Suasana pelajaran sore ini tidak terlalu menguras tenaga, karena mata pelajaran Sejarah peminatan adalah mata pelajaran yang selalu dinanti-nanti oleh seorang Alsha. Entahlah, Alsha juga tidak mengerti takdir buruk apa yang mengharuskannya untuk bertengger di kelas MIPA 7 ini. Padahal, Alsha lebih cepat menghafal dari pada menghitung, lebih suka mengkonsep dari pada mencari pembuktian rumus.
Sesekali Alsha menoleh, pada Azril yang sedang merebahkan kepalanya di atas meja. Mata pemuda itu terpejam. Lalu Alsha tertawa, melihat betapa polosnya wajah Azril saat tertidur.
“Zril, bangun. Nanti kalau ketauan bu Desi lo bisa kena marah,” bisik Alsha.
“Euung.” Azril menggeliat, lalu merubah posisi kepalanya, menjadi membelakangi Alsha.
“Zril.” Alsha mengguncang lembut pundak Azril.
“Ssshhh.” Azril dengan mata yang merah, mulai menegakkan tulang punggungnya, lalu melirik pada buku catatan milik Alsha. “Lo nulis semua materinya?”
Alsha mengangguk. “Nulis, sih. Tapi gue nyatetnya pakai konsep.”
“Nanti gue liat, ya? Gue mau nyalin catetan lo.”
“Boleh. Lo bawa aja ke rumah.”
Azril tersenyum, lalu mengucapkan terima kasih. Kemudian mengeluarkan ponselnya, jari-jarinya mulai menari di atas layar. Menandakan jika pemuda itu tengah berbalas-balas pesan singkat yang entah siapa, Alsha tidak tahu.
“Nanti pulang sekolah, anterin gue benerin senar gitar, yuk?” tanya Azril seraya memasukkan kembali ponselnya ke saku celana.
Alsha berdeham. “Tapi kayaknya gue bakal balik bareng sama Galen, deh, Zril.”
“Emangnya dia bilang bakal anterin lo pulang?”
Alsha meringis. “Belum, sih. Tapi, kan—”
“Tuhkan, udah, lah. Pulang sama gue aja. Dia mah nggak pasti-pasti,” ujar Azril seraya menunjuk-nunjuk ke arah tempat Galen duduk.
Alsha mengangguk. “Liat nanti aja, ya.”
Bel pulang berdenting sepuluh menit lebih cepat dari biasanya. Hal itu membuat Alsha mendengus, kenapa saat mata pelajaran kesukaaannya berlangsung, waktu seolah berjalan begitu cepat?
Dilihatnya Galen yang sudah mengenakan jaket jeansnya mendekat pada Alsha. “Sha, aku harus nganterin berkas sponsor ke pabrik tekstil.”
“Oh, okey, gapapa, kok.” Alsha menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. “Sama siapa?”
“Sama anak OSIS, sih. Maaf ya, aku jadi nggak bisa anter kamu pulang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Kode Etik Pertemanan [HAECHAN] || TAMAT ✔️
Novela JuvenilIni tentang Alsha dan Azril yang ternyata sama-sama berada di satu lingkaran. 360 derajat itu sempit, nggak bisa kemana-mana, dan membosankan. kata Alsha, Azril itu sok ganteng tapi emang ganteng, dia juga bersinar, bahkan kayanya matahari aja mind...