Mimpi buruk

522 72 7
                                    

Hidayah itu bisa datang kapan aja, gue beneran udah tobat kok
~Samuel

***

Seorang gadis bergaun putih polos tersenyum manis kearahnya sembari melambaikan tangan, seolah akan pergi entah kemana.

Bryan meraih tangan mungil itu, tangan putihnya tampak sangat pucat.

"Bulan, jangan tinggalin aku. Kita baru bertemu dan kamu mau ninggalin aku lagi. Nggak, Bulan, gak akan aku biarin!" Bryan menggenggam erat tangan pucat itu seolah jika terlepas gadis kecilnya itu akan pergi untuk selamanya.

Tidak ada jawaban dari gadisnya, gadis itu hanya tersenyum sangat tulus.

"Bulan, kamu harus tetap disini sama aku. Aku gak bisa jauh dari kamu, kamu cinta pertama dan terakhirku. Aku sayang sama kamu." Bryan memohon agar gadisnya tidak pergi.

Gadis yang Bryan panggil dengan nama Bulan tersebut mengusap lembut pipi lelaki jangkung itu. "Udah waktunya aku pergi, kamu harus ikhlas. Kalo kamu gak ikhlas aku gak akan tenang disana, jaga diri kamu baik-baik, ya."

Setelah mengatakan itu Bulan melepas tautan tangannya dari Bryan, semakin lama tubuh mungilnya semakin menjauh dan hilang entah kemana.

"TIDAKKK!"

Bryan terbangun dari tidurnya, keringat membanjiri wajahnya. Ia mengusap wajahnya dan bersyukur semua itu hanya mimpi.

Leta masuk ke dalam kamar Bryan, mengusap keringat anaknya itu.
"Kamu kenapa, Nak? Bunda denger teriakan kamu dari bawah."

"Bryan mimpi buruk, Bun."

Nafas Bryan memburu, keringat bercucuran di dahinya, wajahnya pucat, dan matanya tertuju pada ponselnya yang terus berdering.

"Hallo, ken—"

"..."

Bryan terlonjak dari tempat tidurnya saat mendengar Alfi menangis sambil terus menyebutkan nama Bilqis.

"Shareloc sekarang?!"

"..."

Bryan menyambar kunci motornya, ia tidak peduli dengan penampilannya saat ini. Ia sangat takut mimpi buruknya itu menjadi kenyataan.

"Nak, mau kemana?" tanya Leta saat Bryan hanya melewatinya dengan buru-buru.

"Bryan, kam—"

"Nanti aja, Bun, nanya nya Bryan buru-buru."

"Tap—"

Bryan sudah melajukan motornya dengan kencang, lelaki itu tidak peduli dengan pengendara lain yang terus mengklaksonnya yang terpenting ia harus secepatnya sampai rumah sakit.

"Bilqis, kenapa?" tanyanya pada Alfi yang duduk di depan ruang tunggu.

Alfi terkejut saat melihat penampilan Bryan dan wajah kusut lelaki itu.
"Jawab, Alfi, jangan bengong aja! Bilqis, kenapa?!"

Alfi yang tadinya terus menangis kini malah menahan tawanya. "Liat aja sendiri."

"Kok lo malah ketawa?"

"Gakpapa, udah sana." Alfi mendorong Bryan untuk masuk.

Bilqis mondar-mandir didepan ruangan, didalam sana para tenaga medis sedang berusaha untuk menyelamatkan nyawa Samuel. Mata gadis itu sudah membengkak karena kebanyakan menangis.

"Sam, bertahan. Selamatkan dia ya allah." Bilqis terus merapalkan doa untuk keselamatan Samuel.

Gadis itu terkejut dan hampir terjungkal saat seseorang menubruk tubuhnya lalu mendekapnya dengan erat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dibalik Rasa Seamin tak Seiman (Proses Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang