40 - Full Day Tama Anggi

560 62 129
                                    

----------------------------------
Happy Reading!
----------------------------------

"Kamu gak mau ajak Anggi kemana gitu, Tam?"

"Kemana lagi, mih? Udah putus."

"Selama nunggu bukti, kalau memang kamu masih sayang sama Anggi, ya deketin aja, Tam. Nanti biar mami panas-panasin papi, dan kamu juga jadi bisa buktiin ke papi kalau kamu sayang banget sama Anggi."

"Emang mami gak kecewa sama Anggi?"

"Selama belum ada bukti, kenapa mami harus kecewa?"

"Buktiin ke papi kalau kalian masih saling sayang, biar papi gak tega pisahkan kamu sama Anggi. Jangan malah putus. Anggi kan punya adik tuh, kamu juga sering cerita, ajak main lagi adiknya Anggi sana."

Karena itulah, jam sembilan pagi pada hari sabtu ini Tama sudah berada di rumah Anggi. Setelah sang mami mengatakan itu, Tama langsung beranjak ke kamarnya, menghubungi Anggi serta menanyakan gadis itu tentang esok hari ada kegiatan atau tidak.

Untungnya tidak, jadi Tama hari ini berniat untuk sekedar mengajak Anggi dan Adleen keluar rumah. Rencananya ia ingin mengajak kakak beradik itu untuk pergi ke kebun binatang, sebagai permintaan maafnya juga karena beberapa hari ini tidak main bersama Adleen.

"Tama, ya?"

Bukan pak Roni apalagi Anggi yang menyapa, melainkan Anggara. Papa Anggi tengah bersantai di teras rumah.

"Iya, om. Anggi-nya ada?" Tama bertanya dengan sopan.

"Ada, sini duduk dulu." Anggara mempersilahkan Tama untuk duduk di kursi kayu sebelahnya yang berbatasan dengan meja bundar.

Keheningan sempat hadir, sebelum Anggara melontarkan sebuah pertanyaan.

"Ada apa pagi-pagi? Mau jalan sama Anggi?"

Tama tersenyum tipis, "iya, om. Sama Adleen juga kok."

"Kamu udah deket banget ya sama Adleen?"

"Ya bisa dibilang gitu, om. Karena kebetulan saya juga suka sama anak kecil, apalagi Adleen yang udah pinter banget." jawab Tama sedikit canggung, sebab biasanya jika ia bertemu dengan Anggara, paling hanya saling menyapa saja.

Anggara merubah pandangannya menjadi lurus ke depan, "kamu sayang sama Anggi?"

Tama ikut merubah pandangannya, jujur saja ia bingung harus menjawab apa, sepertinya juga Anggi belum cerita putusnya hubungan mereka ke orang tuanya.

"Sayang, om."

Anggara terkekeh, menepuk bahu kanan Tama beberapa kali, "Gak usah tegang gitu." katanya.

"Haha iya, om. Soalnya jarang ngobrol juga." Anggara mengangguk mengerti.

"Kalau kamu sayang sama Anggi, bantu saya untuk bahagiakan Anggi ya, Tam. Pekerjaan yang mengharuskan saya jadi jarang pulang ke rumah, ini pun pulang karena besok ada perayaan ulang tahun Adleen."

"Keliatannya dia sayang banget sama kamu, jangan pernah sekali pun buat dia sedih, saya harap kamu bisa buat dia merasa bahwa kamu adalah salah satu orang yang bisa mendekap barisan harinya penuh kesenangan."

Presence Of FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang