----------------------------------
Happy Reading!
----------------------------------"Arvin?"
Anggi melangkah mendekat dimana lelaki yang dipanggilnya Arvin, sedang duduk sembari menoleh ke arahnya.
Arvin menggeser posisi duduknya, ia mempersilahkan Anggi untuk duduk di sampingnya.
Keduanya saling diam, sampai Anggi bertanya sesuatu dengan ragu, "jadi lo, yang beberapa bulan belakangan ini taruh pocky di kolong meja gue?"
"Iya."
Anggi menoleh menatap Arvin yang ternyata juga sedang menatapnya, "atas dasar apa, Vin?"
"Gue suka sama lo." jawabnya to the point.
"Sejak kapan?" Anggi berusaha tenang, padahal dirinya cukup terkejut ketika mendengar pernyataan yang keluar dari mulut lelaki di sampingnya.
"Dari pertama kali Tama bilang kalau dia suka sama lo. Saat itu, Tama minta tolong ke gue dan temen-temen yang lain untuk cari tau nama lo, Nggi. Gue yang pertama kali nemuin lo dan bilang ke Tama. Gue agak ragu mau kasih tau ke dia, karena saat itu gue juga tertarik sama lo. Pada akhirnya gue tetep kasih tau, gue liat Tama bener-bener suka dan niat mau ngejar lo."
"Dari mana lo tau gue suka pocky?"
Arvin terkekeh pelan, ia menjadi teringat masa-masa dimana dirinya harus menyukai Anggi secara diam-diam, juga pada akhirnya harus merelakan gadis yang juga ia cintai untuk sahabatnya.
"Sebelum lo pacaran sama Tama, gue liat lo sering beli pocky di kantin. Waktu lomba akhir tahun juga gue diem-diem ngeliatin lo dari jauh, pas lo lagi nontonin Kyra sama Freta lomba volly sambil makan pocky."
"Lo tuh anak baik, masih malu-malu waktu itu, lucu. Sayang dulu Tama duluan yang kenal sama lo, bukan gue. Kalau dulu sebaliknya, mungkin lo udah jadi pacar gue, Nggi."
Anggi menaikkan sebelah alisnya sambil tersenyum tipis, "emang gue bakal mau pacaran sama lo?"
Sementara Arvin membalas senyuman manis itu dengan tawa bahagia, ini kali pertama ia bisa merasakan berbincang bersama Anggi dengan jarak yang sedekat ini.
"Tuh kan gemes! Jangan bikin gue gagal move on, berusaha move on sebelum dimilikin itu lebih susah tau." Arvin berkata dengan tidak melunturkan sedikit pun lengkungan di bibirnya.
"Makasih, ya, Vin. Pockynya. Gue kira pocky ini dari Tama." Anggi menatap sendu kotak pocky berwarna pink di tangannya.
"Sama-sama. Emang kalau lo tau pocky itu dari gue, lo gak akan mau makan, ya?"
"Bukan gitu. Gue kaget aja lo taruh pocky ini setiap hari di kolong meja gue, emang gak pernah ketauan?" tanya Anggi penasaran.
Arvin memainkan bibirnya, mengingat-ingat kejadian setiap kali dirinya ketahuan oleh teman satu kelas Anggi saat ia sedang menaruh pocky.
"Gue selalu dateng pagi banget, bahkan disaat sekolah masih super sepi, demi gak ketauan gue taruh pocky ke kelas lo. Tapi pernah sih, sekali dua kali gue ketauan, orangnya gue sogok pake uang biar dia tutup mulut." Arvin bercerita diakhiri gelak tawa.
"By the way, lo beneran taruh obat tidur di minuman Indira?" tanya Arvin serius.
"L-lo tau, dari mana?"
"Tama cerita pas di pemakaman."
"Terus lo percaya?"
"Gue gak sepenuhnya percaya, karna gue yakin lo gak sejahat itu kan, Nggi? Makanya gue nanya sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Presence Of Feel
Teen Fiction-𝙀𝙉𝘿- ❁❁❁ ❝ Lo pernah baca gak, quotes tentang kenapa kebanyakan manusia lebih suka senja dibandingkan fajar?" Anggi menggeleng. "Enggak, emang kenapa?" "Karena terkadang manusia lebih banyak meratapi kepergian dari pada menyambut yang datang." "...