32 - TWIO6C

35 8 0
                                    

Alsha baru saja mematikan lampu kamar. Senyum dari bibirnya masih terulas indah. Rasanya seperti ada kupu-kupu yang beterbangan di perutnya. Alsha memegangi bibirnya, masih tergambar jelas bagaimana ketika ia mendapat keberanian yang datangnya entah dari mana.

           Alsha menarik selimut sampai atas kepalanya. Padahal tidak ada siapapun yang bisa melihat senyumnya, tapi rasanya ingin sekali untuk terus menerus tersenyum. Kakinya menendang-nendang udara, sehingga selimutnya ikut berterbangan.

           “Sha?” Suara kakak laki-lakinya terdengar seiring ketukan pintu. “Ribut amat.”

           Alsha menyibak selimut. “Eh, kenapa, Bang?”

           “Nggak demam, kan?”

           Alsha memegangi pipinya,kemudian keningnya. “Nggak, Bang.”

           “Oke. Yaudah cepet tidur.”

           Alsha terkekeh. Lalu hendak kembali menutup kepalanya dengan selimut. Namun ponselnya bergetar panjang. Menandakan ada satu panggilan masuk. Alsha meraba-raba nakas, kemudian meraih ponsel. Dilihatnya nama si penelepon.

           “Omaigatttt.” Alsha menutup mulutnya. Lalu menegakkan tulang punggungnya. Berdeham sebanyak dua kali agar suaranya dapat terdengar senormal mungkin. “Eh, Zril, Hai. Ada apa?”

           “Mmm... Gue nggak bisa tidur, Sha. Dada gue, berisik banget.”

           “Y-ya terus gue harus gimana, Zril?”

           “Lo harus cium gue lagi.”

           Alsha terbatuk, tak percaya dengan Azril yang mudah sekali berkata seperti itu. mati-matian Alsha menahan malu, bahkan untuk mengingatnya saja sudah membuat jantungnya berdetak lima kali lebih cepat.

           “Hehe nggak bercanda, Sha.”

           “Mm... Zril?”

           ”Hm?”

           “Gue mau bilang sesuatu, tapi....”

           “Bilang aja, Sha.”

           “Gue boleh nggak?”

           “Boleh apa, sayang?”

           Suara Azril yang lembut itu berhasil membuat pipi Alsha menjadi panas. Tulang punggung yang semula tegak kini sudah berubah seperti jelly. “Zril astaga, lo nggak boleh gitu, ah.”

           ”Boleh apa emangnya, Alsha? Lo ceritanya lagi latihan jadi istri yang berusaha meminta izin suami, ya?” Terdengar suara tawa Azril.

           “Ya.. anggap aja begitu hehe. Tapi gue mau nanya, gue boleh nggak datang ke acara pertunangan Galen?”

           “Gue bukan tipe cowok yang suka mengekang, Sha. Galen kan masa lalu lo, lagian semuanya udah bener-bener selesai, kan? Jadi nggak ada alasan untuk nggak datang.”

           Alsha tersenyum. “Lo temenin gue, ya?”

           “Pasti, lah. Lo mau datang sendirian?”

           “Nggak lah. Gila aja lo.” Alsha kini menatap langit-langit kamarnya. “Zril, sebenernya kita ini apa, ya?”

           “Lebih dari pacar, Sha. Gue... gue nggak nyangka lho kalau ternyata lo ada rasa sama gue. Gue nggak pernah peka sama lo. Maafin gue ya, Sha... Harusnya gue menyadari ini dari awal, kan bisa pacaran dari dulu. Hehehe.”

Kode Etik Pertemanan [HAECHAN] || TAMAT ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang