36 - Mengakui

556 73 167
                                    

----------------------------------
Happy Reading!
----------------------------------

Terhitung sudah dari sepuluh menit yang lalu, bel pulang sekolah berbunyi. Kyra dan Freta sudah dijemput sedari tadi.

Lain halnya dengan Anggi, gadis itu masih saja berdiri di depan gerbang sekolah menunggu pak Roni yang tak kunjung datang menjemputnya. Hari ini ia tidak membawa mobil sendiri.

"Apa pesen ojek online aja, ya?"

"Tapi nanti pak Roni jemput terus gue gak ada, kasian."

Anggi terus menggerutu, pandangannya tak lepas dari ponsel yang menampilkan roomchat-nya dengan pak Roni, pesannya juga tak kunjung dibalas.

"Nggi."

Anggi menoleh, ada seorang lelaki yang berdiri di belakangnya dengan tangan memegang tali tas hitam yang tersampir di bahu kanannya.

"Arvin?"

"Kenapa belum pulang?" tanyanya.

"Lagi nunggu yang jemput. Lo sendiri kenapa belum pulang?"

"Baru selesai piket, terus liat ke arah gerbang ada lo disini, jadi nyamperin."

Anggi hanya mengangguk saja, kemudian kembali melihat jalan raya di depannya. Memastikan supir papanya itu sudah datang atau belum.

"Nggi?" keheningan sempat terjadi beberapa saat, sebelum Arvin memanggil nama gadis di depannya.

"Iya?"

"Mau pulang bareng? Biar gue anter,"

Anggi berfikir sebentar, ia tidak enak jika harus menolak, namun lagi-lagi ia juga takut kalau pak Roni sudah di jalan.

"Maaf, Vin. Gak bisa." tolaknya.

Arvin menyerngit bingung, setidak suka itu kah Anggi kepada dirinya? Tapi ia mencoba untuk berfikir positif.

"Kenapa?" tanya Arvin, bermaksud meminta alasan Anggi menolak tawarannya.

"Nanti kalau orang yang jemput gue dateng, terus gue udah pulang, kan kasian harus balik lagi." Arvin mengangguk mengerti.

"Vin, Nggi?"

Keduanya kompak menoleh ke sumber suara, ada Tama disana. Seragam yang terkena tumpahan jus jambu itu sudah tertupi dengan hoodie berwarna putih.

Anggi sendiri cukup terkejut dengan kehadiran Tama, ia merasa seperti sedang ketahuan selingkuh dengan Arvin. Padahal perlu diingat, hubungannya telah selesai dengan Tama.

"Tam, lo belum pulang?" Arvin bertanya dengan gugup, tapi ia berusaha menunjukkan raut wajah santainya.

"Genta ngajak main ke rumahnya, lo mau ikut gak?" Tama tak menjawab pertanyaan temannya itu, ia langsung menyampaikan tujuannya mencari Arvin.

"Anggi!"

Kembali Anggi melihat ke depan, pak Roni memanggilnya dari dalam mobil yang berada di sebrang.

"Gue duluan." pamitnya.

"Iya, hati-hati." Arvin yang menjawab, Tama tak menatapnya sama sekali.

Saat Anggi sedang menoleh ke kanan dan kiri hendak menyebrang jalan, ia merasakan jari jemari tangan kanannya digenggam oleh seseorang.

"Tama?"

"Stt, diem. Aku sebrangin."

Anggi meneguk ludahnya kasar, entah mengapa ia menjadi tegang begini. Lelaki di sampingnya yang sudah berstatus mantan pacarnya itu masih ingat jika Anggi sedikit takut untuk menyebrang jalan.

Presence Of FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang