53

258 44 3
                                    

Boruto menoleh ke kiri dan ke kanan dengan muka letih, menapaki kakinya di tangga bus kemudian masuk ke dalamnya, mencari tempat duduk ternyamanㅡbelakang dan deket jendela. Hah, capek banget sehabis kegiatan terakhir, nyari bendera warna pink supaya bisa dianggep lulus kemping kempingan gini. Kalo nggak dapet bendera pink, nggak dianggep jadi anak manajemen. Dan kenapa warnanya pink? Karena itu warna fakultas tempat prodinya Boruto bernaung alias fakultas ekonomi. Edan emang yang bikin acara.

Ngomong ngomong warna fakultas, udah dijelasin belum nggak sih?

Cowok itu membuang ransel ke kursi sebelah lalu masuk dan duduk di kursi yang berada di deket jendela.

"Posisi yang sama ya kayak diawal", komentar Konan. Dia juga mengambil duduk di depan Boruto, persis kayak posisi duduk pas berangkat. Sewaktu Hinata juga mau mengambil posisi di sebelah Konan, tiba tiba Boruto berseru,

"Hinata! Sebelah gue", sambil menarik ransel yang dia buang asal tadi ke kursi sebelah tersebut lalu menaruhnya di bawah kaki. Hinata auto bingung. Dia menatap Konan, yang ditatap malah mengangkat bahu.

"Serah sih Hin lu mau duduk sama siapa", gitu kata Konan. Hinata menghela napas. Trus kalo dia duduk sama Boruto, kan nggak enak kalo ngebiarin Konan duduk sendiri.

"Udah biar gue duduk disini".

Hinata dan Konan menoleh. Ada Sasori yang muncul dalam sekejap, padahal tadi dicariin malah nggak nemu tuh anak, entah kemana dia ngilang.

Deidara aja nggak keliatan tanda tanda kehidupannya. Mungkin lagi nyari perhatian di bus lain.

"Oh boleh", balas Konan singkat dan ngebiarin Sasori mengambil alih tempat Hinata. Cewek itu pun akhirnya duduk di sebelah Boruto. Awalnya ada perasaan gugup gimana gitu, padahal dia udah sering duduk berduaan juga. Itu kenapa ya?

"Lu ada permen nggak?" tanya Boruto ke Hinata dengan tampang letihnya. Kepalanya dia senderin ke badan kursi sembari kaki kirinya dia angkat, "gue mual sumpah. Capek lari lari".

Hinata membongkar ranselnya lalu mengeluarkan kantong obat obatan yang memang dia bawa dari rumah, "antimo dulu aja gimana? Abis itu baru makan permen", saran cewek itu.

Boruto ngangguk doang. Tangan kirinya menerima sachetan antimo yang udah dibukain ujungnya sama Hinata kemudian meminumnya pelan. Untung ini mau pulang. Coba kalo masih kemping, pasti bakalan pingsan di tenda.

Bersamaan dengan itu bus mulai bergerak. Boruto memperbaiki posisi duduknya yang sempat melorot, lalu menyandarkan kepala di jendela. Pusing. Asli pengen tidur di kasur. Hinata yang liat jadi sedih sendiri.

"Boruto", panggilnya pelan.

"Hmm".

Hinata menarik napas dalam dalam. Dia mau nyuruh Boruto supaya ngerebahin kepala di bahunya aja, kalo di jendela kan sakit ntar, apalagi kalo jalannya nggak mulus. Tapi mau bilang pun malu.

Boruto yang tak mendapat sambungan kalimat lagi dari Hinata, menoleh dengan mata yang masih sayu, "kenapa?"

Hinata menggigit bibir. Jemarinya memegang kuat ujung longsleeve krem yang dia kenakan. Bibirnya nggak kunjung mengeluarkan sepatah kata.

Cowok itu balik merebah di sandaran kursi sambil meringis menutup mata karena menahan sakit. Hinata bener bener nggak tega. Akhirnya dia ngeberaniin buat bilang,

"Boruto, senderan di bahu aku aja ya".

Boruto membuka setengah mata, "hmm?"

Hinata menarik napas untuk yang kedua kali, "senderan di bahu aku aja ya".

Boruto tersenyum. Diangkatnya kedua kaki hingga menggantung di kaca jendela, lalu badannya dia sandarkan ke Hinata.

"Berat nggak?" tanyanya. Hinata menggeleng. Karena udah yakin Hinata nggak bakal ngerasa berat, dia pun balik merem, kali ini dengan tangan yang didekap di depan dada.

[2] Lost in Cool-yeah! ㅡ BORUTO : NARUTO NEXT GENERATIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang