5 -TWIO6C

73 12 5
                                    

Suasana sore sudah tidak sepanas siang, kini Alsha sedang duduk seorang diri di sebuah halte bus, karena Azril meninggalkannya tanpa sepatah kata pun. Azril pergi, tanpa bilang akan kemana. Alsha berusaha mengejarnya, memanggilnya, tapi Azril sama sekali tidak menoleh. Mungkin Azril ingin menenangkan diri, fikir Alsha.

            Angin berhembus lembut, beberapa orang tampak turun dan naik ke dalam bus. Namun, gadis cantik itu masih enggan beranjak dari tempatnya, masih betah disini. Menikmati keadaan yang ramai namun sepi untuknya, bising namun sunyi untuknya, penuh sesak namun sendiri untuknya.

            ‘Lo mau kan jadi pacar gue, Sha?’

            ‘Kenapa? Lo cantik, baik...’

            Lamunan Alsha harus terhenti, ketika suara klakson motor mengejutkannya. Alsha segera menepis air matanya, memasang wajah tersenyum, wajah yang terlihat baik-baik saja. “Galen, lo kok disini?”

            “Mau ujan, nih. Kenapa lo masih di sini, Sha?”

            “Gue? Gu-gue lagi mau pulang. Lagi nunggu bis.”

            “Azril kemana emang?”

            Alsha sedikit memutar otak, pasalnya ia sendiri tak tahu keberadaan Azril dimana. “Lagi ada urusan katanya,” alibi Alsha.

            “Yaudah sini bareng gue. Gue anterin sampe depan pintu kalau perlu.”

            Alsha tersenyum kikuk, lalu beranjak. Mendekat pada Galen, menerima helm lalu mengenakannya.

            Selang sepuluh menit perjalanan, keduanya sudah sampai di depan pagar rumah Alsha. Gadis cantik itu turun dan menyerahkan helm. “Thanks, ya, Len.”

            Galen tersenyum lalu mengangguk.

            “Oya, lo juga jangan salah paham sama Azril. Dia nggak ngapa-ngapainin gue, kok.”

            Galen menunduk sebentar  lalu mengusap wajahnya sendiri. “Udah gue duga kok, Sha. Selamanya Azril emang nggak pernah salah di mata lo.”

            “Len.. Nggak, gitu.”

            “Yaudah, gue cabut, ya.”

            Saat Galen hendak menarik gas motornya, Alsha memegang tangan Galen, membuat pemuda manis itu kembali membuka kaca helm. “Apa lagi, Sha?”

            “Gue...”

            “Sha, nggak ada yang perlu lo jelasin ke gue. Nggak apa-apa kok, lo mau ngapain sama Azril juga silakan, tapi harus tau tempat.”

            Alsha tercekat. Dadanya terasa perih, mendengar ucapan Galen barusan yang mungkin jika disederhanakan akan seperti “Lo nggak inget kalau kita cuma temen? Kan kita udah bukan siapa-siapa.”

            “Sha, nggak ada yang mau lo sampein lagi, kan?”

            Alsha menggeleng. “Lo hati-hati.”

Kode Etik Pertemanan [HAECHAN] || TAMAT ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang