Suasana hening mulai menyapa ketika guru di depan sana sudah membagikan kertas soal dan berkeliling memutari meja-meja siswa. Tidak ada yang berani untuk berbincang ataupun berdiskusi, bahkan hanya mengalihkan tatapan mata saja sudah diwaspadai oleh beliau.
Alsha masih membaca-baca soal, mencari soal yang paling mudah, yang sekiranya bisa dikerjakan. Gadis cantik itu perlahan-lahan mulai mengerjakan satu persatu soal, sampai pada soal ketiga, pensilnya berhenti.
Soal yang semalam sudah dibahas bersama Azril pun keluar semua, namun nyatanya kapasitas ingatannya mengenai angka-angka tidak sebagus cowok yang duduk di sampingnya itu.
Alsha mencoba mengetukkan ujung sepatunya pada kaki Azril, karena saat ini posisi Azril membelakangi Alsha. Namun tidak ada respon apapun. Ssshh Zril bantuin gue!!!!
Dan apa yang didapatinya? Kini Azril terlihat tengah memejamkan matanya. Apakah Azril kelelahan belajar sampai tertidur begitu?
“Sepuluh menit lagi, semua jawaban harus sudah sampai di meja saya!” titah guru itu seraya membereskan peralatan mengajarnya. Membuat suasana menjadi semakin tegang nan sunyi. Hanya terdengar desahan frustasi dari beberapa siswa yang otaknya mungkin sudah hangus terbakar.
Dalam keadaan seperti itu, terdengar suara pintu kelas diketuk. Menghadirkan seorang cewek yang Alsha ketahui bernama Dita. Kenapa Alsha bisa tahu? Karena Dita adalah mantan anggota inti OSIS, dan mustahil jika ada yang tidak kenal Dita.
“Maaf, Bu. Saya ada perlu dengan Galen,” tutur Dita dengan sopan.
Alsha menegakkan tulang punggungnya dan menajamkan pendengarannya saat nama Galen disebut. Ada apa nih?
“Ada apa ya, Dita? Soalnya kelas ini sedang ada ujian.” Tuh, bahkan guru-guru pun tahu siapa Dita.
“Dipanggil pembina OSIS, Bu.”
“Oh. Pak Abiyaz?”
Alsha melihat Dita mengangguk, lalu Galen beranjak, keluar dari bangkunya seraya membawa satu lembar kertas jawaban miliknya untuk dikumpulkan di meja guru. Terlihat Galen yang sedang berbincang dengan guru, kemudian akhirnya cowok itu keluar setelah mengucapkan terima kasih. Galen keluar begitu saja, tanpa melihat ke arah Alsha, yang sedari tadi memperhatikannya.
Mungkin urusan OSIS. Fikir Alsha tidak ambil pusing.
“Sha..” rintih Azril seraya memegangi perutnya.
Alsha menoleh ketika suara parau itu memanggil namanya. “Ya?”
“Gue pusing, mual juga. Perut gue sakit banget.”
Alis Alsha bertaut. “Lo hamil, Zril?” tanya Alsha berbisik.
“SSshhh. Serius.” Azril memegangi perutnya semakin erat. “Tolong kumpulin kertas jawaban gue, ya?”
Alsha mengangguk. Lalu gadis cantik itu meraih kertas milik Azril, disatukan dengan miliknya, kemudian mengumpulkannya di meja guru.
Suasana kembali ricuh ketika guru itu keluar kelas, membawa hasil jawaban siswa. Lalu Alsha merogoh tas ranselnya, mengeluarkan tempat minum miliknya. “Zril, lo duduk dulu. Minum air putih dulu.” Alsha memutar tutup botolnya. Lalu menyerahkan pada Azril. “Nih, Zril. Ayo dong.”
Azril berusaha untuk menegakkan tulang punggungnya. Lalu meminum air yang diberikan oleh Alsha.
“Gue anter ke UKS ya?”
Azril menggeleng. “Gue mau pulang aja deh, Sha.”
“Oke. Kita pulang.” Dengan cepat Alsha merapikan alat-alat tulisnya. “Gue anter lo pul—”

KAMU SEDANG MEMBACA
Kode Etik Pertemanan [HAECHAN] || TAMAT ✔️
Fiksi RemajaIni tentang Alsha dan Azril yang ternyata sama-sama berada di satu lingkaran. 360 derajat itu sempit, nggak bisa kemana-mana, dan membosankan. kata Alsha, Azril itu sok ganteng tapi emang ganteng, dia juga bersinar, bahkan kayanya matahari aja mind...