44 - TWIO6C

53 7 1
                                    

Alsha masih diam, ketika tangannya masih memegang ponsel. Setelah menghubungi Avi, Alsha mendapat beberapa fakta yang sebenarnya sudah bisa ia duga.

            “Iya, Kak Azril sekarang ngulang matkul yang seharusnya dia selesaiin di semester tiga, Kak. Harusnya tahun ini dia udah bisa masuk lab uji coba buat skripsi nanti. Tapi....”

            Percakapan mereka terus berlanjut. Alsha bahkan mendapat informasi yang membuat dadanya kembali perih.

            “Kak, maaf ya, aku harusnya cerita ini dari dulu, tapi aku takut salah, aku tau kalau Kak Azril emang lagi dekat sama adik tingkatnya, mahasiswa baru di tahun pertama, aku gak tau hubungan mereka udah sejauh apa, karena aku sama Kak Azril pun udah jarang banget ngobrol.”

            Padahal, sudah seringkali Alsha berpesan, jika hatinya sudah tidak berdebar lagi ketika mengingat Alsha, tolong beri tahu. Jika kadar rindunya sudah tak sekuat dulu, tolong bilang. Dan jika ada perempuan baru yang lebih menarik perhatiannya, tolong jujur. Jika sudah begini, rasanya tidak mudah untuk bisa lepas, untuk bisa keluar dari satu cerita yang sudah terlalu lama dijalani.

            “Sha...” Suara Mama datang diiringi pintu kamar yang terbuka.

            Alsha yang sedang duduk termenung di depan jendela pun menolah. “Kenapa, Ma?”

            Mama menghembuskan nafas, lalu tersenyum. Langkahnya mendekat, menutup jendela. “Udaranya dingin, Sha. Abis ujan ini, malah dibuka jendelanya.” Mama mengusap punggung Alsha. “Ada Nana tuh di bawah,” ujar Mama.

            Alsha mengangguk. “Iya, Ma. Nanti aku turun, ya.”

            Mama kembali keluar, lalu menutup pintu kamar. Dengan gerakan yang lemah, Alsha menyambar handuknya, bergerak untuk mandi, membasahi seluruh tubuhnya, agar kembali segar, karena efek tidak tidur selama beberapa malam membuat wajahnya nampak layu dan kusut.

            Setelah rapi, Alsha menuruni anak tangga, dilihatnya Najendra yang sedang mengoprek kameranya, mungkin pemuda itu sudah terlalu lama menunggu. “Ada apa?” tanya Alsha yang langsung duduk di samping Najendra.

            Najendra menoleh, lalu menaruh kameranya di atas meja. “Mau jalan-jalan, nggak?”

            “Enggak deh, Na. Aku... ngantuk.” Alsha mengucek matanya yang terasa perih.

            “Kamu bisa tidur di jalan, Sha. kali ini aku bawa mobil,” kukuh Najendra.

            Alsha menggeleng. “Bukannya kamu sendiri, ya, yang bilang kalau ngantuk itu tidur? bukan jalan-jalan.”

            Najendra mengusap tengkuk. “Ya... itu kan waktu itu, sekarang beda lagi.”

            “Hmm.” Alsha membuang nafas lelah, lalu menyandarkan tulang punggungnya pada sandaran sofa. “Semua cowok sama aja, ya? Dulu bilangnya A, sekarang malah B, nanti C, besoknya D. Nggak bisa dipegang omongannya.”

            Najendra merapikan kameranya, lalu bangkit dari posisi duduknya. Menarik tangan Alsha. “Udah, ikut aja, yuk. Aku udah izin sama tante Sarah, kok.”

            Alsha berdecak lidah, lalu mengikuti kemana arah langkah pemuda itu.

            Kini Najendra membawa Alsha kemana saja, menyusuri riuhnya jalanan sore di pusat kota, Najendra mengemudi dalam diam. Memberi ruang pada Alsha untuk bercerita, namun yang didapat ternyata hanya keheningan, karena kini gadis cantik itu juga diam, menutup rapat mulutnya.

Kode Etik Pertemanan [HAECHAN] || TAMAT ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang