38 - Double A

522 69 93
                                    

--------------------------------
Happy Reading!
--------------------------------


Arvin:
Nggi
Malam ini sibuk gak?

Anggi:
Enggak, Vin
Kenapa?

Arvin:
Temenin gue ke mall, mau?
Sebentar doang kok

Anggi:
Mau ngapain?

Arvin:
Nanti gue kasih tau

Anggi mematikan ponselnya setelah mengirim alamat rumahya pada Arvin. Berat rasanya jika harus menolak tawaran lelaki itu, hitung-hitung sebagai permintaan maafnya karena telah menolak satu hal yang memang benar-benar Anggi tidak bisa menerima tadi siang.

Jarum jam masih menunjukkan pukul tujuh malam, namun gadis yang sudah mengenakan setelan piyama untuk menemaninya menyambut mimpi, kini harus menggantinya hanya karena ajakan Arvin.

Sepuluh menit berlalu, tepat saat Anggi sudah siap dengan celana jeans panjang dan atasan simple berwarna putih, serta tangan kanannya dihiasi scrunchie hitam polos, Arvin mengirimkan pesan bahwa ia telah sampai di depan rumah Anggi.

Segera Anggi mengambil tas selempangnya, kemudian turun ke lantai bawah. Mengambil sepatu lalu memakainya di teras. Tanpa disadari, gerak-geriknya tak luput dari pandangan Arvin yang sedang bersender di samping mobilnya.

"Ta Ndi mau temana?"

Anggi membalikkan tubuhnya, melihat Adleen yang sedang berdiri di depan pintu sambil memakan satu cup ice cream.

"Kak Anggi mau pergi sebentar sama temen, kenapa?"

"CAMA ABANG?!"

Anggi menggeleng pelan, "bukan."

Raut wajah Adleen yang awalnya berbinar kini kembali murung, "bole Alen lihat temanna ciapa?"

"Boleh, yuk!"

Anggi berdiri menggandeng satu tangan Adleen, ia membuka pagar lebih lebar lagi sampai keberadaan Arvin terlihat lebih jelas.

"Nggi, ini Adleen kan? Eh, iya bukan sih?"

Anggi tertawa kecil melihat raut wajah kebingungan Arvin, "iya ini Adleen."

"Sorry-sorry, lupa gue. Baru ketemu sekali pas di rumah Rayhan, itu juga udah lama banget."

"Santai, Vin."

"Halo, Adleen!" Arvin menyapa sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.

Adleen yang sedari tadi hanya sibuk memakan ice cream dan menyimak obrolan dua remaja itu akhirnya mendongak melihat wajah Arvin dengan seksama. Mungkin dikiranya seperti sudah pernah melihat, tapi masih bingung dimana.

"Apa yah panggilnya, Nggi? Haha gue bingung."

"Abang aja, sama kayak Adleen panggil Tama." Arvin mengangguk setuju.

"Kenalin abang Arvin, temennya kak Anggi." Arvin bergidik geli saat menyebut dirinya abang, pasalnya ia tidak pernah dekat dengan anak kecil, apalagi mengingat dirinya adalah anak terakhir.

"Alo!" sahut Adleen. Batita itu nampak biasa saja, tidak bergairah seperti saat setiap kali bertemu dengan Tama.

Pandangan Arvin kembali pada Anggi, "Nggi asli gue bingung mau ajak ngobrol apa, gak biasa sama anak kecil soalnya."

Presence Of FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang