19 - TWIO6C

40 8 4
                                    

Terlihat seorang pemuda baru saja menekan tombol-tombol pin smart lock sebuah pintu rumah yang kokoh. Iya, Azril memasuki sebuah rumah yang sudah jarang sekali ia datangi. Rumah yang sepertinya sudah tidak berdefinisi sebagai rumah pada umumnya.

            Setelah mendapat kertas yang berisi sebuah angket perjalanan karir setelah lulus dari sekolah, Azril rasa ia harus mendatangi rumah salah satu dari orang tuanya yang berada di Bandung. Jarak antara ibu kota dan Bandung berhasil ia tempuh dalam waktu empat jam mengendarai sepeda motornya. Cowok tampan itu merasa perlu mendiskusikannya, dan tentu saja tanda tangan di bagian sudut paling kanan dari kertas itu menuntutnya untuk tetap harus pulang ke rumah.

            Azril merupakan seorang anak yang tidak seberuntung teman-teman seusianya. Orang tuanya memutuskan untuk berpisha sekitar tiga tahun lalu, saat dirinya baru saja menerima kabar  kelulusan SMP. Hal itu yang membuat Azril hancur, kebahagiaannya terenggut semua. Habis tak tersisa.

Seperti anak broken home lainnya, saat itu Azril berada di fase tersulit harus ikut siapa. Orang tuanya menanyakan itu pada Azril, terlebih Azril merupakan seorang anak tunggal. Saat itu ibunya memilih untuk pergi ke Kanada, meneruskan karirnya di sana, dan kabar terbarunya, dia sudah kembali menjalin hubungan pernikahan dengan seorang pria. Sedangkan ayahnya, dia ada. Ayahnya belum menikah lagi sampai sekarang. Namun urusan pekerjaan seakan menyita seluruh waktunya. Membuat keberadaan rumah menjadi kosong, sepi, dan hampa.

            Hal itu yang membuat Azril memutuskan untuk tinggal sendiri di masa SMAnya. Memutuskan untuk pergi dari sebuah tempat yang selalu memutarkan kenangan indah yang malah membuat hatinya melesak jatuh ke lambung. Sebuah tempat yang dingin, yang seolah semua furnitur mewah yang ada di tempat itu juga sedang menangisi rasa kesepian yang Azril rasakan.

            Pemuda itu melangkah masuk lebih dalam. Bertemu dengan Bibi Sari, seorang asisten rumah tangga kepercyaan ayahnya yang masih bekerja sampai saat ini. Bibi Sari yang dulu melepas Azril dengan air mata saat Azril memutuskan untuk keluar dari rumah ini. Satu-satunya orang yang membuat dirinya merasa berarti.

            Bibi Sari yang melihat Azril datang ke rumah dengan seragam sekolah itu segera memeluk Azril. Bertanya apakah dirinya sedang bermimpi. “Aa sehat, kan? Ini Bibi nggak lagi mimpi, kan?”

            Sebutan ‘Aa’ memang sudah Azril sandang sejaki ia lahir di dunia ini. Sebutan yang diharapkan akan ada anak berikutnya yang hadir setelah Azril, yang bahkan sampai saat ini belum Tuhan kabulkan.

            Azril tersenyum, tangannya menepuk-nepuk punggung wanita paruh baya itu. “Aa sehat, Bi.” lanjut Azril yang kini mengusap lembut punggung wanita yang sudah seperti ibunya itu. Bermaksud untuk meredakan tangis harunya, karena saat ini kemeja bagian dadanya terasa basah dan hangat oleh air mata Bibi Sari.

            Bibi Sari meminta maaf karena sikapnya yang spontan menangis di hadapan Azril, yang sebenarnya tidak masalah bagi Azril. “Aa mau ketemu ayah, ya?”

            Azril mengangguk.

            “Aa mau nginep di sini, kan? Soalnya ayah lagi nggak ada di rumah sekarang. Dan bakal pulang nanti malam.”

            Azril menghembuskan nafasnya pelan. “Aa mau ke atas dulu, Bibi.”

            “Iya, iya, A.” Bibi mengangguk cepat. “Bibi siapkan makanan buat Aa dulu.”

            Azril tersenyum. “Makasih banyak, Bibi.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kode Etik Pertemanan [HAECHAN] || TAMAT ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang