37 - Kangen Abang

531 70 96
                                    

---------------------------------
Happy Reading!
---------------------------------

Usai memandikan boneka hidupnya itu, Anggi memilih bersantai bersama Adleen di ruang keluarga sore ini. Mulutnya tak berhenti mengunyah beberapa jenis snack di hadapannya. Juga sesekali menjawab pertanyaan yang dilontarkan adiknya.

"Ta Ndi, mama mana?"

"Mandi."

"Papa?"

"Kenapa papa?" Anggi bertanya balik.

Adleen yang awalnya sedang fokus menonton televisi, menampilkan dua bocah kembar yang tak kunjung beranjak dewasa itu. Kini tangan mungilnya mencubit kecil lengan Anggi.

"Ish! Alen tanya papa dimana?"

"Tanyanya yang betul, jangan cubit-cubit!"

Batita itu malah mengerucutkan bibirnya sambil menatap Anggi melas, "udah betul!" sahutnya tak mau kalah.

"Kalau betul, kak Anggi gak akan tanya lagi."

Adleen mengubah posisi duduknya menjadi membelakangi Anggi, "Alen malah!"

"Marah, bukan malah." koreksi Anggi, ia semakin meledeki adiknya.

"ALEN NDA BICA BILANG MALAH!!"

"Marah."

"Ta Ndi bisa diam?!" ancam Adleen. Hidung mungilnya mengkerut lucu membuat Anggi harus menahan kegemasan di depannya. Ia berniat ingin mengerjai Adleen.

"Enggak." Anggi menjawab tanpa berekspresi yang menurut Adleen sangat menyebalkan. Jadilah batita ini kembali melayangkan cubitannya.

"Sakit, Adleen Nunki Ambareesh." Anggi mengeluh dengan nada selembut mungkin. Namun hal itu justru membuat Adleen meringis ketakutan. Pasalnya, jika kakaknya itu sudah menyebut namanya dengan lengkap, pasti ia telah melakukan kesalahan.

Adleen melihat lengan kakaknya yang sedikit memerah, "cakit?" Anggi mengangguk.

"Haluc diobati, nda?" kali ini Anggi menggeleng.

"Maaf, ta Ndi." Adleen menundukkan kepalanya merasa bersalah.

Anggi menangkup kedua pipi adiknya dengan satu tangan, "gak apa-apa, kak Anggi cuma bercanda."

"Belcanda cakitnya?"

"Sakitnya beneran, yang bercanda marahnya."

"Jadi nda malah?" Anggi menggeleng sembari memperlihatkan senyum hangatnya.

Adleen beralih naik ke pangkuan Anggi, membalikkan tubuhnya kemudian memeluk leher kakaknya dengan kedua tangan. Tapi ekspresinya masih saja murung.

"Ta Ndi ..."

"Iyah?"

"Tanen abang ..."

Anggi terenyuh. Entah hal apa yang sudah Tama berikan kepada adiknya, sampai-sampai setelah dua orang berbeda usia itu bertemu, Adleen seperti tidak bisa jauh dari abangnya.

Presence Of FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang