04 - Chance

837 56 14
                                    

-----------------------------
Happy Reading!
-----------------------------

'Kurasa kedua bola matamu telah mewakili indahnya semesta dan seisinya, yang belum mampu ku tapaki dan ku pandangi seluruhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Kurasa kedua bola matamu telah mewakili indahnya semesta dan seisinya, yang belum mampu ku tapaki dan ku pandangi seluruhnya.'

• • • • •

"Kamu kemarin dari mana?" Pertanyaan pertama Gina--mama Anggi, terlontar saat ia ingin mengintogerasi anak gadisnya sekarang.

"Kan kemarin aku udah izin sama mama, kalo bakal pulang telat karna mau anter temen." Jawab Anggi.

Saat ini, mereka sedang sarapan di meja makan. Ada Anggi, Gina--mama Anggi dan adik Anggi satu-satunya.

Mari sedikit mengenal keluarga Anggi.

Anggi Elaina Misora, anak pertama dari dua bersaudara. Terlahir di tengah-tengah kebahagiaan pasangan Anggara dan Gina. Adik laki-lakinya, Adleen Nunki Ambareesh yang baru berusia tiga tahun. Cukup jauh memang jarak umur mereka, hal itu membuat Anggi masih memiliki sifat manja sampai sekarang.

Anggara adalah pemilik salah satu perusahaan ternama di Indonesia. Papa Anggi ini jarang sekali pulang ke rumah jika sedang mengurus cabang perusahaannya yang berada di luar Jakarta. Jadi, Anggi lebih sering di rumah dengan mama dan adiknya.

"Semalam pulang jam berapa?" Tanya Gina disela makannya.

"Hampir setengah sebelas."

"Dijemput pak Roni?" Pak Roni merupakan supir pribadi papa Anggi. Ia tidak ikut dengan Anggara kerena memang sedang tidak dibutuhkan, jadi tugasnya beralih menjadi mengantar jemput Anggi ke sekolah jika Anggi menginginkan.

"Enggak." Jawab Anggi.

"Terus pulang sama siapa?"

"Temen aku."

Anggi telah menyelesaikan makannya, mengambil gelas dan menuangkan air putih lalu meminumnya hingga tandas.

"Anggi, ini jaketnya." Tutur bi Resti sambil berlari kecil dari ruangan khusus menyetrika pakaian ke meja makan.

Anggi menoleh ke arah bi Resti lalu mengambil jaket yang terlihat sudah rapi setelah disetrika, "Makasih bi."

"Sama-sama, bibi lanjut nyetrika dulu ya." Pamit bi Resti yang dibalas anggukan oleh Anggi.

Tadi pagi-pagi sekali, Anggi memang menyuruh bi Resti untuk menyetrika jaket Tama yang lupa ia kembalikan semalam. Setelah ia menyuci langsung jaket itu semalam, lalu dikeringkan dengan mesin pengering dan ia jemur di kamarnya. Untungnya pagi tadi sudah kering karena terkena udara AC kamar.

Presence Of FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang