22 - TWIO6C

49 7 0
                                    

Alsha meniupkan udara ke atas, sehingga poninya bisa ikut terbang. Lalu gadis cantik itu menutup pagar, lalu memasuki ruang tamu. Terlihat sang paman yang masih betah berbincang dengan mamanya, yang saat menyadari keberadaan Alsha, mereka seakan menutup diskusi dengan diakhiri mama yang beranjak, kemudian menepuk pundak Alsha.

           “Azrilnya udah pulang?” tanya Mama yang sesekali melirik ke arah luar.

           Alsha hanya mengangguk.

           “Yaudah, katanya mau konsultasi sama Om Bima. Mama mau liat keadaan abang dulu ya, dek.”

           Alsha meraih bantal sofa, lalu duduk di samping Om Bima.

           “Ngambek, nih.” Goda Om Bima yang terkekeh karena melihat Alsha yang kini menekuk wajahnya.

           “Enggak.”

           “Sha, Om ini yang bakal bantuin Papa kamu untuk jagain kamu, di sini. Selain Papa yang jagain kamu dari sana, Om juga punya tanggung jawab untuk itu. Jadi, kasih Om kesempatan untuk tahu kegiatan kamu, temen-temen kamu, atau bahkan pacar kamu.”

           Alsha menghela nafas. “Tapi tadi bukan pacar aku, Om.”

           “Tapi dia suka sama kamu. Iya, kan?”

           “Nah itu. Om bikin suasananya jadi canggung.”

           Om Bima kini tertawa kecil. “Seperti ada kupu-kupu yang bertebaran di perut? Semacam perasaan menyebalkan yang bahagia?”

           “Ih nggak gitu, Om.”

           “Oke, oke. Om tahu kok dia anak baik.” Lalu Om Bima mengeluarkan ponsel. “Om juga bakal melakukan hal yang sama saat Disya udah seusia kamu.” Disya adalah anak Om Bima. Sepupu Alsha yang saat ini baru masuk SMP. “Boleh tolong log in?”

           Alsha menerima ponsel Om Bima yang sudah memasuki sebuah web semacam ‘Sistem Informasi Nilai Online’, yang bisa mengakses nilai-nilainya di sekolah tanpa harus membuka buku rapot.

           Om Bima mulai menganalisis nilai-nilai Alsha dari semester satu sampai semester lima. “Mama bilang kamu mau lintas jurusan, benar?” tanya Om Bima.

           “Iya.” Alsha menggaruk tengkuknya. “Bisa nggak sih, Om?” cemas Alsha.

           “Bisa aja, sih. Tapi peluangnya nggak sebesar mereka yang sudah punya nilai-nilai rumpun sosial dari semester satu sampai semester lima,” jelas Om Bima, “karena untuk jalur undangan, kamu bisa mengandalkan nilai-nilai rumpun sosial yang didapat dari peminatan. Iya, kan?”

           Alsha mengangguk.

           “Sekecil apapun kesempatan ya tetap kesempatan buat kamu, Sha. Tapi kamu jangan terlalu berharap.” 

           “Ya emang, Om. Aku nggak terlalu percaya diri di jalur undangan. Aku udah belajar kok untuk jalur UTBK.”

           Om Bima me-log out akun sekolah Alsha. “Wah bagus, dong. Memangnya minat kamu mau ambil jurusan apa?”

***

           Setelah selesai berkonsultasi dengan Om Bima, Alsha memilih untuk memasuki kamar Bang Angga. Memeriksa bagaimana keadaan kakak laki-lakinya itu. Alsha memilih untuk duduk di lantai, memerhatikan kakaknya yang sedang tertidur pulas. Sesekali Alsha menempelkan punggung tangannya pada kening Bang Angga. “Udah nggak panas deh kayaknya.” Lalu gadis itu memegang keningnya sendiri, untuk membandingkan suhu tubuh diantara keduanya.

Kode Etik Pertemanan [HAECHAN] || TAMAT ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang