Najendra baru saja melepas hoodie miliknya, menggantungnya di belakang pintu. Lalu pemuda itu menjatuhkan dirinya di atas kasur. Pandangannya terarah pada langit-langit kamar, lalu pemuda tampan itu tertawa tanpa minat, lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri, karena dengan tingkah bodohnya, dia hanya mampu berdiri di depan sebuah pagar rumah yang terbuka lebar, memerhatikan ke arah sepasang kekasih yang saling menabung kenangan.
Saat itu kakinya menolak untuk melangkah lebih jauh, terdiam dengan satu kotak yang berisi sepuluh ikat rambut yang ada di tangannya. Lalu ketika sepasang kekasih itu saling mendekap dan saling menenangkan, barulah kakinya melangkah mundur, berbalik, sebelum akhirnya ada seorang lelaki yang memanggilnya.
Lelaki yang diketahuinya sebagai kakak dari seseorang yang hendak dihadiahi ikat rambut itu mempersilakan Najendra untuk masuk, namun Najendra menolak dengan halus. Ia tahu, kedatangannya hanya akan menganggu suasana yang sudah mereka ciptakan, kedatangannya hanya akan menciptakan kecanggungan. Jadi, keputusan terbaik yang dipilih oleh Najendra adalah menitipkan kotak itu pada lelaki itu.
***
Pagi ini Alsha baru saja menutup pintu kamar mandi, menggulung rambutnya yang basah menggunakan handuk. Lalu gadis cantik itu menyibak gorden, menikmati sinar matahari pagi yang memasuki kamarnya. Lalu meraih ponsel yang sedari tadi dipenuhi oleh notifikasi.
“Eh tumben grup MIA 7 rame banget,” gumamnya saat melihat grup kelasnya yang sudah ramai. Dan tak lama setelah itu, Azril menghubunginya, membuat ukiran bulan sabit di wajah gadis itu. “Halo?”
“Lagi apa, Sha? Hari ini free gak?”
Alsha mengingat-ngingat jadwalnya. “Gue ada ketemuan aja sih sama Nana di Arjuna, Zril. Mau finishing masa promosi produk baru.”
“Gue jemput ya, Sha? Gue tungguin juga.”
“Lho ada apa emangnya? Lo udah kangen lagi sama gue, ya?” Alsha terkekeh.
Terdengar suara Azril yang sedang tertawa. “Lo belum buka grup kelas, ya? Hari ini sekolah kita ulang tahun, undang alumni. Gue dapet bocoran dari anak eskul seni, katanya hari ini ada festival musik gitu.”
Alsha menghembuskan nafasnya. “Bakal ada Galen juga, nggak? Gue males ketemu dia.”
“Kan ada gue, Sha. Gue jagain.”
Alsha nampak berfikir. Sebenarnya bukan Galen yang Alsha permasalahkan, hanya saja... Dita. Alsha masih tidak ingin melihat wajah Dita.
“Sha? Kalau gak mau juga gappa, kok. Gue gak maksa, Sha.”
“Mau, kok, Zril. Lo kan paling suka sama festival musik gini.”
“Beneran, Sha?”
Alsha tersnyum dan mengangguk. “Iya, Zril. Lo jemput gue lima belas menit lagi, ya. Gue mau siap-siap dulu.”
“Siap, Cantik. Love you, Sha.”
Alsha terkekeh. Tak peduli jika nanti ia akan bertemu dengan Galen ataupun Dita, yang saat ini Alsha rasakan adalah bahagia. Bahagia karena bisa membuat orang lain senang, dan apalagi jika orang itu adalah Azril.
Selang lima belas menit, Alsha sudah mengeringkan rambutnya, lalu melihat pantulan dirinya di depan cermin. Kemudian tangannya membuka kotak ikat rambut pemberian Najendra yang berada di atas meja riasnya. “Pake warna apa, ya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Kode Etik Pertemanan [HAECHAN] || TAMAT ✔️
Подростковая литератураIni tentang Alsha dan Azril yang ternyata sama-sama berada di satu lingkaran. 360 derajat itu sempit, nggak bisa kemana-mana, dan membosankan. kata Alsha, Azril itu sok ganteng tapi emang ganteng, dia juga bersinar, bahkan kayanya matahari aja mind...