ceritanya. Kemarin waktu main ke Chungju Haruto lihat piano yang udah mau membusuk, karena memang jarang dimainin. Terus kepikiran lah Haruto buat adopsi pianonya itu. Eits ini bukan karena dia ga mampu beli piano baru, tapi karena dia tahu kalau piano ini tuh punya kenangan tersendiri buat Junkyu yang sampai-sampai buat dia mutusin masuk sekolah musik.

"Yeayy!! kaget gak? Aku bawa piano kamu dari Chungju," kata Haruto dengan bangganya.

"Nyempit-nyempitin ruang tamu aja tau gak." Ngomongnya sih gitu, tapi Haruto bisa liat tuh senyum tipis di wajah istri manisnya itu. Padahal mah seneng.

"Naa~"

Keduanya sontak melebarkan mata, sama-sama menoleh ke belakang, melihat anak bungsunya berjalan dengan langkah tertatih.

"Ehh sayang udah bangun, kamu turun dari atas kasur sendiri?" Junkyu berdiri menghampirinya, dia menggendong si bungsu sambil mengecek kondisinya, takut ada yang lecet. Masalahnya kasurnya lumayan tinggi, meskipun lantai kamar mereka full karpet bulu yang empuk.

Si kecil mengangguk sambil mengucek matanya. Haruto berjalan menghampiri mereka, dia mendekatkan wajahnya di pipi si bungsu lalu menciumnya,





"Huu pinternya anak ayah."




...




"Ih apa tu?" Anak sulungnya sudah bercuit heboh begitu melihat benda asing yang besar berada di rumahnya.

"Apa tu yah?"

"Kakak sarapan dulu, bunda udah selesai masak," kata Haruto membujuknya. Junkyu sama Junghwan sudah di ruang makan. Cuma si sulung yang masih mengitari grand piano di ruang tamu.

"Yah apa tu?" tanyanya lagi mengabaikan omongan Haruto. Begitu terus sampai dia mendapatkan jawaban yang memuaskan hatinya.

"Piano."

"Piano apa tu yah?"

"Buat main musik."

"Mucik apa yah?"

Akhirnya Haruto memilih mengangkutnya dalam gendongan.




"Kakak makan dulu, nanti selesai makan baru main pianonya."




....




Begitu selesai sarapan si kakak dengan cerewetnya kembali menanyakan perihal piano di ruang tamu. Pada akhirnya Haruto membawa si kakak duduk di atas pangkuannya di kursi piano. Kalau dijelaskan dengan kata-kata akan sulit dimengerti. Haruto memainkan pianonya, membuat si kecil melebarkan mulutnya. Ngomong-ngomong, Haruto jago juga loh main piano mah, meskipun kata Junkyu banyak kunci yang salah, yang penting bunyi.

Family Time!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang