-----------------------------
Happy Reading!
-----------------------------"Kantin skuy Tam!" Ajak Dhava, salah satu teman Tama.
Kini mereka berdua sedang berada di kelas MIPA 1, kelas Tama dan Dhava. Bukan hanya Dhava saja yang menjadi teman Tama, tapi ada beberapa orang lainnya yang menjadi geng Tama. Hanya beda kelas saja dengan Tama dan Dhava.
"Nggak dulu deh gue." Tolak Tama menatap kosong beberapa buku tulis di mejanya.
"Lo kenapa si akhir-akhir ini? Beda banget." Dhava yang tadinya sudah berdiri di samping meja, kembali duduk di samping Tama dan kebetulan mereka memang duduk satu meja.
"Beda apanya?"
Dhava merangkul pundak Tama dan mendekatkan mulutnya di telinga Tama, "Merenung mulu, kayak sad boy!"
Tama tidak menjawab. Ia hanya menoleh sebentar menatap Dhava, "Gue bawa bekel."
Merasa tidak yakin dengan pernyataan Tama barusan, Dhava langsung melepas rangkulannya. Beralih mengambil tas Tama yang berada di gantungan tas samping meja, memeriksanya apakah ada kotak bekal atau tidak.
Dhava tidak menemukan kotak bekal di dalam tas Tama, lalu ia beralih ke kolong meja Tama dan tidak ditemukan kotak bekal juga disana.
Tama yang dari tadi hanya menatap jengah temannya itu mendengus, kebohongannya ketahuan.
"Kalo mau boong, belajar dulu sama gue." Kata Dhava dengan nada mengejek.
"Udah ayo kantin." Ajak Tama pasrah.
Tama beranjak, berjalan lebih dulu meninggalkan Dhava yang masih bengong menatap keanehan temannya itu. Kayak bunglon, cepet banget berubah. Tadi gak mau diajak, tiba-tiba jadi dia yang gercep banget. Dhava pun langsung mengejar Tama yang sudah mulai hilang dari pandangannya, sebab Tama sudah keluar kelas.
Kelas mereka ada di lantai 4, SMA Briliant memiliki lift. Tapi Tama dan Dhava lebih memilih lewat tangga untuk turun ke lantai paling bawah menuju kantin.
Saat sampai di koridor lantai 3 dan lantai 2. Beberapa murid kelas XI dan X menyapa mereka, lalu dibalas senyuman simpul oleh keduanya.
Tiba di kantin, mata Dhava langsung tertuju pada teman-teman satu geng mereka yang sudah berkumpul di satu meja kantin. Dhava mengajak Tama untuk mengikuti arah pandangannya, lalu mereka berdua ikut duduk berkumpul disana.
"Nah, dateng juga lu berdua." Ujar Rayhan.
"Geser!" Sarkas Dhava pada Rayhan yang duduk nya makan tempat banget.
Tempat duduk yang mereka tempati ini sejenis kayu yang panjangnya disesuaikan dengan panjang meja, terdapat 2 bangku kayu dan 1 meja kayu di tengahnya. Di beberapa bagian kantin juga terdapat meja minimalis dan kursi satuan.
Tidak hanya Rayhan, disana juga ada Althaf, Arvin, dan Gentala. Arvin, Rayhan, dan Dhava duduk di bangku satu. Sedangkan Althaf, Tama, dan Gentala duduk di bangku satunya lagi.
Terlihat disana Rayhan dan Althaf yang masing-masing sudah menghabiskan satu mangkok mie ayam, Arvin yang masih memakan siomay nya, dan Gentala masih asik dengan sepiring nasi goreng.
"Lo berdua gak makan?" Tanya Gentala tidak terlalu jelas karena mulutnya masih dipenuhi nasi goreng.
"Ini mau beli." Dhava beralih menatap Tama, "Lo mau nitip apa Tam?"
"Samain aja." Jawab Tama cuek.
"Oke."
Hening. Tidak ada percakapan setelah dhava pergi membeli makanan. Hanya sesekali mereka membahas jadwal latihan sepak bola, lalu Gentala kembali fokus pada nasi gorengnya. Arvin, Tama, Rayhan dan Althaf kembali fokus pada ponselnya.
Beberapa menit kemudian, Dhava kembali dengan dua mangkok bakso yang dibawanya, lalu memberikan satu mangkok bakso ke hadapan Tama.
"Hm." Tama berdeham, memecahkan keheningan. Teman-temannya langsung kompak menatap Tama, memasang raut wajah seolah bertanya 'kenapa?'.
"Bantuin gue, bisa?"
"Bantu apa?" Tanya Arvin yang posisinya berhadapan dengan Tama.
"Bantu cari tau nama anak baru, kelas sebelas."
"Emang ada anak baru?" Tanya Althaf.
"Hm." Jawab Tama sambil menyeruput kuah bakso.
"Siapa? Cewek bukan? Kalo cewek cantik gak? Anak ipa apa ips? Kalo ipa, ipa berapa? Dan kalo ips, ips berapa?" Pertanyaan beruntun dari Rayhan, yang membuat teman-teman nya naik darah seketika.
"Ini nih, pertanyaan yang suka keluar dari mulut playboy." Ujar Arvin sambil geleng-geleng kepala, disusul gelak tawa yang lainnya.
"Enak aja!" Protes Rayhan tak terima.
"Udahlah, gua serius. Gua gak tau dia anak mana, yang gua tau cuma, dia anak kelas sebelas." Tama memang gak tau jelas gadis yang ingin sekali dia cari tau itu anak mana.
Pertama kali Tama tertarik dengan gadis itu, ketika dia melihat postingan instagram salah satu adik kelasnya yang kelas XI. Terlihat adik kelasnya itu sedang foto bersama dan tertulis caption "kawan baru!". Tadinya mau stalking, tapi gak di tag. Otomatis Tama belum tau social media gadis yang dimaksudnya itu.
Lalu keesokan harinya, Tama berpapasan dengan gadis itu di koridor lantai 3. Kebetulan seluruh ruangan yang ada di lantai 3, ruangan kelas XI.
"Terus gimana kita nyarinya?" Tanya Rayhan polos.
Tama memutar bola matanya malas, "Minta absensi sama guru kek, atau tanya anak-anak kelas sebelas."
Rayhan hanya mengangguk-ngangguk paham.
"Yaudah, ntar kita cari tau." Ujar Arvin.
"Thank you bro!" Ucap Tama, lalu ia melakukan high five ke semua temannya.
"Tolong ya, gua mau kenalan." Lanjut Tama.
Gentala yang sedang menyendok nasi goreng nya menyadari sesuatu, lalu mendongak dan menatap ke arah Tama yang berada di sampingnya.
"Kenalan? Indira mau lo kemanain?"
• • • • •
Hayoloh, Indira siapa?
Gadis yang dimaksud belum nongol.
Sabar yah, masih prolog.Btw, salam kenal semuanya!❤
Terimakasih untuk yang sudah mau baca.
Klik bintang nya boleh?Lanjut nggak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Presence Of Feel
किशोर उपन्यास-𝙀𝙉𝘿- ❁❁❁ ❝ Lo pernah baca gak, quotes tentang kenapa kebanyakan manusia lebih suka senja dibandingkan fajar?" Anggi menggeleng. "Enggak, emang kenapa?" "Karena terkadang manusia lebih banyak meratapi kepergian dari pada menyambut yang datang." "...