Juli, hujan yang turun di pertengahan bulan kemarau. Saat ini Alsha masih berada di kamarnya, memandangi pada jendela kamarnya yang terkena percikan air hujan. Sesaat Alsha menoleh, melihat pada kasur kosong yang.... kemarin pernah disinggahi oleh seseorang yang akan meninggalkannya tidak lama lagi.
Azril♥
Sha, besok mau anter aku ke bandara, kan?
Ada papaku juga, sekalian aku kenalin, ya.
Sebuah pesan singkat yang berhasil membuat kesedihan itu muncul lagi.
***
Malamnya, Alsha meminta pada Bang Angga untuk diantar ke apartemen Azril. Bang Angga sempat menolak, namun Alsha terus memohon dan akhirnya sekarang Alsha disini. Duduk memerhatikan kekasihnya yang sedang mengepak baju, memasukkannya ke dalam koper.
Gadis itu masih diam. Tidak ingin banyak bicara, karena yang diinginkannya hanya memandangi wajah tampan Azril sebanyak yang ia bisa.
“Sha, aku harus bawa apa lagi?”
Mata Alsha yang sudah mulai berair pun kini menutup, membiarkan buliran air matanya jatuh, membasahi pipi.
“Sha...” Azril menghampiri Alsha. “Kamu marah sama aku?”
Alsha menggeleng lemah, seraya menutupi wajahnya.
“Aku masih di sini, dan kamu udah gak mau lagi ngomong sama aku.” Azril menundukkan wajahnya. “Aku bikinin coklat panas ya? Mau?”
Alsha kini menepis air matanya. “Sori, nggak seharusnya aku kaya gini di hari terakhir kita sama-sama.”
“Nggak apa-apa, kok. Kamu mau marah sama aku, itu hak kamu, dan itu boleh. Tapi, bikin kamu seneng itu hak aku, dan itu harus.” Azril tersenyum seraya mengusap air mata Alsha. “Tunggu ya, aku bikin coklat panas dulu.”
Alsha mengangguk. lalu ia melihat Azril yang berjalan menuju pantri. Mengambil dua cangkir dan mulai membuat coklat panas untuk mereka berdua. Alsha kini melihat-lihat apartemen Azril yang dipenuhi oleh kenangan mereka berdua.
Ruang tamu yang pernah menjadi saksi bisu betapa patahnya hati Alsha saat hubungannya dengan Galen harus putus. Dan meja belajar yang selalu menjadi tempat bagaimana frustasinya Alsha yang sulit mengerti materi matematika yang Azril berikan. Alsha tersenyum tipis ketika kenangan-kenangan itu mulai terputar di kepalanya.
“Manis banget senyumnya,” komentar Azril seraya memberi satu cangkir coklat panas pada Alsha.
“Makasih,” ucap Alsha yang kini menduduki sofa, lalu menepuk-nepuk ruang kosong yang ada di sampingnya. “Sini, aku mau ngomong.”
“Apa? Jadi deg-degan,” celetuknya dengan cengiran khasnya, yang menampilkan deretan gigi kecil-kecilnya yang sangat menggemaskan.
“Zril, kalau suatu saat, kadar kangen kamu sama aku mulai menipis, cepet kasih tau aku, ya?”
Azril mengerutkan kening. “Kamu tuh ngomong apa? Aku nggak paham, Sha.”
“Dengerin dulu.” Alsha menepuk paha Azril. “Kalau nanti, ada perempuan lain yang bikin jantung kamu berantakan, kasih tau aku juga, ya?”
“Nggak, Sha. Nggak akan ada.” Azril langsung menarik telapak tangan Alsha kemudian diletakkannya di dada kirinya. “Bisa rasain gak riuhnya dada aku?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Kode Etik Pertemanan [HAECHAN] || TAMAT ✔️
Novela JuvenilIni tentang Alsha dan Azril yang ternyata sama-sama berada di satu lingkaran. 360 derajat itu sempit, nggak bisa kemana-mana, dan membosankan. kata Alsha, Azril itu sok ganteng tapi emang ganteng, dia juga bersinar, bahkan kayanya matahari aja mind...