Pagi-pagi, ternyata Galen sudah bertengger di atas motornya. Membuat Alsha buru-buru mengenakan sepatunya. Mengabaikan teriakan mama yang mengingatka untuk sarapan.
“Alsha! Kalau nggak mau sarapan, seenggaknya kamu bawa bekal!” Mama menahan tas ransel Alsha. Membuka paksa resleting dan memasukkan kotak bekal. “Eh, ada Galen?”
Galen tersenyum, turun dari motornya, menghampiri mama. “Tante, Galen izin anter sama jemput Alsha setiap hari.” Galen mencium punggung tangan mama.
“Oh, iya, terima kasih ya.”
“Ma, aku pergi dulu, ya. Dah, Ma!!”
“Hati-Hati, kalian!!”
Setelah melambai pada mama, motor Galen keluar dari pemukiman kompleks, membaur bersama kendaraan lain.
“Kok kamu nggak bilang mau jemput aku, sih, Jen?” tanya Alsha pada Galen. Mereka sedang terjebak di sebuah lampu merah.
Galen menoleh, membuka kaca helmnya. “Emangnya nggak mau kalau aku jemput?”
“Eh?” Alsha menggeleng. “Bukan gitu maksud aku, Len.”
Galen terkekeh. “Kan aku udah jadi pacar kamu lagi, Sha. Kamu lupa, ya?”
Alsha hanya menyengir. Mungkin ini yang disebut ‘sudah terlalu nyaman jadi jomblo’
Motor Galen berbelok ke kanan, saat lampu berubah menjadi warna hijau. Melewati flyover yang sudah terpadati oleh angkutan umum. Lalu mulai memasuki pelataran sekolah. Galen memarkirkan motornya di lahan parkir khusus siswa. Setelah melepaskan helmnya, Galen mengeluarkan satu lembar rumus tenses, kemudian ditunjukkan pada Alsha.
“Mau belajar bahasa Inggris bareng, nggak?”
Alsha tertawa. “Nggak salah nih ngajak belajar bareng aku?”
“Ayok, Sha. Sekalian makan sarapan dari tante Sarah. Boleh, kan?”
“Yeeuuu. Bilang aja mau sarapan.” Alsha mencubit pinggang Galen. Membuat Galen terpingkal, lalu tertawa.
***
Lima menit sebelum bel masuk berdenting, Azril baru saja tiba di sekolah. Tak lupa pemuda itu memasukkan ujung baju seragam ke dalam ikat pinggangnya, karena sungguh, pagi ini Azril terlihat sangat kacau. Rambutnya belum disisir, simpul dasi yang masih longgar tersampir begitu saja di pundakya, belum lagi perutnya yang terasa sangat lapar.
Dengan langkah tergesa, Azril melewati koridor. Menghiraukan tatapan memuja dari para gadis yang sengaja menanti kehadirannya, karena saat ini, ia ingin segera sampai di kelas. Meminta satu tangkub roti selai coklat atau nasi goreng yang selalu Alsha bawa untuknya.
Saat langkah kakinya mencapai ambang pintu kelas. Pemuda itu menangkap pemandangan yang tidak seperti biasanya. Ada Galen yang sedang duduk di kursi miliknya, disebelah Alsha, seperti sedang memaparkan sesuatu. Tangannya bergerak-gerak di udara, sedangkan matanya menatap lurus pada Alsha.
Wah, apa-apaan ini?!
Dengan cekatan, Azril segera mendekat, berdiri di belakang Galen yang sedang fokus menatap Alsha. Namun, Azril melihat ekspresi gadis itu, yang saat ini tengah meringis, seakan berbicara, tunggu sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kode Etik Pertemanan [HAECHAN] || TAMAT ✔️
JugendliteraturIni tentang Alsha dan Azril yang ternyata sama-sama berada di satu lingkaran. 360 derajat itu sempit, nggak bisa kemana-mana, dan membosankan. kata Alsha, Azril itu sok ganteng tapi emang ganteng, dia juga bersinar, bahkan kayanya matahari aja mind...