Sepulangnya dari Bandung, Alsha kembali ke rutinitasnya sebagai siswa kelas dua belas. Bayang-bayang try out sudah hadir di pelupuk matanya. Sudah tidak ada waktu lagi untuk bermain-main.
Setibanya di pintu kelas, atmosfer yang dirasakan sudah berbeda. Jika kemarin dirinya bisa menghirup udara segar di Bandung, kali ini gadis cantik itu harus bisa untuk menghirup hawa-hawa sesak, panas, dan gerah. Bagaimana tidak? Dari meja bagian depan sampai bagian belakang sudah saling melihat kertas yang pernah diberikan oleh guru BK kemarin.
Dan, Alsha tentu saja sudah membawanya di dalam tas. Gadis cantik itu segera duduk di bangkunya,dan menaruh tas di atas meja. Dilihatnya Azril yang kini sedang menuliskan sesuatu di kertas itu.
“Lo udah nentuin?” tanya Alsha seraya mengikat semua rambutnya.
Azril menoleh, lalu memberikan kertas tersebut pada Alsha. “Udah.”
Alsha kembali mendorong kertas itu. “Oh.” Hanya itu jawaban yang bisa lolos dari kepalanya.
“Oh doang?” Azril menaikkan satu alisnya. “Sha, lo masih deg-degan kalau deket gue?”
Alsha yang kini sedang membuka resleting tas itu menghentikkan gerakannya. “Ya.. ya masih.”
Azril memajukkan wajahnya. “Masa sih?”
Alsha mendorong kening Azril dengan jari telunjuknya. “Makannya lo tuh harus jaga sikap sama gue. Paham?”
“Apa perlu gue pindah tempat duduk? Biar jantung lo aman?” candanya dengan senyum yang sedang ditahan.
“Ya-ya nggak perlu juga!” gerutu Alsha.
Azril ingin sekali mengacak puncak kepala Alsha, seandainya saja tidak ada Galen yang kini telah mengalungkan lengannya di pundak Alsha, dan mendekap singkat gadis cantik itu.
“Kangen,” bisik Galen yang kini sudah melepas dekapannya.
Alsha tersenyum, setelah ekor matanya melirik Azril yang kini telah kembali duduk di bangkunya, menelungkupkan wajahnya ke samping kiri, membuang wajah.
“Kamu baik-baik aja, kan?” tanya Galen lagi.
“Baik, kok. Udah sarapan?” tanya Alsha, kini tatapannya benar-benar lurus ke arah Galen. Memandang lekat-lekat wajah kekasihnya, yang.... sebenarnya gadis cantik itu sedang mencari-cari rasa rindu yang kini telah sirna.
Galen menjentrikkan jarinya. “Ayo katanya mau ke kantin. aku belum sarapan.”
“O-oh iya, ayo.” Alsha masih mengekor di belakang Galen. Namun dirinya berbalik, membuka resleting tasnya dengan cepat, dan mengeluarkan kotak bekal yang berisi nasi goreng buatan Mama, lalu meletakkan di kolong meja Azril. “Buat lo. Harus diabisin,” pesan gadis cantik itu secara cepat, lalu kembali berlari, mengejar Galen.
***
Alsha kini tengah duduk, memandangi Galen yang sedang melahap soto ayam kesukaannya. Sesekali Alsha ikut tersenyum ketika Galen menatapnya dengan senyum yang hampir menenggelamkan matanya.
“Gimana kemaren? Bang Angga udah sembuh?” tanya Galen di tengah-tengah acara makannya.
“Oh. Udah kok. Kayaknya dia sakit cuma pengen ditengokin sama Mama.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Kode Etik Pertemanan [HAECHAN] || TAMAT ✔️
Teen FictionIni tentang Alsha dan Azril yang ternyata sama-sama berada di satu lingkaran. 360 derajat itu sempit, nggak bisa kemana-mana, dan membosankan. kata Alsha, Azril itu sok ganteng tapi emang ganteng, dia juga bersinar, bahkan kayanya matahari aja mind...