20 - Terlanjur Cinta

591 65 110
                                    

-------------------------------
Happy Reading!
-------------------------------

Sore ini, Tama benar-benar menuruti perintah papinya untuk bertemu dengan Lauren dan keluarga perempuan itu. Sudah beberapa kali ia menolak namun ponselnya terus berbunyi menampilkan nama papinya disana. Lagi pula paling hanya makan-makan lalu pulang saja, daripada ia tidak datang nanti akibatnya mobil dan motornya akan disita. Setelah pamit dengan Indira, Tama pulang telebih dahulu untuk mandi dan mengganti pakaiannya, baru setelah itu ia menyusul papi maminya ke tempat yang sudah direncanakan.

Sampai di sebuah resto yang papinya beritahu, Tama memasuki ruangan bertuliskan VIP. Disana ia mendapati papi maminya, dua orang paruh baya yang tidak ia kenali, dan satu perempuan yang sedang menatap dirinya, sudah Tama tebak pasti perempuan itu yang bernama Lauren.

Tapi sebentar, ini papinya tidak tau definisi wajah 'cantik' atau gimana? Perempuan ber-makeup dempul yang sudah seperti boneka mampang gitu dibilang cantik dan cocok untuk dirinya? Jujur saja, Tama lebih suka perempuan yang ber-makeup natural.

Dari awal masuk ruangan itu sampai ia bersalaman dengan kedua orang tua Lauren, dan saat ini ia sudah duduk di samping Lauren. Tama terus membatin bahwa seorang Anggi Elaina Misora jauh lebih cantik dibanding perempuan di sampingnya sekarang.

"Diem-diem aja, kenalan dong kalian." Bukan papi mami Tama, melainkan mama Lauren.

Tama yang sedari tadi terus menatap ponsel, beralih menolehkan kepalanya ke samping kiri saat merasakan lengannya di senggol oleh Lauren.

"Salam kenal, Lauren." Kata perempuan itu sembari menjulurkan tangannya.

"Tama." Tama membalas uluran tangan itu lalu melepasnya lagi dengan cepat.

"Kalau kalian malu mau ngobrol tapi ada kita, kalian berdua bisa ke taman di samping resto ini," ujar papa Lauren.

"Papi setuju, ajak sana Lauren nya Tama." Timpal Hendra menatap anak tunggalnya dengan tatapan berbeda.

Tama membuang napasnya kasar, mau menolak tapi tidak tau harus memberi alasan apa. Jadilah ia berdiri dengan malas-malasan, lalu mengajak Lauren untuk pergi ke taman yang dimaksud papa Lauren tadi.

"Lo terima perjodohan ini?" Tanya Tama to the point saat mereka sudah duduk di salah satu kursi taman.

"Iya. Lo juga gitu kan?"

Tama terkekeh singkat, "enggak."

Uhuk!

"Minum," suruh Tama.

"Gak bawa." Tama mengangguk, memalingkan wajahnya kemudian menyunggingkan senyumnya. Baru digituin aja udah kena mental.

"Alasan lo nolak apa?" Tanya Lauren.

"Gua udah punya pacar. Sekalipun belum, gua akan tetep nolak, karena gua anaknya gak mudah untuk jatuh cinta."

"Tapi gue udah terlanjur cinta sama lo, Tam. Dan gue bakal berusaha untuk buat lo jatuh cinta sama gue." Cerca Lauren.

"Cinta lo ke gua itu belum ada apa-apanya dibandingkan cinta gua ke pacar gua." Balas Tama.

Lauren memberanikan diri untuk menatap laki-laki di sampingnya, "siapa sih pacar lo?"

"Gak perlu tau, nanti disakitin diem-diem lagi cewek gua."

"Gak, Tam. Kenapa lo tega banget bisa mikir gitu?"

Presence Of FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang