29 - Khawatir

556 63 92
                                    

--------------------------------
Happy Reading!
--------------------------------


Pesan berikutnya, bunda Indira memberi tahu nama rumah sakit yang menjadi tempat dirawatnya Indira.

Tama:
Bunda maaf
Tama baru buka karna tadi hpnya mati
Tama kesana ya bun

Setelah membalas, Tama langsung mencabut charger-an yang terhubung dengan ponselnya kemudian mengganti dengan power bank. Tanpa berniat untuk mengganti baju, Tama segera mengambil kunci mobil lalu memutuskan untuk pergi ke rumah sakit malam ini juga.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Tama terus menghubungi Anggi namun gadis itu tidak sekalipun membalas pesan dan mengangkat telfonnya. Syukur bila Anggi sudah tidur, tapi yang Tama khawatirkan adalah keadaan Anggi yang pulang dengan selamat atau tidak, sebab sedari tadi ia belum sempat mengabari Anggi dan gadis itupun tidak mengirimkan pesan apapun.

Tiba di rumah sakit, Tama belum juga mendapat kabar dari Anggi. Ia keluar dari mobil lalu mulai masuk ke dalam rumah sakit dengan berjalan santai, walaupun pandangannya terus memandangi ponsel berharap Anggi membalas pesannya.

Tama segera menuju ruang ICU setelah tadi sempat menanyakan keberadaan Indira di meja resepsionis. Kini jalannya sudah tidak santai seperti diawal, langkah Tama semakin besar menuju ruangan itu, sebab dirinya sudah kepalang panik mendengar kabar Indira yang belum dipindahkan ke ruang rawat.

Separah itukah keadaannya?

Sesampainya Tama di ruang ICU, bertepatan dengan keluarnya seorang dokter dari ruangan itu.

"Permisi, dok. Di dalam ada pasien yang bernama Indira?" tanya Tama setelah menunggu dokter menutup pintu.

"Kamu, keluarganya Indira?"

"Saya Tama, temannya Indira."

"Oh iya, akhirnya datang juga." Dokter tersenyum hangat.

"Gimana keadaan Indira, dok?" Tama bertanya dengan nada dan raut wajah panik.

Dokter di depannya terlihat menghembuskan napas pelan sebelum melontarkan kalimat yang ingin dikatakan.

"Baru saja saya cek, keadaan pasien semakin memburuk. Dari mulai dibawa kesini, Indira sudah koma. Indira mengalami pendarahan di otaknya, dan tidak sedikit adanya luka dalam di beberapa bagian tubuhnya."

"K-koma, dok?"

"Iya."

Seketika tubuh Tama semakin lemas, pikirannya juga semakin kalut. Ia tidak lagi bisa berpikir jernih, ia terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk berikutnya yang akan terjadi.

"Tadi Indira dibawa kesini oleh warga setempat, saksi mata sempat bercerita kronologi kejadian kecelakaan kepada salah satu suster disini, dan suster tersebut menyampaikan kepada saya." tutur dokter.

Tama menggigit bibir bawahnya dengan mata yang sudah me-merah dan berkaca-kaca. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana tragisnya kecelakaan yang dialami Indira, sampai gadis itu koma.

"Katanya, saksi mata melihat mobil Indira tiba-tiba oleng seperti berjalan tak tentu arah. Saat lampu merah, mobilnya juga terus berjalan sampai ada sebuah truk besar yang melaju kencang dari arah kanan dan menabrak mobil Indira."

Presence Of FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang